Selasa, 02 April 2013

Askep Hiperplenisme

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Limpa merupakan salah satu sistem organ imun. Limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah merah dan sel darah putih. Fungsi ini tidk berlanjut dan hilang sama sekali pada usia dewasa. Selain itu, limpa berfungsi menyaring darah artinya sel yang tidak normal, diantaranya eritrosit, leukosit dan trombosit tua, ditahan dan dirusak oleh sistem retikuloendotelnya. Tetapi karena beberapa penyebab dan salah satunya adalah infeksi, maka limpa tersebut tidak bekerja sebagaimana mestinya. Limpa memfiltrasi berlebih unsur sel dalam darah yang dinamakan hipersplenisme.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana anatomi dan fisiologi limpa ?
1.2.2        Apa definisi dari hipersplenisme ?
1.2.3        Apa etiologi dari hipersplenisme ?
1.2.4        Apa dari klasifikasi dari hipersplenisme ?
1.2.5        Apa patofisiologi dari hipersplenisme ?
1.2.6        Apa manifestasi klinis dari hipersplenisme ?
1.2.7        Bagaimana pemeriksaan penunjang dari hipersplenisme ?
1.2.8        Bagaimana penetalaksanaan medis dari hipersplenisme ?
1.2.9        Apa prognosis dari hipersplenisme ?
1.2.10    Apa komplikasi dari hipersplenisme ?

1.3  Tujuan
1.3.1   Umum
1.3.1.1   Untuk mengetahui Hipersplenisme dan asuhan keperawatan pada pasien Hipersplenisme.
1.3.2   Khusus
1.3.2.1        Mengetahui anatomi dan fisiologi limpa.
1.3.2.2        Mengetahui definisi dari hipersplenisme.
1.3.2.3        Mengetahui etiologi dari hipersplenisme.
1.3.2.4        Mengetahui klasifikasi dari hipersplenisme.
1.3.2.5        Mengetahui patofisiologi dari hipersplenisme.
1.3.2.6        Mengetahui manifestasi klinis dari hipersplenisme.
1.3.2.7        Mengetahui pemeriksaan penunjang dari hipersplenisme.
1.3.2.8        Mengetahui penetalaksanaan medis dari hipersplenisme.
1.3.2.9        Mengetahui prognosis dari hipersplenisme.
1.3.2.10    Mengetahui komplikasi dari hipersplenisme.

1.4  Manfaat
Dari makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca dapat memahami pengertian dan asuhan keperawatan dari hipersplenisme. Dan dapat mencegah terjadinya penyakit tersebut. Mengetahui tanda dan gejala sehingga kita sebagai perawat mampu bertindak sesuai dengan suhan keperawatan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi






