Senin, 29 April 2013

Askep Addison Disease



BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Penyakit yang pertama kali ditemukan oleh Addison tahun 1885 ini disebabkan oleh kerusakan jaringan adrenal. Penyakit ini biasanya bersifat autoimun dan autoantibodi adrenal dalam plasma ditemukan pada 75-80% pasien. Penyakit Addison sangat jarang ditemukan. Dari hasil penelitian di Inggris didapatkan hasil dari satu juta orang hanya terjadi 8 kasus saja. Kebanyakan kasus terjadi antara umur 20 sampai 50 tahun, tetapi dapat pula terjadi pada semua umur. Penyakit ini dapat muncul pertama kali sebagai krisis addison dengan demam, nyeri abdomen, kolaps hipotensi, serta pigmentasi kulit dan membran mukosa akibat konsentrasi ACTH yang sangat tinggi dalam sirkulasi.
Area yang sering terkena dini adalah kulit bantalan kuku, jaringan parut dan mukosa bukal. Adanya autoantibodi adrenal merupakan indikator diagnostik yang berguna. Dapat terjadi hiperkalemia, hiponatremia, hipoglikemia dan Na+ urin yang tinggi. Sekitar 50% pasien dengan penyakit addison autoimun memiliki antibodi tiroid yang positif dan feomena endokrin autoimun lainnya. Di negara barat, penyakit autoimun merupakan penyebab sebagian besar insufisiensi adrenal, walaupun di seluruh dunia tuberkulosis, yang menyebabkan infeksi dan selanjutnya fibrosis kelenjar adrenal, tetapi merupakan diagnosis yang sering.

1.2         Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana anatomi dan fisiologi dari kelenjar adrenal ?
1.2.2        Apa definisi dari penyakit addison ?
1.2.3        Apa klasifikasi dari penyakit addison ?
1.2.4        Apa etiologi dari penyakit addison ?
1.2.5        Apa patofisiologi dari penyakit addison ?
1.2.6        Apa manifestasi klinis dari penyakit addison ?
1.2.7        Bagaimana pemeriksaan penunjang dari penyakit addison  ?
1.2.8        Bagaimana penetalaksanaan medis dari penyakit addison ?
1.2.9        Apa komplikasi dari penyakit addison ?
1.2.10    Bagaimana cara mencegah penyakit addison ?
1.2.11    Bagaimana hasil penelitian kasus dengan pasien penyakit addison ?
1.2.12    Bagaimana legal etisnya ?
1.2.13    Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit addison ?

1.3         Tujuan
1.3.1        Umum
1.3.1.1   Untuk mengetahui Hernia dan asuhan keperawatan pada pasien dengan Hernia.
1.3.2        Khusus
1.3.2.1           Mengetahui anatomi dan fisiologi kelenjar adrenal.
1.3.2.2           Mengetahui definisi dari penyakit addison.
1.3.2.3           Mengetahui klasifikasi dari penyakit addison.
1.3.2.4           Mengetahui etiologi dari penyakit addison.
1.3.2.5           Mengetahui patofisiologi dari penyakit addison.
1.3.2.6           Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit addison.
1.3.2.7           Mengetahui pemeriksaan penunjang dari penyakit addison.
1.3.2.8           Mengetahui penetalaksanaan medis dari penyakit addison.
1.3.2.9           Mengetahui komplikasi dari penyakit addison.
1.3.2.10       Mengetahui cara mencegah penyakit addison.
1.3.2.11       Mengetahui hasil penelitian penyakit addison.
1.3.2.12       Mengetahui legal etis.
1.3.2.13       Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit addison.

