Selasa, 02 April 2013

Askep Empiema Makalah Kelompok 4B Stikes NHM


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
             Empiema adalah akumulasi pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Empiema masih merupakan masalah dalam bidang penyakit paru karena secara signifikan masih menyebabkan kecacatan dan kematian walaupun sudah ditunjang dengan kemajuan terapi antibiotik dan drainase rongga pleura maupun dengan tindakan operasi dekortikasi. Empiema paling banyak ditemukan pada anak usia 2–9 tahun.
            Penyakit tersebut dapat pula disebabkan oleh :
a. Trauma pada dada (sekitar 1 – 5 % kasus mendorong ke arah empiema)
b. Pecahnya abses dari paru-paru kedalam rongga pleura
c. Infeksi Bakteri coccus
            Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan berat. Saat ini terdapat 6500 penderita di USA dan UK yang menderita empiema dan efusi parapneumonia tiap tahun, dengan mortalitas sebanyak 20% dan menghabiskan dana rumah sakit sebesar 500 juta dolar. Di India terdapat 5 – 10% kasus anak dengan empiema toraks. 
            Empiema dapat diobati dan ditangani dari dini agar tidak terjadi komplikasi yang lebih lanjut, Untuk itu lebih jelasnya kami bahas pada makalah ini di Bab selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Dasar Empiema Paru ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada pasien empiema paru?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
          Mengetahui tentang penyakit Empiema Paru dan cara mengambil tindakan jika ada pasien yang terkena Empiema Paru
1.3.2 Tujuan Khusus
1.      Mengetahui anatomi fisiologi Paru paru
2.      Mengetahui Definisi Empiema paru
3.      Mengetahui etiologi dari Empiema Paru
4.      Mengetahui Patogenesis Empiema paru
5.      Mengetahui patofisiologi dan WOC Empiema paru
6.      Mengetahui manifestasi klinis Empiema paru
7.      Mengetahui pemeriksaan diasnostik dari Empiema paru
8.      Mengetahui penatalaksanaaan dari kanker paru
9.      Mengetahui Pengobatan Empiema paru
10.  Mengetahui askep dari Empiema paru
1.4 Manfaat
Dengan pembuatan makalah ini kami dapat mengerti tentang Empiema Paru dan memahami apa yang harus dilakukan seorang perawat untuk menangani pasien dengan Empiema paru.






BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
                                         Gbr. Struktur paru-paru
        Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.
        Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus.
Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.

Gbr. Alveolus yang diperbesar
 Torak, Diafragma, Pleura
Tulang dada atau sternum berfungsi melindungi paru-paru,jantung, dan pembuluh darah besar. Bagian luar tulang dada terdiri atas 12 pasang tulang iga. Bagian dada pada daerah leher terdapat dua tulang tambahan yaitu otot scaleneus dan sternocleidomastoid.otot scaleneus menaikkan tulang iga ke1 dan 2 pada saat inspirasi, sedangkan otot sternocleidomastoid mengangkat sternum. Otot parasternal, trapezius,dan pectoralis juga merupakan otot tambahan yang berfungsi untuk meningkatkan kerja nafas. Diantara tulang iga terdapat otot interkostal eksternus yang menggerakkan tulang iga keatas dan kedepan sehingga akan menimbulkan meningkatnya diameter anteroposterior dindinding dada.
     Diagfragma terletak dibawah rongga dada. Diagfragma berbentuk seperti kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan syaraf digfragma (nervus prenicus) terdapat pada sususnan saraf spinal pada tingkat C3, sehingga jika terjadi kecelakaan pada saraf C3 akan menyebabkan gangguan ventilasi.
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura ada 2 macam yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada(lapisan luar paru-paru) dan pleura viscieral yang menutupi setiap paru-paru(lapisan dalam paru-paru). Diantara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan  mencegah perlekatan dada dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru-paru
2.2 Definisi Empiema Paru
Empiema merupakan terkumpulnya cairan purulen (pus) didalam rongga pleura. Awalnya, cairan pleura adalah encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi seringkali menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada keadaan di mana paru paru tertutup oleh membrane eksudat yang kental(Somantri.2009)
Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah ( pus ) didalam ronggga pleura dapat setempat atau mengisi seluruh rongga pleura( Ngastiyah,1997).
Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura ( Diane C. Baughman, 2000 ).
Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural ( Hudak & Gallo, 1997
Empiema adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah dalam rongga pleura dengan yang dapati timbul sebagai akibat traumatik maupun proses penyakit lainnya.
Empiema adalah efusi pleura yang terinfeksi oleh mikroba. Empiema paling sering terjadi karena pneumonia (infeksi paru) yang penanganannya tidak sempurna, dapat terjadi karena trauma, "rupture esophaqus" juga karena ekstensi infeksi sub diaphragma seperti abses hepar.