Limpa adalah jenis kelenjar tanpa saluran. Limpa adalah bagian dari sistem peredaran atau sirkulasi.
Limpa adalah kelenjar tanpa saluran yang terbesar. Limpa terletak di bawah rongga dada, di sisi kiri lambung agak ke belakang. Limpa orang dewasa berukuran sepanjang 5 inci (12,5 cm) dan lebar 3-4 inci (7,5-10 cm), berat sekitar 7 ons. Limpa berongga, lunak, dan mudah hancur, berwarna merah ungu tua.
Fisiologi
Limpa memiliki beberapa fungsi. Sel-sel darah merah disimpan di dalam limpa. Ketika tubuh memerlukan darah tambahan karena gerak badan atau pendarah-an, limpa mengencang atau berkontraksi. Kontraksi ini mengirimkan darah yang disimpan ke dalam aliran darah. Sel-sel darah merah yang sudah rusak disa-ring dari aliran darah dan dihancurkan di dalam limpa. Setiap bagian dari sel-sel darah merah yang rusak yang masih dapat digunakan dikembalikan ke dalam darah untuk digunakan oleh sumsum tulang mengha-silkan sel-sel darah merah yang baru. Jikalau sum-sum tulang menjadi rusak, limpa dapat  berfungsi untuk menghasilkan berbagai sel-sel darah. Limpa, bersama-sama dengan sumsum tulang dan hati, terus menerus menyaring gumpalan-gumpalan kecil dalam aliran darah.
Menghasilkan limfosit
Limpa menghasilkan limfosit. 25% dari sel-sel darah putih yang beredar adalah limfosit. Limfosit dibagi atas dua kelompok besar: sel B dan sel T. Ketika suatu virus masuk ke dalam tubuh, sel T menemukan virus tersebut dan mengidentifikasinya. Sel T mulai membelah diri dan merangsang penghasilan sel T lainnya dan sel B yang melawan jenis virus tersebut. Sel T juga segera menuju ke limpa, di mana terdapat sel-sel B, dan memberi tanda sel-sel B untuk memulai produksi antibodi yang akan menghancurkan virus tersebut. Sel-sel T juga memberi tanda kepada sistem kekebalan tubuh untuk berhenti ketika virus telah dimusnahkan. Beberapa jenis sel T dan sel B yang akan mengingat jenis virus ini, yang disebut sel-sel memori (ingatan), akan tetap berada dalam aliran darah untuk diaktifkan kembali jikalau virus yang sama masuk kembali ke dalam tubuh.
Darah masuk ke dalam limpa melalui pembuluh arteri limpa yang sangat besar.  Pembuluh arteri limpa ini dibagi atas enam cabang atau lebih. Cabang-cabang ini terus dibagi-bagi atas cabang-cabang yang lebih kecil. Cabang-cabang yang kecil ini dikosongkan di dalam cairan limpa. Di sinilah terjadi penyaringan darah. Setelah ini terjadi, darah dikumpulkan dari cairan limpa dan dikembalikan ke dalam aliran darah dengan cara yang sama seperti ketika masuk ke dalam limpa.

2.2 Definisi







Definisi Hiperplenisme merupakan suatu keadaan patologik faal limpa yang mengakibatkan kerusakandan gangguan pada sel darah. Gambaran kliniknya terdiri dari trias splenomegali, pansitopenia (menurunnya sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit), dan hiperplasia (meningkatnya jumlah sel sehingga murubah ukuran dari organ,contohnya pembesaran dari epithelium sel mamae) kompensasi sumsum merah.Pansitopenia dapat terdiri dari anemia, leukopenia, dan trombositopenia; sendiri-sendiri atau gabungan ketiga unsur tersebut (Corwin, 2000).
Tampilan klinik Hiperplenisme yang merupakan akibat pansitopenia seperti keluhan dan gejala anemia, supresi imonologik, dan diatesis hemoragik, mungkin disertai dengan keluhan atau gejala splenomegali.
Splenomegali  adalah pembesaran .pada hipertensi porta,aliran darah dialihkan ke limpa melalui vena splenik. Sebagian darah ekstra (sampai beberapa ratus milliter pada orang dewasa) dapat disimpan di dalam limpa sehingga limpa membesar.Karena darah yang tersimpan di dalam limpa sehingga tidak membesar.Karena darah yang tersimpan di limpa tidak dapat digunakan oleh sirkulasi umum,maka dapat terjadi anemia (penurunan sel darah merah),trombositonemia(penurunan trombosit),dan leucopenia (penurunan sel darah putih) (Corwin, 2000).
Splenomegali juga ditemukan pada penyakit infeksi seperti demam tifoid atau mononukleosis infeksiosa. Pembesaran limpa pada demam tifoid disebabkan oleh proliferasi seluler dalam usaha membentuk anti bodi. Ini biasanya terjadi pada akhir minggu pertama, pada tiga perempat kasus. Dalam pemeriksaan auskultasi biasanya terdengar suara gesekan di atas limpa. Keadaan ini tidak memerlukan tindakan splenektomi.Abses limpa agak jarang ditemukan. Malaria kronika (tertiana) sering disertai splenomegali. Parasit lain seperti ekinokokusagak jarang menyebabkan  splenomegali.
Hiperplenisme sekunder kronik biasanya disebabkan oleh tuberculosis, sifilis, bruselosis, histoplasmosis, malaria, dan sistosomiasis. Pembesaran limpa akibat tuberculosis secara primer sangat jarang terjadi. Tetapi jika ada pembesaran limpa, walaupun jarang, berarti telah terjadi tuberkulosis milier.
2.3 Etiologi
Adapun penyebab dari hipersplenisme :
1.      Penyakit hati primer
a.    Sirosis hepatis (Laenec dan postnekrotik)
b.    Penyakit menahun
c.    Penyakit Wilson
d.   Sistosomiasis
2.      Kelainan vena porta atau vena lienalis
3.      Penyakit kolagen-vaskuler
a.    Lupus eritematosus sistemik
b.    Sindrom Felty
4.      Penyakit hematologik
a.    Limfoma non-Hodgkin
b.    Penyakit Hodgkin
c.    Leukemi akut dan menahun
d.   Mielofibrosi idiopatik
e.    Polisitemia vera
f.     Anemia hemolitik bawaan
5.      Infeksi
a.       Akut (mononukleosis infektiosa,psitakosis)
b.      Menahun (tuberkulosis milier,malaria,bruselosis,kala-azar,sifilis,histoplasmosis)
6.      Penyakit inflitratif pada limpa
a.       Sarkoidosis
b.      Retikuloendoteliosis
c.       Amiloidosis
2.4 Klasifikasi
1.      Hipersplenisme Primer: belum diketahui penyebabnya.
2.      Hipersplenisme Sekunder:
    a.Penyakit infeksi atau parasit,
    b.Penyakit Gaucher,
    c.Leukemia,
    d.Limfosarkoma
.