1.4  Manfaat
Dari makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca dapat memahami pengertian dan asuhan keperawatan dari penyakit addison. Dan dapat mencegah terjadinya penyakit tersebut. Mengetahui tanda dan gejala sehingga kita sebagai perawat mampu bertindak sesuai dengan asuhan keperawatan.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1         Anatomi Fisiologi










Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal, terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan serta berada di luar (ekstra) peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi (melekat) pada kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri berbentuk seperti bulan sabit, menempel pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub atas sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Kelenjar adrenal mempunyai berat lebih kurang 8 gr, tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen yang mengandung jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar ini dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar.
Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri yang masuk pada beberapa tempat di sekitar bagian tepinya. Ketiga kelompok utama arteri adalah arteri suprarenalis superior, berasal dari arteri frenika inferior; arteri suprarenalis media, berasal dari aorta ; dan arteri suprarenalis inferior, berasal dari arteri renalis. Berbagai cabang arteri membentuk pleksus subkapsularis yang mencabangkan tiga kelompok pembuluh: arteri dari simpai; arteri dari kortex, yang banyak bercabang membentuk jalinan kapiler diantara sel-sel parenkim (kapiler ini mengalir ke dalam kapiler medulla); dan arteri dari medulla, yang melintasi kortex sebelum pecah membentuk bagian dari jalinan kapiler luas dari medulla. Suplai vaskuler ganda ini memberikan medulla dengan darah arteri (melalui arteri medularis) dan darah vena (melalui arteri kortikalis). Endotel kapiler ini sangat tipis dan diselingi lubang-lubang kecil yang ditutupi diafragma tipis. Di bawah endotel terdapat lamina basal utuh. Kapiler dari medulla bersama dengan kapiler yang mensuplai kortex membentuk vena medularis, yang bergabung membentuk vena adrenal atau suprarenalis.

Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari:
1.        Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam
2.        Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein
3.        Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid
Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :






1.      Medula Adrenal
Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada medulla adrenal akan menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine. Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen terpenuhi. Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh). Katekolamin juga menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar glukosa darah.
2.      Korteks Adrenal
Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3 kelompok hormon:
a.         Glukokortikoid.
Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa; peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal. Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada cedera jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus, osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah protein menjadi karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.
b.         Mineralokortikoid
Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal yang cenderung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatur keseimbangan natrium jangka panjang.
c.         Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen)
Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok hormon androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno Genital.

2.2         Definisi



 







Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada semua kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini di karakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah rendah dan adakalanya penggelapan kulit pada kedua bagian-bagian tubuh yang terbuka dan tidak terbuka.
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon – hormon korteks adrenal (Soediman, 1996).
Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik, biasanya auto imun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994).
Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. (Bruner, dan Suddart Edisi 8 hal 1325).
Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan pada kelenjar adrenal (Black, 1997). Penyakit Addison (juga dikenal sebagai kekurangan adrenalin kronik, hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka dimana kelenjar adrenalin memproduksi hormon steroid yang tidak cukup.
Penyakit Addison juga dikenal sebagai kekurangan adrenal kronik, atau hipokortisolism (hypocortisolism) adalah masalah endokrine . Diperkirakan  sekitar 1 hingga 5 setiap 100,000 orang. Ia berlaku apabila kelenjar adrenal, terletak di atas buah pinggang, gagal menghasilkan hormon kortisol mencukupi dan kadang kala , hormon aldosterone.
Addison Disease (AD) terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon korteks adrenal. Penyebab terbanyak (75%) atrofi otoimun dan idiopatik, penyebab lain: operasi dua keelenjar adrenal atau infeksi kelenjar adrenal, TB kelenjar adrenal, sekresi ACTH tidak adekuat. Penghentian mendadak terapi hormon adrenokortika akan menekan respon normal tubuh terhadap stress dan menggangu mekanisme umpan balik normal. Terapi kortikosteroid selama dua sampai empat minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal.

2.3         Etiologi
Etiologi dari penyakit Addison antara lain (Ilmu Penyakit Dalam I edisi 3, 1996 ) :
1.      Autoimmune ( Idiopatik )
Penyakit Addison karena proses autoimun didapatkan pada 75% dari penderita. Secara histologik tidak didapatkan 3 lapisan korteks adrenal, tampak bercak-bercak fibrosis dan infiltrasi limfosit korteks adrenal . Pada serum penderita didapatkan antibodi adrenal yang dapat diperiksa dengan cara Coons test, ANA test, serta terdapat peningkatan imunoglobulin G.
2.      Pengangkatan kelenjar adrenal.
3.      Infeksi pada kelenjar adrenal.
4.      Tuberkulosis.
Kerusakan kelenjar Adrenal akibat tuberkulosis didapatkan pada 21% dari penderita. Tampak daerah nekrosis yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan serbukan sel-sel limfosit, kadang kadang dapat dijumpai tuberkel serta kalsifikasi Seringkali didapatkan proses tuberkulosis yang aktif pada organ-organ lain, misalnya tuberkulosis paru, tuberkulosis genito-urinari, tuberkulosis vertebrata (Pott s disease), hati, limpa serta kelenjar limpa.
5.      Isufiensi ACTH Hipofise