2.3 Etiologi
  1. Berasal dari Paru
    1. Pneumonia
    2. Abses Paru
    3. Adanya Fistel pada paru
    4. Bronchiektasis
    5. TB
    6. Infeksi fungidal paru
  2. Infeksi Diluar Paru
    1. Trauma dari tumor
    2. Pembedahan otak
    3. Thorakocentesis
    4. Subdfrenic abces
    5. Abses hati karena amuba
  3. Bakteriologi
    1. Staphilococcus Pyogenes,. Terjadi pada semua umur, sering pada anak
    2. Streptococcus Pyogenes
    3. Bakteri gram negatif
    4. Bakteri anaerob
2.4 Patogenesis
Terjadinya empiema dapat melalui tiga jalur:
1.    Sebagai komplikasi pneumoni dan abses paru. Karena kuman menjalar perkontiniutatum dan menembus pleura visceral .
2.    Secara hematogen, kuman dari focus lain sampai pada pleura visceral.
3.    Infeksi darti luar dinding thoraks yang menjalar kedalam pleura misalnya pada trauma thoraks, abses dinding thoraks.

2.5 Patofisiologi & WOC
Mekanisme penyebaran infeksi sehingga mencapai rongga pleura
1. Infeksi paru, infeksi paru seperti pneumonia dapat menyebar secara langsung ke pleura, penyebaran melalui sistem limfatik atau penyebaran secara hematogen. Penyebaran juga bisa terjadi akibat adanya nekrosis jaringan akibat pneumonia atau adanya abses yang ruftur ke rongga pleura.
2. Mediastinum, kuma-kuman dapat masuk ke rongga pleura melalui tracheal fistula, esofageal fistula, asanya abses di kelenjar mediastinum
3. Subdiafragma, asanya proses di peritoneal atau di visceral dapat juga menyebar ke rongga pleura
4. Inokulasi langsung, inokulasi langsung dapat terjadi akibat trauma, iatrogenik, pasca operasi. Pasca operasi dapat terjadi infeksi dari hemotoraks atau adanya leak dari bronkus.

       Proses infeksi di paru seperti pneumonia, abses paru, sering mengakibatkan efusi parapneumonik yang merupakan awal terjadinya empiema, ada tiga fase perjalan efusi parapneumonik,

 - fase pertama atau fase eksudatif yang ditandai dengan penumpukan cairan pleura yang dteril dengan cepat dirongga pleura. Peumpukan cairan tersebut akibat peninggian permeabilitas kapiler di pleura visceralis yang diakibatkan pneumonitis. Cairan ini memiliki karakteristik rendah lekosit, rendah LDH, normal glukosa, dan normal pH.
- Bila pemberian antibiotik tidak tepat, bakteri yang berasal dari proses pneumonitis tersebut akan menginvasi cairan pleura yang akan mengawali terjadinya fase kedua yaitu fase fibropurulen pada fase ini cairan pleura mempunyai karakteristik PMN lekosit tinggi, dijumpai bakteri dan debris selular, pH dan glukosa rendah dan LDH tinggi. Pasa fase ini, penanganan tidak cukup hanya dengan antibiotik tetapi memerlukan tindakan lain seperti pemasangan selang dada.
- Bila penanganan juga kurang baik, penyakit akan memasuki fase akhir yaitu fase organization. Pada fase ini fibroblas akan berkembang ke eksudat dari permukaan pleura visceralis dan parietalis dan membentuk membran yang tidak elastis yang dinamakan pleural feel. Pleural feel ini akan menyelubungi paru dan menghalangi paru untuk mengembang. Pada fase ini eksudat sangat kental dan bila penanganan tetap tidak baik, penyakit dapat berlanjut menjadi empiema.