2.5 Patofisiologi
Pada hipersplenisme terjadi destruksi sel darah merah yang berlebihan. Sehingga usia sel darah merah menjadi lebih pendek (normalnya lebih kurang 120 hari), terbentuk antibodi yang menimbulkan reaksi antigen sehingga sel-sel rentan terhadap destruksii, dan terbentuk faktor penghambat pertumbuhan sel darah yang mempengaruhi penglepasan sel darah dari sumsum tulang. Kejadian ini bisa terjadi pada salah satu sel darah atau dapat terjadi menyeluruh seperti pada pansplenisme.
Hipersplenisme merupakan keadaan patologi faal limpa yang mengakibatkan kerusakan dan gangguan sel darah merah. Gambaran kliniknya terdiri dari trias splenomegali, pansitopeni, dan hiperplasia kompensasi sumsum merah. Pembagian antara hipersplenisme primer dan sekunder terbyata kurang tepat dan tidak lagidigunakan. Hipersplenisme primer adalah hipersplenisme yang belum diketahui penyebabnya, pembesaran limpa akibat beban kerja yang berlebih akibat sel abnormal yang melewati limpa yang normal. sedangkan sekunder jika telah diketahui penyebabnya dimana limpa yang abnormal akan membuang sel darah yang normal maupun yang abnormal secara berlebihan.
2.6 Manifestasi klinis

Keluhan

Tanda dan gejala
1.    Splenomegali


2.    Pansitopenia
-          Anemia
-          Leukopenia
-          Trombositopenia


3.    Hiperplasia sumsum merah
4.    Anoreksia
5.    Pusing
6.    Sesak
7.    Limpa yang membesar terletak di dekat lambung dan bisa menekan lambung, sehingga penderita bisa merasakan perutnya penuh meskipun baru makan sedikit makanan kecil atau bahkan belum makan apa-apa.
8.    Penderita juga bisa merasakan nyeri perut atau nyeri punggung di daerah limpa, yang bisa menjalar ke bahu, terutama jika sebagian limpa tidak mendapatkan cukup darah dan mulai mati.