2.4         Patofisiologi
Penyakit addison atau insufiensi adrenokortikal, terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal. Atrofi autoimun atau idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan penyebab pada 75%  kasus penyakit addison ( Stern & Tuck, 1994 ). Penyebab lainnya mencakup operasi peningkatan kelenjar adrenal atau infeksi yang paling sering di temukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan tuberkulosis sebagai pentebab penyakit addison, namun penigkatan tuberkulosis yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi kedalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH ynag tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Kerusakan pada korteks adrenal mempengaruhi insufisiensi kortisol yang menyebabkan hilangnya glukoneogenesis, glikogen hati menurun yang mengakibatkan hipoglikemia, insufisiensi kortisol mengakibatkan ACTH dan  sehingga merangsang sekresi melanin meningkat sehingga timbul®MSH  hiperpigmentasi. Defisiensi aldosteron dimanifestasikan dengan peningkatan kehilangan natrium melalui ginjal dan peningkatan reabsorpsi kalium oleh ginjal kekurangan garam dapat dikaitkan dengan kekurangan air dan volume. Penurunan volume plasma yang bersirkulasi akan dikaitkan dengan kekurangan air dan volume mengakibatkan hipotensi.

2.5         Manifestasi Klinis
1.        Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, hipotensi, dan hipoglikemi.
2.        Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih.
3.        Hiperpigmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku.
4.        Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan.
5.        Hipotensi arterial (TD : 80/50 mmHg/kurang).
6.        Abnormalitas fungsi gastrointestinal.
7.        Pusing
8.        Keringat dingin
9.        Gemeter
10.    Penurunan kesadaran
11.    Dehidrasi
12.    Cemas

2.6         Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan darah menunjukkan adanya kekurangan kortikosteroid (terutama kortisol), kadar natrium yang rendah dan kadar kalium yang rendah.
2.      Penilaian fungsi ginjal (misalnya pemeriksaan darah untuk nitrogen dan kreatinin), biasanya menunjukkan bahwa ginjal tidak bekerja dengan baik.
3.      Rontgen
4.      CT Scan : menunjukkan adanya pengapuran pada kelenjar adrenal.
5.      EKG
6.      Tes stimulating ACTH : kortisol darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendekcepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
7.      Tes Stimulating CRH : ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak hadir / penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.

2.7         Penatalaksanaan
Pengobatan di arahkan untuk mengatasi syok :
1.        Apapun penyebabnya, penyakit Addison bisa berakibat fatal dan harus diobati dengan kortikosteroid.
2.        Biasanya pengobatan bisa dimulai dengan pemberian prednison per-oral (ditelan). Jika sakitnya sangat berat, pada awalnya diberikan kortisol intravena kemudian dilanjutkan dengan tablet prednison.
3.        Sebagian besar penderita juga harus mengkonsumsi 1-2 tablet fludrokortison/hari untuk membantu mengembalikan ekskresi natrium dan kalium yang normal.
4.        Pada akhirnya pemberian fludrokortison bisa dikurangi atau dihentikan, diganti dengan prednison yang diberikan setiap hari sepanjang hidup penderita.
5.        Jika tubuh mengalami stres (terutama karena penyakit), mungkin diperlukan dosis prednison yang lebih tinggi.
6.        Pengobatan harus terus dilakukan sepanjang hidup penderita, tetapi prognosisnya baik.
Literatur lain mengatakan :
1.        Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 – 50 mg/hr
2.        Hidrkortison (solu – cortef) disuntikan secara IV
3.        Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
4.        Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
5.        Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral

2.8         Komplikasi
1.    Diabetus mellitus
2.    Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
3.    Ca Paru
4.    Sepsis
5.    Hiperkalemia
6.    Dehidrasi
7.    Kolaps Sirkulasi

2.9         Hasil Penelitian Berhubungan dengan Kasus
Tujuan:
Untuk mempelajari pengaruh terapi pengganti glukokortikoid terhadap kepadatan mineral tulang.
Desain:
Cross-sectional.
Tempat:
Rumah sakit Universitas di Belanda.