WOC/ PAHTWAY

                        Berasal dari Paru                  Berasal dari Luar                  Bakteri
                        -Penimonia                             Trauma tumor           staplikococcus P
                        -Abses Paru                           pembedahan otak      Bakteri gram
                         Bronchiektasis                      Abses hati                   Bakteri anaerob
                        -TB                                         thorakosentris
Nekrosis         
Jaringan           Kuman                                    Terjadi infeksi             Bakteri masuk ke
                                                                        Dari hemotorak           rongga pleura
Kuman            Simtem limfatik                      pasca operasi
Masuk             secara hematogen                                                        Menginfeksi
                                                                                                            Lapisan pleura
Ketrakea          Masuk ke perkitinitatum         adanya leak dari
                                                                        Bronkus                    Timbul peradangan
Rongga            Menembus Pleura visical        
Pleura                                                              Menjalar kedalam               leukosit
                        Evusi parapneumonik              pleura
                                                                                                             Terjadi eksundat
                        Permeabelitas kapiler              Invasi basil piogenik
                        Di pleura viselaris
                                                                        Timbul peradangan
                        Penumpukan                           dalam pleura
                        Caian pleura
                                                                        Pembentukan
                        Peneumunitis                           eksudat


 

                        Bakteri menginvasi
                        Cairan pleura


 

                        Leukoit
           
                        Debris selular








 

                        Eksundat dipermukaan
                        Pleura visceralis


 


Empiema paru

                        Akumulasi                   proses peradangan                   inflamasi
                        Eksundat
                                                           
Pembentukan     Ekspansi paru                       Bradikinin                   Pengeluaran
Secret                                                              serotini                        Endogen & pirogen
                           Pola nafas
Bersihan            tak efektif                            Merangsang                 Febris
jalan nafas                                                     neureseptor
tidak efektif                                                  
                                                                        Nyeri                           Demam
Abstruksi                                                        
Jalan nafas                                                                                           Hipertermi

Gangguan
Pertukaran
Gas                 Suplai 02 menurun
                               
                                                Sesak nafas

Mual muntah               kelemahan


 

                                    Intoleransi
Perubahan nutrisi     Aktifitas
Kurang dari tubuh  

2.6 Menifestasi Klinis
Pasien mengalami:
1.    Demam,
2.    Berkeringat malam,
3.    Nyeri pleural,
4.    Dispneu,
5.    Anoreksia ,dan  penurunan berat badan,
6.    Tidak terdapatnya bunyi nafas, pendataran pada perkusi dada, penurunan fremitus.