Kurang,kecuali jika besar sekali

Pusing,capai
Peka infeksi
Perdarahan tanpa rudapaksa yang sesuai


Kurang jelas
Pembengkakan kiri atas di perut

Pucat,Hb,Ht
Penurunan daya tahan
Diatesis hemoragik

Pemeriksaan sediaan darah tepi dan sumsum merah
2.7 Pemeriksaan penunjang
1.      Ultrasonografi umumnya dapat membantu menentukan ukuran, bentuk, dan patologi limpa. Misalnya, adanya abses atau kista.
2.      Pada pemeriksaan perkusi jarang ditemukan pekak limpa bila besar limpa normal.
3.      Biasanya pada pemeriksaan fisik, seorang dokter dapat merasakan adanya pembesaran limpa.
4.      Pembesaran limpa juga bisa terlihat pada foto rontgen perut.
5.      Diperlukan CT scan untuk menentukan besarnya limpa dan melihat adanya penekanan terhadap organ di sekitarnya.
6.      MRI scan juga memberikan hasil yang sama dengan CT scan dan juga bisa mengikuti aliran darah yang melalui limpa.
7.      Menggunakan partikel radioaktif yang ringan untuk mengukur besarnya limpa dan fungsinya serta untuk menentukan apakah terdapat penumpukan atau penghancuran sel darah dalam jumlah besar.
8.      Pemeriksaan darah menunjukkan berkurangnya jumlah sel darah merah, sel darah putih dan trombosit.
9.      Pada pemeriksaan dibawah mikroskop, bentuk dan ukuran sel darah bisa memberikan petunjuk mengenai penyebab membesarnya limpa.
10.  Pemeriksaan sumsum tulang dapat menemukan adanya kanker sel darah (misalnya leukemia atau limfoma) atau penumpukan bahan-bahan yang tidak diinginkan.
2.8 Penatalaksanaan medis
1.      Splenektomi
            Mengingat fungsi piltrasi limpa, indikasi splenektomi harus dipertimbangkan benar. Selain itu, splenektomi merupakan suatu operasi yang tidak boleh dianggap ringan.tindak bedah kadang sukar karena eksposisinya tidak mudah padahal splenomegali sering disertai banyak perlekatan dapa diafragma dan alat lain yang berdampingan. Pengikatan a.lienalis sebagai tindakan pertama sewaktu operasi sangat berguna. Pembuluh ini ditemukan dengan menelusuri bursa omentalis pada pinggir kranialpankreas. Bila limpa besar sering dianjurkan pendekatan laparo-torakotomi yang sekaligus menyayat diafragma sehingga daerah ekposisi menjadi halus.
            Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan limpa yang tidak dapat diatasi dengan splenorafi, splenektomi parsial yang bias terdiri dari eksisi satu segmen dilakukan jika ruptur  limpa tidak mengenai hilus dan bagian yang tidak cedera masih vital.
Splenektomi total juga dilakukan secara elektif pada penyakit yang menuntut pengangkatan limpa misalnya pada hiperplenisme atau kelainan hematologik tertentu.
            Reimplantasi merupakan autotransplantasi jaringan limpa yang dilakukan setelah splenektomiuntak mencegah terjadinya epsis.caranya ialah dengan membungkus pecahan parenkim limpa dengan omentum atau menanamnya di pinggang di belakang peritoneum.
Splenektomi sedapat mungkin dihindari pada cedera limpa
            Komplikasi pascasplenektomi terdiri dari atelektase lobus bawah pari kiri karena gerak diafragma sebelah kiri pada pernapasan kurang bebas. Trombositosis pascabedah yang mencapai puncak sekitar hari kesepuluh tidak menyebabkan kecenderungan ke trombosis karena trombosit yang bersangkutan merupakan trombosit tua.
2.      Splenorafi
Splenorafi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan limpa yang fungsional dengan teknik bedah. Tindakan ini dapat  dilakukan pada trauma tumpul maupun tajam pada limpa.tndak bedah ini terdiri dari membuang jaringan nonvital, mengikat pembuluh darah yang terbuka, dan menjahit kapsul limpa yang terluka. Jika penjahitan laserasi saja kurang memadai, dapat ditambahkan dengan pembungkusan kantong khusus dengan atau tanpa penjahitan omentum.
2.9    Komplikasi
a.    Komplikasi Manajemen Nonoperatif
Komplikasi paru berupa atelektasis, pneumoni dan efusi paru kiri sering terjadi pada penanganan operatif. Hal ini berhubungan dengan trauma dada-paru penyerta. Pasien usia lanjut sangat beresiko untuk terjadi tromboemboli paru.
b.   Komplikasi Postoperatif
Atelektasis, pneumoni dan efusi pleura kiri paling sering. Abses subphrenikus terjadi 3-13% bila disertai trauma usus dan pemasangan drain. Perdarahan. Akibat kesalahan teknis dalam mengikat a. gastrica brevis atau pembuluh darah pada hilus. Perdarahan lambat dapat terjadi hingga 45 hari setelah operasi. Diatasi dengan transfusi, operasi ulang maupun keduanya. Pankreatitis dapat terjadi karena trauma operasi maupun trauma awal. Trombositosis biasanya terjadi pada hari ke 2-10 dan menjadi normal kembali pada minggu ke 2 – 12. Dapat meningkatkan resiko trombosis vena dalam dan emboli paru. Infeksi serius pasca operasi limpa berkisar 8%. Usia pasien, semakin parahnya trauma penyerta, adanya cedera pankreas, kolon, SSP dan tulang meningkatkan komplikasi ini. Kista postraumatik (pseudokista), kista yang kecil-asimptomatik (< 5cm) akan hilang sendiri namun yang besar (>5cm) berpotensi ruptur.
2.10          Asuhan Keperawatan
1.    Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secaramenyeluruh (Boedihartono, 1994).
1)      Aktivitas / istirahat
Gejala               : keletihan, kelemahan.
Tanda                 :takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Lesu. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2)      Sirkulasi
Gejala
              : riwayat kehilangan darah kronik,
Tanda                : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik. Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi).
3)      Integritas ego
Gejala                 : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah.
Tanda               : depresi.
4)       Eleminasi
Gejala                : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda               : distensi abdomen.
5)      Makanan/cairan
Gejala                : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi. Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan.
Tanda                : lidah tampak merah daging/halus. Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas. Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah.
6)      Neurosensori
Gejala                 : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk
Tanda                 : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal.
7)       Nyeri/kenyamanan
Gejala               : nyeri abdomen.
8)       Pernapasan
Gejala
             :Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda               : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9)      Keamanan
Gejala                   : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda                    : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).
10)  Seksualitas
Gejala                   : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore. Hilang libido (pria dan wanita) dan Imppoten.
Tanda               : serviks dan dinding vagina pucat.
2.        Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
1.      Gangguan rasa nyaman nyeri b.dpeningkatan peristaltik yang diatandai dengan nyeri tekan pada daerah abdomen.
2.      Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
3.      Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
5.      Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.