Pasien:
91 pasien dengan penyakit Addison yang telah menerima terapi pengganti glukokortikoid selama rata-rata 10,6 tahun (kisaran, 0,5-36,5 tahun).
Pengukuran: Kepadatan mineral tulang dari tulang belakang lumbar dan kedua leher femoralis menggunakan x-ray absorptiometer dual-energi dan konsentrasi serum basal adrenocorticotropin, hormon gonad, dan androgen adrenal.
Hasil:
Penurunan densitas mineral tulang (<2 standar deviasi [SD] dari nilai rata-rata dengan usia-sesuai populasi acuan) ditemukan pada 10 dari 31 pria (32%, 95% CI, 17% sampai 51%) dan 4 dari 60 wanita (7%, CI, 2% sampai 16%). Tidak ada statistik perbedaan signifikan yang ditemukan antara pria dan wanita berkaitan dengan usia, durasi substitusi glukokortikoid, atau dosis glukokortikoid, baik dalam jumlah absolut atau bila dinyatakan per kilogram berat badan. Namun, pada pria dengan penurunan kepadatan mineral tulang, dosis hidrokortison harian per kilogram berat badan (0,43 ± 0,08 mg / kg; mean ± SD) secara signifikan (P = 0,032) lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki dengan kepadatan mineral tulang yang normal (0,35 ± 0.10 mg / kg). Setelah koreksi untuk variabel pengganggu mungkin, hubungan linier yang signifikan ditemukan antara dosis hidrokortison per kilogram berat badan dan kepadatan mineral tulang tulang belakang lumbal pada laki-laki (koefisien regresi, -0,86, CI, -1.60 sampai -0.13, P = 0,029 ) tetapi tidak pada wanita.
Kesimpulan:
Pengobatan jangka panjang dengan dosis penggantian standar glukokortikoid dapat menyebabkan keropos tulang pada pria dengan penyakit Addison. Penyesuaian terapi glukokortikoid dengan dosis terendah diterima adalah wajib pada penyakit Addison, dan pengukuran rutin kepadatan mineral tulang mungkin membantu dalam mengidentifikasi laki-laki berisiko untuk pengembangan osteoporosis.

2.10     Legal Etis
a.    Nilai
Keyakinan (beliefs) mengenai arti dari suatu ide, sikap, objek, perilaku, dll yang menjadi standar dan mempengaruhi prilaku seseorang.
Nilai menggambarkan cita-cita dan harapan-harapan ideal dalam praktik keperawatan.
b.    Etik
Kesepakatan tentang praktik moral, keyakinan, sistem nilai, standar perilaku individu dan atau kelompok tentang penilaian terhadap apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, apa yang merupakan kebajikan dan apa yang merupakan kejahatan, apa yang dikendaki dan apa yang ditolak.
c.       Etika Keperawatan
Kesepakatan/peraturan tentang penerapan nilai moral dan keputusan- keputusan yang ditetapkan untuk profesi keperawatan (Wikipedia, 2008).
d.      Prinsip Etik
1.    Respect (Hak untuk dihormati)
Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien
2.    Autonomy (hak pasien memilih)
Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya
3.    Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)
Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/ orang lain dan secara aktif berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasiennya
4.    Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain).
kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau cidera
Prinsip :
Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkab nyeri atau penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain berdaya dan melukai perasaaan orang lain.
5.    Confidentiality (hak kerahasiaan)
Menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang dipercayakan pasien kepada perawat.
6.    Justice (keadilan)
Kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil sendiri berarti tidak memihak atau tidak berat sebelah.
7.    Fidelity (loyalty/ketaatan)
-          Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawab terhadap kesepakatan yang telah diambil
-          Era modern , pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidak hanya pada satu profesi). 80% kebutuhan pt dipenuhi perawat
-          Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku
-          Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yang disepakati.
8.    Veracity (Truthfullness & honesty)
-       Kewajiban untuk mengatakan kebenaran.
-       Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent
-       Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu mengutarakan kebenaran.

