     Dibagi menjadi dua Klasifikasi Empiema  yaitu :
1.    Empiema akut
     Terjadi akibat infeksi sekunder dari tempat lain , Buka primer dari pleura. Gejala mirip dengan pneumonia yaitu panas tinggi, nyeri pleuritik, apabila stadium ini dibiarkan dalam beberapa minggu akan timbul toksemia, anemia, pada jaringan tubuh dan clubbing finger . Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronchopleura dan empiema neccesitasis. Adanya fistel ditandai dengan batuk produktif, bercampur nanah dan darah massif dan kadang menyebabkan sufokasi(mati lemas).
     Empiema karena pneumothorak pneumonia, timbul setelah cairan pneumonia membaik.
2. Empiema kronik
     Batas yang tegas antara akut dan kronis sukar ditentukan disebut kronis apabila terjadi lebih dari 3 bulan. Penderita mengelub badannya lemah, kesehatan penderita tampak mundur, pucat pada jari tubuh, dada datar, dan ditemukan adanya tanda cairan pleura.
Empiema Dibagi Menjadi 3 Stadium :
1. Stadium 1 disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada hari-hari pertama saat efusi. Inflamasi pleura menyebabkan peningkatan permeabilitas dan terjadi penimbunan cairan pleura namun masih sedikit. Cairan yang dihasilkan mengandung elemen seluler yang kebanyakan terdirir atas neutrofil.stadium ini terjadi selama 24 – 72 jam dan kemudian berkembang menjadi stadium fibropurulen. Cairan pleura mengalir bebas dan dikarakterisasi dengan jumlah darah putih yang rendah dan enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah serta glukosa dan pH yang normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat mempercepat perbaikan.
2. Stadium 2 disebut juga dengan stadium fibropurulen atau stadium transisional yang dikarakterisasi dengan inflamasi pleura yang meluas dan bertambahnya kekentalan dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi banyak leukosit polimorfonuklear, bakteri dan debris seluler. Akumulasi protein dan fibrin disertai pembentukan membrane fibrin, yang membentuk bagian atau lokulasi dalam ruang pleura. Saat stadium ini berlanjut, pH cairan pleura dan glukosa menjadi rendah sedangkan LDH meningkat. Stadium ini berakhir setelah 7 – 10 hari dan sering membuntuhkan penanganan yang lanjut seperti torakostomi dan pemasangan tube.
3. Stadium 3 disebut juga stadium organisasi (kronik). Terjadi pembentukan kulit fibrinosa pada membrane pleura, membentuk jaringan yang mencegah ekspansi pleura dan membentuk lokulasi intrapleura yang menghalangi jalannya tuba torakostomi untuk drainase. Kulit pleura yang kental terbentuk dari resorpsi cairan dan merupakan hasil dari proliferasi fibroblast. Parenkim paru menjadi terperangkap dan terjadi pembentukan fibrotoraks. Stadium ini biasanya terjadi selama 2 – 4 minggu setelah gejala awal.
2.7  Penatalaksanaan
            Prinsip pengobatan pada empiema :
a. Pengosongan ronga pleura dari nanah
1)      Aspirasi Sederhana
          Dilakukan berulangkali dengan memakai jarum lubang besar. Cara ini cukup baik untuk mengeluarkan sebagian besar pus dari empiema akut atau cairan masih encer. Kerugian teknik seperti ini sering menimbulkan “pocketed” empiema. USG dapat dipakai untuk menentukan lokasi dari pocket empiema. 
2)      Drainase Tertutup
          Pemasangan “Tube Thoracostomy” = Closed Drainage (WSD)
Indikasi pemasangan darin ini apabila nanah sangat kental, nanh berbentuk sudah dua minggu dan telah terjadi pyopneumathoraks. Pemasangan selang jangan terlalu rendah, biasanya diafagma terangkat karena empiema. Pilihlah selang yang cukup besar. Apabila tiga sampai 4 mingu tidak ada kemajuan harus ditempuh dengan cara lain seperti pada empiema kronis.
3)      Drainase Terbuka (open drainage)
          Tindakan ini dikerjakan pada empiema kronis dengan memotong sepenggal iga untuk membuat “jendela”. Cara ini dipilih bila dekortikasi tidak dimungnkinkan dan harus dikerjakan dalam kondisi betul-betul steril.
b. Pemberian antibiotika
Mengingat sebab kematian umumnya karena sepsis, maka pemberian antibiotik memegang peranan yang penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosa diegakkan dan dosisnya harus adekuat. Pilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dari hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan tes kepekaan obat. Bila kuman penyebab belum jelas dapat dipakai Benzil Penicillin dosis tinggi.
c. Penutupan rongga pleura
Empiema kronis gagal menunjukkan respon terhadap drainase selang, maka dilakukan dekortikasi atau thorakoplasti. Jika tidak ditangani dengan baik akan menambah lama rawat inap.
d. Pengobatan kausal
Tergantung penyebabnya misalnya amobiasis, TB, aktinomeicosis, diobati dengan memberikan obat spesifik untuk masing-masing penyakit.
e. Pengobatan tambahan dan Fisioterapi
Dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum
f. Intervensi Keperawatan
1.        Perawatan pada umumnya sama dengan pasien pleuritis, bila dilakukan fungsi plera atau dipasang WSD cara menolong tidak berbeda. Bila penyebab adalah kuman TBC maka, setelah empiema sembuh pasien perlu pengobatan TB.
2.        Bantu pasien mengatasi kondisi, instruksi dalam latihan pernafasan (pernafasan bibir dan pernafasan diagpragmatik )
3.        Berikan perawatan spesifik terhadap metoda drainase pleural.



Perawatan Pasca Pemasangan WSD
  1. Penderita diletakkan pada posisi setengah duduk (+ 30°)
  2. Seluruh sistem drainage : pipa-pipa, botol, harus dalam keadaan rapi, tidak terdapat kericuhan susunan, dan dapat segera dilihat.
  3. pipa yang keluar dari rongga thoraks harus difiksasi ke tubuh dengan plester lebar, jingga mencegah goyangan.
  4. Dengan memakai pipa yang transparan, maka dapat dilihat keluarnya sekret. Harus dijaga bahwa sekret keluar lancar. Bila terlihat gumpalan darah atau lainnya, harus segera diperah hingga lancar kembali.
  5. Setiap hari harus dilakukan kontrol foto torak AP untuk melihat :
-          keadaan paru
-          posisi drain
-          lain kelainan (emphyema, bayangan mediastonim)
  1.  Jumlah sekrit pada botol penampungan harus dihitung :
-          banyaknya sekrit yang keluar (tiap jam – tiap hari)
-          macamnya sekrit yang keluar (pus,darah dan sebagainya)
7.      Pada penderita selalu dilakukan fisioterapi napas
8.       Setiap kelainan pada drain harus segera dikoreksi.