3.        Intervensi  Keperawatan
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).


1.      Gangguan rasa nyaman nyeri b.dpeningkatan peristaltik yang diatandai dengan nyeri tekan pada daerah abdomen.
Tujuan : nyeri berkurang dalam waktu 3x24 jam
Kriteria hasil :
-       Pasien menunjukkan tanda dan gejala nyeri berkurang
-       Gangguan rasa nyaman (nyeri ) teratasi dengan kriteria :
a.    Nyeri abdomen hilang atau kurang
b.    Abdomen timpani (perkusi)
c.    Perut tidak distensi
d.   Peristaltic usus normal
Intervensi
Rasional
1.    Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan intensitasnya

2.    Beri buli-buli panas / hangat pada area yang sakit

3.    Lakukan massage dengan hati-hati pada area yang sakit
4.    Kolaborasi pemberian obat analgetik

1.       Mengetahui jika terjadi hipoksia sehingga dapat dilakukan intervensi secara cepat dan tepat
2.       Hangat menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan sirkulasi darah pada daerah tersebut
3.       Membantu mengurangi tegangan otot

4.       Mengurangi rasa nyeri dengan menekan sistem saraf pusat

2.      Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
Tujuan                         : Infeksi tidak terjadi dalam 3x24 jam
Kriteria hasil                :
            Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
            Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
Intervensi
Rasional
1.    Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.
2.    Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka.
3.    Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
4.    Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam.