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1    Pengkajian
1.         Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.

2.         Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah.

3.         Riwayat Penyakit Saat Ini
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala awal : kelemahan, fatiq, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg)

4.         Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca paru, payudara dan limpoma

5.         Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama / penyakit autoimun yang lain.

6.         Pemeriksaan Fisik (Review of System)
B1 (Breath)
Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung, Terdapat pergesekan dada tinggi, resonan, terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi.


B2 (Blood)
Ictus kordis tidak tampak, Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra, redup, suara jantung melemah.

B3 (Brain)
Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan, cemas, koma (dalam keadaan krisis).

B4 (Bladder)
Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin.

B5 (Bowel)
Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen

B6 (Bone)
-       Ekstremitas atas : terdapat nyeri
-       Ekstremitas bawah : terdapat nyeri
-       Penurunan tonus otot

3.2    Diagnosa Keperawatan
1.      Kekurangan volume cairan berhubngan dengan kelebihan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal
2.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual/muntah
3.      Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolisme, perubahan kimia tubuh, ketidakseimbangan cairan elektrolit, dan glukosa
4.      Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan menurunnya lairan darah vena dan berubahnya kecepatan, irama dan konduksi jantung






3.3         Intervensi Keperawatan
1.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelebihan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria Hasil :
-          Pengeluaran urin adekuat (1cc/kgBB/jam0
-          TTV dalam batas normal (N:80-100 x/mnt S: 36-370C , TD: 120/80 mmHg
-          CRT < 3 det
-          Turgor kulit elastis
-          Membrane mukosa lembab
-          Warna kulit tidak pucat
-          Rasa haus tidak ada
-          BB ideal: (TB-100)-10%(TB-100)

Intervensi
Rasional
-        Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pd perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer




-       Ukur dan timbang BB setiap hari


-       Kaji pasien mengenai adanya rasa haus, kelelahan, nadi jelek, membran mukosa kering dan catat warna kulit dan temperatur
-       Periksa adanya perubahan dalam status mental dan sensori.

-       Auskultasi bising usus. Catat dan laporkan adanya mual, muntah dan diare.




-       Berikan perawatan mulut secara teratur



-       Anjurkan cairan oral diatas 3000ml/hari sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan klien-tanda kelelahan, krekels, udema dan peningkatan frekuensi jantung
-       Observasi adanya tanda-tanda kelelahan, krekels, edema.

-       Kolaborasi : osmolalitas serum, natrium, dan kalium
-       Hipotensi postural merupakan bagian hipovolemia akibat kekurangan hormon aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kortisol. Nadi mungkin melemah yang dengan mudah dapat menghilang

-       Memberikan perkiraan kebutuhan akan penggantian volume cairan dan keefektifan pengobatan
-       Untuk mengidentasikan berlanjutnya hipovolemia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti

-       Dehidresi berat menurunkan curah jantung dan perfusi jaringan terutama jaringan otak
-       Kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilamgan cairan dan elektrolit mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi

-       Membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibatt dehidrasi dan mempertahankan kerusakan membran mukosa
-       Adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi saluran cerna tsb memungkinkan untuk memberikan cairan dan elektrolit melalui oral

-       Peningkatan cairan yang cepat dpt menimbulkan GJK pd adanya regangan jantung
-       Adanya peningkatan merupakn indikasi adanya dehidrasi, hiponatremia indikasi kehilangan urine berlebih sementara kalium tertahan dapat mengakibatkan hiperkalemia

2.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual/muntah
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat.
Kriteria Hasil :
-          Tidak ada mual muntah
-          BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)
-           Anoreksia (-)
-          Bising usus: 5-12x/mnt
-          TTV dalam batas normal (N: 80-100x/mnt, TD: 120/80mmHg, S: 36-370C, RR 16-24 x/menit)

Intervensi
Rasional
-        Catat adanya kulit yang dingin atau basah, perubahan tingkat kesadaran, nadi yang cepat, nyeri kepala, sempoyongan

-        Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau tidak sedap, tidak terlalu ramai, udara yang tidak nyaman
-        Berikan informasi tentang menu pilihan


-        Pertahankan status puasa sesuai indikasi



-        Lakukan pemeriksaan terhadap kadar gula darah sesuai indikasi


-        Berikan glukosa IV dan obat-obatan sesuai indikasi
-        Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian glukosa dan pemberian tambahan glukokortikoid
-        Dapat meningkatkan napsu makan dan memperbaiki masukan makanan


-        Perencanaan menu yang disukai dapat menstimulasi napsi makan dan meningkatkan pemasukan makanan
-        Mengistirahatkan gastrointestinal, mengurangi rasa tidak enak dan kehilangan cairan dan elektrolit b.d muntah
-        Mengkaji kadar gula darah dan kebutuhan terapi, jika menurun sebaiknya pemberian glukokortikoid dikaji kembali
-        Memperbaiki hipoglikemia, memberi sumber energi untuk fungsi seluler

3.      Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolisme, perubahan kimia tubuh, ketidakseimbangan cairan elektrolit, dan glukosa
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat beraktivitas secara normal
Kriteria Hasil :
-       Menyatakan mampu untuk beristirahat
-       Peningkatan tenaga
-       Mnunjukkan peningkatan kemampuan
-       Berpartisipasi dalam aktivitas
-       TTV dalam batas normal (N: 80-100x/mnt, TD: 120/80mmHg, S: 36-370C, RR 16-24 x/menit)
Intervensi
Rasional
-        Kaji tingkat kelemahan  klien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan klien
-        Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas. Obsv adanya takikardia, hipotensi perifer yang dingin
-        Sarankan pasien untuk menentukan masa/periode antara istirahat dan melaukan aktivitas
-        Diskusikan cara menghemat tenaga
-        Pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga, kelelahan otot menjadi terus memburuk setiap hari
-        Kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai akibat sterss aktivitas jika curah jantung terus meningkat
-        Mengurangi kelelahan dan mencegah ketegangan pada jantung

-        Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan mengurangi pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang di lakukannya

4.      Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan menurunnya lairan darah vena dan berubahnya kecepatan, irama dan konduksi jantung
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, menunjukkan curah jantung yang adekuat.
Kriteria Hasil :
-            TTV dalam batas normal (N: 80-100x/mnt, TD: 120/80mmHg, S: 36-370C, RR 16-24 x/menit)
-            Nadi perifer teraba dengan baik
-            Pengisian kapiler cepat dan statua mental baik
Intervensi
Rasional
-       Pantau tanda vital : Fj, irama jantung, dan catat adanya disratmia

-       Lakukan pengukuran CVP


-       Pantau suhu tubuh catat bila ada yang mencolok dan tiba-tiba



-       Teliti adanya perubahan mental dan laporkan adanya perubahan nyeri pada abdomen, daerah punggung dan kaki
-       Ukur jumlah haluaran urine



-       Kolaborasi :
Berikan cairann, darah, larutan Nacl, dan volume ekspander melalui IV sesuai kebutuhan

Berikan pengobatan sesuai indikasi, vassopresor


Berikan O2
-     Peningkatan Fj merupakan manifestasi awal sebagai kompensasi hipovolemia dan kegagalan otot jantung
-     CVP memberikan gambaran pengukuran yang langsung terhadap volume cairan dan berkembangnya komplikasi
-     Hiperpireksia yang tiba-tiba dapat terjadi yang di ikuti oleh hipotermia sebagai akibat dari ketidakseimbangan hormonal, cairan, dan elektrolit yang mempengaruhi FJ dan curah jantung
-     Perubahan mental merup[akan cerminan dari penurunan curah jantung/serebral/ dan perfusi perifer/ serangan hipoglikemia
-     Walaupun biasanya ada poliuria, penurunan haluaran urine menggambarkan penurunan perfusi ginjal oleh penurunan curah jantung

Dapat memperbaiki volume sirkulasi



Peningkaran tahanan vaskuler perifer dan arus balik vena akan meningkatkan curah jantung/TD

Kadar oksigen yang maksimal dapat membantu menurunkan kerja jantung.







BAB IV
PENUTUP
4.1         Kesimpulan
4.2         Saran