2.8 Komplikasi
       Yang sering timbul adalah vistula Bronchopleura dan komplikasi lainnya. Yang mungkin timbul misalnya syok, sepsis, kegagalan jantung, kongestif, dan otitis media

2.9 Pengobatan
       Tergantung penyebab. Bila karena cocus, berikan penisilin, streptomisin, sefalotin atau kanamisin. Bila telah ada hasil kultur, beri antibiotik yang sesuai. Bila karena tuberkulosis beri obat-obat tuberkulosis.
 Cara konservatif,
1. Aspirasi dengan jarum berulang-berulang. Keluarkan sebanyak-banyaknya, kemudian cuci rongga pleura dengan larutan garam fisiologis. Misalnya dapat dikeluarkan cairan 400 cc, masukkan larutan garam fisiologis sebanyak 200 cc, keluarkan lagi, masukkan lagi larutan garam fisiologis 100 cc dan seterusnya.
2. Aspirasi terus-menerus secara menutup (water sealed draibage).
Bila cairan tidak keluar lagi, penderita harus mengejan atau dikeluarkan dengan pompa. Boleh dilakukan pencucian setiap hari dengan larutan garam fisiologis atau ditambahkan obat-obatan (Lugol dan Jodonasin 2%). Setelah itu masukan obat, misalnya larutan penicillin dalam aqua sampai 1 juta unit. Kadang-kadang cairan empiema ini sangat kental sehingga perlu dihancurkan terlebih dahulu dengan obat-obat mukolitik seperti:
- streptokinase + streptodormase. Masukan ke cavum pleura selama 12 jam, kemudian lakukan lagi.
- Bisolvon.
- Danzen.
3. Aspirasi boleh dilakukan selama 2-3 minggu. Bila cairan tidak mungkin berkurang perlu tindakan bedah yaitu reseksi iga. Iga dipotong 2-3 cm, supaya bisa dimasukkan drain yang lebih besar dan lanjutkan dengan WSD.
       Bila setelah 6-8 minggu tidak ada perbaikan, perlu diadakan operasi torakotomi dan dekortikasi (mengangkat pleura dan kemudian jaringan paru-paru dilekatkan pad dinding toraks). Kadang-kadang jaringan paru-paru telah rusak (terutama pada empiema tuberkulosa) sehingga sukar sembuh, karena itu perlu pleuro-pneumonektomi.

2.10 Pemeriksaan Diagnostik
• Foto dada posisi frontal, lateral, dan dekubitus 
• Kultur darah 
• Computed tomography/USG 
• Apusan nasofaringeal/ sampel sputum 
• Hitung arah lengkap dengan diferensiasi (tidak spesifik namun bisa mencari penyebab infeksi atau diskrasia darah) 
• Torakosenstesis jika etiologi efusi tidak diketahui atau tidak dapat ditentukan dari proses infeksi yang telah dicurigai sebelumnya 
• Pemeriksaan cairan pleura : 
·  Hitung sel darah dan diferensiasi 
·  Protein, laktat dehidrogenase (LDH), glucosa, dan Ph 
·  Kultur bakteri aerob dan anaerob, mikobakteri, fungi, mikoplasma, dan bila ada indikasi disertai dengan pemeriksaan viral patogen. Torakosentesis dapat membantu mengetahui penyebab efusi dan menyingkirkan infeksi. Kekuatan diagnostik yang di ambil dari hasil kultur yang diambil dari torakosentesis adalah lemah, namun tinggi pada anak dengan infeksi yang jelas dan mendapatkan antibiotika lebih dalam waktu 24 jam. Tanpa adanya infeksi, normalnya cairan pleura memiliki berat jenis yang rendah (<1.015) dan protein (<2.5 g/dL), kadar laktat dehidrogenase yang rendah (3 g/dL) dan laktat dehidrogenase yang tinggi (>250 IU/L), pH yang rendah (<7.2), glukosa yang rendah (<40 mg/dL), dan hitung selular yang tinggi dengan banyaknya leukosit polimorfonuklear. Diagnosis empiema ditegakkan bila ditemukan cairan pleura yang purulen, terdeteksi bakteri gram atau adanya hitung sel darah putih lebih dari 5 x 109 sel/l5.
2.11 Cara Pencegahan
        Pencegahan untuk pasien menderita empiema paru hanya dapat mencegah terjadiny factor pencetus Empiema paru, mencegah terjadinya etiologi diatas :
1. Melakukan penatalaksanaan dengan baik pada pasien pneumonia, Abses Paru, TB dan infeksi paru lainnya, agar tidak terjadi empiema paru.
2. Mencegah terjadinya trauma tumor, melakukan penatalksaan sesuai prosedur agar tidak terjadi infeksi ketika pembedahan otak, thorakosentris
3. Mencegah kontaminasi bakteri Staphilococcus Pyogenes,. Terjadi pada semua umur, sering pada anak,Streptococcus Pyogenes, Bakteri gram negatif , dan Bakteri anaerob
2.12 System Layanan Kesehatan Untuk Pasien



2.13 Legal Etis Keperawatan dengan Kasus
Etika berkenaan dengan pengkajian kehidupan moral secara sistematis dan dirancang untuk melihat apa yang harus dikerjakan, apa yang harus dipertimbangkan sebelum tindakan tsb dilakukan, dan ini menjadi acuan untuk melihat suatu tindakan benar atau salah secara moral. Terdapat beberapa prinsip etik dalam pelayanan kesehatan dan keperawatan yaitu :
1.      Autonomy (penentu pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara holistik.
2.      Non Maleficence (do no harm)
Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.
3.      Beneficence (do good)
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.
4.      Justice (perlakuan adil)
Perawat sering mengambil keputusan dengan menggunakan rasa keadilan.
5.      Fidelity (setia)
Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang.
6.      Veracity (kebenaran)
Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran. Sebagian besar anak-anak diajarkan untuk selalu berkata jujur, tetapi bagi orang dewasa, pilihannya sering kali kurang jelas.
Keenam prinsip terebut harus senantiasa menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan dengan klien yang skabies : apakah otonomi klien dihargai,bila klien Nn T menginginkan perawatan dilakukan oleh keluarganya, maka kita izinkan asalakan sebelumnya keluarga klien harus diberikan pengarahan tentang perawatan klien skabies. Apakah keputusan ini mencegah konsekuensi bahaya. apakah tindakan ini bermanfaat,untuk siapa; apakah keputusan ini adil dalam pemberian perawatan, perawat tidak boleh membeda-bedakan klien dari status sosialnya tetapi melihat dari penting atau tidaknya pemberian perawatan untuk klien tersebut. Untuk alasan moral, hak-hak klien harus dihargai dan dilindungi. Hak-hak tersebut menyangkut kehidupan, kebahagiaan, kebebasan, privacy, self-determination, perlakuan adil dan integritas diri.







BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Biodata
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pakerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor registrasi
2.  Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak nafas.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang sering muncul antara lain:
• Sesak napas
• Nyeri dada
• Panas tinggi
• Lemah
4. Riwayat/adanya faktor-faktor penunjang
Merokok, terpapar polusi udara yang berat, riwayat alergi pada keluarga
5. Riwayat yang dapat mencetuskan
Eksaserbasi seperti : Alergen (debu, serbuk kulit, serbuk sari, jamur)
Stress emosional, aktivitas fisik berlebihan
Infeksi saluran nafas
Drop out pengobatan
6. Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing,Pernafasan)
·         Nafas pendek (disepnea sebagai keluhan menonjol pada emphisema)
·         Episode sukar bernafas (asma)
·         Rasa dada tertekan
·         Batuk menetap dan produksi sputum daat banun tidur tiap hari, minimum selama tiga bulan berturut-turut sedikitnya selama dua tahun
·         Sputum banyak sekali (pada bronchitis kronis)
·         Riwayat pneumonia berulang, terpajan polusi pernafasan/zat kimia (rokok, debu/asap, asbes, kain katun, serbuk gergaji)
·         Defisiensi alfa – antitripsin (emphisema)
·         Penggunaan otot bantu pernafasan
·         Buny naffas : redup denga ekspirasi mengi (emfisema)
·         Perkusi : Hipersonan (jebakan udara pada emfisema)
·         Bunyi pekak (konsolidasi, cairan)
·         Kesulitan bicara kalimat / lebih dari 4 – 5 kata
·         Pink buffer (warna kulit normal kalau frekuensi nafas cepat
B2 ( Blood, Kardiovaskuler)
 Gejala ;Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, dizziness, Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
B3( Brain. Persyarafan. Pengindraan)
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal
B4 (Bladder, Perkemihan)
Kebersihan, Jumlah urin, warna urin, gangguan : Anuria, Inkontensia,Nokturia
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine.
B5(Bowel,Pencernaan)
Gejala : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning Anoreksia.
Tanda: Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
 B6( Bone, Muskuluskletal)
Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL
7. Keadaan umum
• Klien kurus, warna kulit tampak pucat
8.  Thorak / paru
• Ispeksi: Dada berbentuk barrel chest, dada anterior menonjol, punggung berbentuk kifosis dorsal, nafas pendek persistem dengan peningkatan dispenia.
• Palpasi: Penurunan fremitus
• Perkusi: Terdapat bunyi datar
• Auskultasi: Pada auskultasi tidak terdengarnya bunyi napas
9.  Interaksi social
• Gejala: kurang dukungan system keluarga ( mungkin melibatkan kelompok umur atau prilaku misal alkoholisme)
• Tanda: perubahan tinggi suara, menolak orang lain untuk memberikan perawatan/ terlibat dalam rehabilitasi.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1.  Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d bronchus spsame, peningkatan produksi secret,kelemahan
2. Pola nafas tak Efektif b.d penurunan Ekspansi paru
3. Gangguan Pertukaran Gas b.d Obstruksi Jalan Nafas sekunder terhadap   penumpukan sekret, Bronchospasme
4. Hipertemi b.d demam, inflamasi bakteri pada pleura
5. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d proses infeksi pada paru
6. Perubahan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Sesak nafas,anoreksia, mual, muntah, efek obat, kelemahan
7. Intoleransi akitivatas b.d kelemahan, anoreksia

3.3 Intervensi dan Implementasi
1.  Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d bronchus spsame, peningkatan produksi secret,kelemahan
Tujuan :
Bersihan Jalan nafas efektif
Secara verbal menyatakan kesulitan bernafas
Penggunaan otot bantu penafasan
Mengi, ronchi, cracles
Batuk (menetap) dengan/tanpa produksi sputum
Kriteria Hasil :
- Bunyi nafas bersih
- Batuk efektif
- Mengi (-), Ronchii (-) Cracles (-)
INTERVENSI
RASIONAL
Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi nafas, kaji dan pantau suara pernafasan
Untuk mengetahui adanya obstruksi jalan nafas, tachipnea merupakan derajat yang ditemukan adanya proses infeksi akut
Kaji frekuensi pernafasan
Proses infeksi akut (tachipnea)
Catat adanya atau derajat dispnea, gelisah, ansietas dan distres pernafasan
Disfungsi pernafasan merupakan tahap proses kronis yang dapat menyebabkan infeksi atau reaksi alergi
Pertahankan lingkungan bebas polusi
Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya: peninggian kepala tempat tidur
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi
Bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Memberikan pasien berbagai cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara
Observasi karakteristik batuk
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml per hari sesuai toleransi jantung
Hidrasi menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran
Memberikan obat sesuai indikasi
Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa

2. Gangguan Pertukaran Gas b.d Obstruksi Jalan Nafas sekunder terhadap penumpukan sekret, Bronchospasme
Tujuan :
Pertukaran gas dapat dipertahankan
Data :
Dispnea, gelisah, ketidakmampuan mengeluarkan sekret, GDA (hipoksia), Perubahan tanda vital, penurunan toleransi aktivitas
Kriteria Hasil :
- Perbaikan sirkulasi dan oksigenasi,
- GDA dalam batas normal,
- Tanda distress pernafasan tidak ada.

INTERVENSI
RASIONAL
Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot bantu pernafasan dan ketidakmampuan bicara karena sesak
Evaluasi derajad distress nafas dan kronis atau tidaknya proses penyakit
Bantu klien untuk mencari posisi yang nenudahkan bernafas, dengan kepala lebih tinggi
Suplai O2 dapat diperbarui dalam latihan nafas agar paru tidak kolaps.
Bantu klien untuk batuk efektif
Batuk efektif membantu mengeluarkan sputum sebagai sumber utama gangguan pertukaran gas.
Auskultasi suara nafas
Suara nafas redup oleh karena adanya penurunan penurunan aliran udara/ konsolidasi. Mengni menunjukkan adanya bronkospasme dan kracles menunjukkan adanya cairan
Palpasi primitus.
Penurunan getarn fibrasi diduga adanya pengumpulan cairan atau udara terjebak
Awasi tanda vital dan irama jantung.
Tachikardia ,disritmia, perubahan tekanan darah dapat menujukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

3. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Sesak nafas,anoreksia, mual, muntah, efek obat, kelemahan.
Tujuan :
Status nutrisi dapat dipertahankan
Data :
Penurunan Berat badan, Intake makanan dan minuman menurun,
mengatakan tidak nafsu makan
Kriteria :
- BB tidak mengalami penurunan
- Intake makanan dan cairan adekuat
- Nafsu makan meningkat/baik
INTERVENSI
RASIONAL
Obserasi intake dan output/8 jam. Jumlah makanan dikonsumsi tiap hari dan timbang BB tiap hari
Mengidentifikasi adanya kemajuan/ penyimpanan dari tujuan yang diharapkan
Ciptakan suasana menyenangkan, lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan:
-          Lakukan perawtan mulut sebelum dan sesudah makan
-          Bersihkan lingkungan tempat penyajian makanan
-          Hindari penggunaan pengharum yang berbau menyengat
-          Lakukan chest fisioterapi dan nebulliser selambat-lambatnya 1 jam sebelum makan
-          Sediakan tempat yang tepat untuk membuang tisu atausecret batuk
Bau-bauan dan pemandangan yang tidak menyenangkan selama waktu makan dapat menyebabkan anoreksia. Obat-obatan yang dberikan segera seelah makan dapat mencetuskan mual dan muntah.
Auskultasi bunyi usus
Penurunan atau hipoaktif bising usus menunjukkan motilitas gaster dan kostipasi yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas dan hipoksemia.
Dorong klien untuk makan diet TKTP
Peningkatan pemenuhan kebutuhan dan kebutuhan pertahanan tubuh
Anjurkan makan dalam prosi kecil dan sering
Distensi abdomen akibat makanan banyak mungkin menriger adanya nyeri
Hindari makan yang mengandung gas.dan minuman karbonat
Dapat menghasilakan distensi abdomen yang menganggu nafas abdomen dan gerakan diagframa yang dapat meningkatan dispnea
Hindari makan yang sangat panas dan dingin
Suhu ekstrim dapat mencetuskan / meningkatkan spasme batuk
Timbang berat badan sesuai indikasi
Berguna untuk menetukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Kolaborasi dengan ahli gizi / nutrisi.
Metode makan dan kebutuhan dengan upaya kalori didasarkan pada kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien /penggunaan energi.



4. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d proses infeksi pada paru
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam nyeri berkurang dan klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang ada
Kriteria hasil :
-          Mengungkapkan rasa nyeri di dada kiri berkurang
-          Dapat bernafas tanpa rasa nyeri
-          anda vital dalam batas normal
-          Hasil laboratorium : Leukosit dalam batas normal
INTERVENSI
RASIONAL
Pantau nadi dan tekanan darah tiap 3 – 4 jam
Identifikasi kemajuan/penyimpangan dari hasil yang diharapkan
Kaji tinkat nyeri dan kemampuan adaptasi
Memantau tingkat nyeri dan respon klien terhadap nyeri yang timbul
Berikan tindakan untuk memberikan rasa nyaman/menurangi nyeri
Berupa relaksasi, distraksi visual, distraksi motorik, pengaturan posisi
Kolaborasi : pemberian analgetik
Mengontrol nyeri dan memblok jalan rangsang nyeri
Konsultasi ke dokter bila nyeri bertambah
Merupakan gejala yang berat yang mungkin timbul

3.4  Evaluasi
1. Bersihan jalan nafas efektif .
2. Pertukaran gas  membaik.
3. Nutrisi Sesuai Dengan Kebutuhan Tubuh
4.Nyeri Berkurang



  
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Empiema merupakan terkumpulnya cairan purulen (pus) didalam rongga pleura. Awalnya, cairan pleura adalah encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi seringkali menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada keadaan di mana paru paru tertutup oleh membrane eksudat yang kental(Somantri.2009). Klasifikasi empiema ada Akut dan Kronis yang dtandai dengan demam, dispnea, Nyeri Plerural, Anoreksia hingga penurunan Berat badan.
4.2 Saran
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, jadi diharapkan untuk para pembaca untuk lebih mengembagkannya lagi. Jadikan makalah ini sebagai pertimbangan pengembangan dari penyakit yang telah dibahas diatas.


Daftar Pustaka
Doenges, Marilynn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta ; EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.1. EGC:Jakarta
Ngastiyah. 1997. Perawatan anak sakit . Jakarta :EGC
Somantri,Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan, Edisi kedua. Jakarta: Salemba Medika
Valen.2010. Asuhan Keperawatan Empiema Paru. http://lavanillate57.wordpress.com/2010/11/11/askep-empiema/. Diakes pada tanggal15 Desember 2011 pukul 10.00
Hari.2011. Konsep Dasar Empiema Paru. http://sidikharipriono.wordpress.com/2011/11/01/empiema-paru/. Diakses Pada tanggal 15 Desember 2011 pukul 13.00
Tia. 2011. Empiema Paru. http://www.dr-thia.com/2011/01/empiema-paru.html. Diakses Pada tanggal 15 Desemebr 2011 pukul 13.40

Tidak ada komentar:

Posting Komentar