5.    Tingkatkan masukkan cairan adekuat.

6.    Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.

7.    Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.

8.    Amati eritema/cairan luka.

9.    Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik (kolaborasi).

1.     mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial.
2.     menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
3.     menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
4.     meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
5.     membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
6.     membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
7.     adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.

8.     indikator infeksi lokal.

9.     mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local.
3.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan
                        : Peningkatan perfusi jaringandalam waktu 3x24 jam
Kriteria hasil
               :
-        Menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
a.       CRT <2detik
b.      Akral hangat, kering merah
c.       Tidak ada sianosis sentral dan perifer
d.      Warna kulit tidak pucat
e.       Sklera tidak ikterik
f.       Bibir tidak kering
Intervensi
Rasional
1.    Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
2.    Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

3.    Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas

4.    Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.

5.    Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer.
6.    Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
7.    Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
1.   memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
2.   meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3.   dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jajntung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
4.   iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
5.   termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.

6.   mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.


7.   memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
Tujuan                         : kebutuhan nutrisi terpenuhidalam 3x24 jam
Kriteria hasil                :
        Menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
a.       Hb : laki-laki = 13gr% - 18gr%; wanita 11,5gr% - 16,5gr%
      Tidak mengalami tanda mal nutrisi.
a.       Mukosa lembab
b.      Mata tidak cowong
      Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.
a.       Porsi makan habis
b.      Patuh terhadap diet
Intervensi
Rasional
1.    Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
2.    Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
3.    Timbang berat badan setiap hari.

4.    Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.
5.    Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
6.    Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik


7.    Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
8.    Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium.

9.    Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi.
1.     mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
2.     mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
3.     mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
4.     menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.

5.     gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.

6.     meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri
7.     membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
8.     meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
9.     kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.
5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan                               : Dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas dalam 3x24 jam.
Kriteria hasil                      :
        Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (aktivitas sehari-hari meningkat)
        Menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.
a.       Nadi : 60– 100 kali per menit
b.      Pernafasan : 16 – 24 kali per menit
c.       Tekanan darah : 120/80 mmHg
Intervensi
Rasional
1.      Kaji kemampuan ADL pasien.

2.      Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.

3.      Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.

4.      Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
5.      Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
1.      mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2.      menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
3.      manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
4.      meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
5.      meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan.

4.    Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28)
1.      Rasa nyeri berkurang
2.      Infeksi tidak terjadi.
3.      Peningkatan perfusi jaringan.
4.      Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
5.      Meningkatkan ambulasi/aktivitas



BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Limpa adalah jenis kelenjar tanpa saluran.Limpa adalah bagian dari sistem peredaran atau sirkulasi.Definisi Hiperplenisme merupakan suatu keadaan patologik faal limpa yang mengakibatkan kerusakan  dan gangguan pada sel darah. Gambaran kliniknya terdiri dari trias splenomegali, pansitopenia, dan hiperplasia kompensasi sumsum merah.Pansitopenia dapat terdiri dari anemia, leukopenia, dan trombositopenia; sendiri-sendiri atau gabungan ketiga unsur tersebut.

3.2  Saran
Untuk mengetahui Hipersplenisme dan mengetahui asuhan keperawatan hipersplenisme. Sedangkan untuk pasien yang terkena hipersplenisme agar bisa untuk mengobati penyakitnya dengan cara berobat dan memeriksaan penyakitnya ke klinik terdekat bisa juga di rumah sakit terdekat untuk itu kita semua wajib menjaga kesehatan diri kita agar terhindar dari penyakit serta melakukan olah raga dengan rutin agar menjaga kesehatan tubuh kita.

1 komentar: