BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Penyakit
yang pertama kali ditemukan oleh Addison tahun 1885 ini disebabkan oleh
kerusakan jaringan adrenal. Penyakit ini biasanya bersifat autoimun dan
autoantibodi adrenal dalam plasma ditemukan pada 75-80% pasien. Penyakit
Addison sangat jarang ditemukan. Dari hasil penelitian di Inggris didapatkan
hasil dari satu juta orang hanya terjadi 8 kasus saja. Kebanyakan kasus terjadi
antara umur 20 sampai 50 tahun, tetapi dapat pula terjadi pada semua umur.
Penyakit ini dapat muncul pertama kali sebagai krisis addison dengan demam,
nyeri abdomen, kolaps hipotensi, serta pigmentasi kulit dan membran mukosa
akibat konsentrasi ACTH yang sangat tinggi dalam sirkulasi.
Area
yang sering terkena dini adalah kulit bantalan kuku, jaringan parut dan mukosa
bukal. Adanya autoantibodi adrenal merupakan indikator diagnostik yang berguna.
Dapat terjadi hiperkalemia, hiponatremia, hipoglikemia dan Na+ urin
yang tinggi. Sekitar 50% pasien dengan penyakit addison autoimun memiliki
antibodi tiroid yang positif dan feomena endokrin autoimun lainnya. Di negara
barat, penyakit autoimun merupakan penyebab sebagian besar insufisiensi
adrenal, walaupun di seluruh dunia tuberkulosis, yang menyebabkan infeksi dan
selanjutnya fibrosis kelenjar adrenal, tetapi merupakan diagnosis yang sering.
1.2
Rumusan
Masalah
1.2.1
Bagaimana
anatomi dan fisiologi dari kelenjar adrenal ?
1.2.2
Apa
definisi dari penyakit addison ?
1.2.3
Apa
klasifikasi dari penyakit addison ?
1.2.4
Apa
etiologi dari penyakit addison ?
1.2.5
Apa
patofisiologi dari penyakit addison ?
1.2.6
Apa
manifestasi klinis dari penyakit addison ?
1.2.7
Bagaimana
pemeriksaan penunjang dari penyakit addison
?
1.2.8
Bagaimana
penetalaksanaan medis dari penyakit addison ?
1.2.9
Apa
komplikasi dari penyakit addison ?
1.2.10
Bagaimana
cara mencegah penyakit addison ?
1.2.11
Bagaimana
hasil penelitian kasus dengan pasien penyakit addison ?
1.2.12
Bagaimana
legal etisnya ?
1.2.13
Bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit addison ?
1.3
Tujuan
1.3.1
Umum
1.3.1.1
Untuk mengetahui Hernia dan asuhan keperawatan pada pasien dengan Hernia.
1.3.2
Khusus
1.3.2.1
Mengetahui
anatomi dan fisiologi kelenjar adrenal.
1.3.2.2
Mengetahui
definisi dari penyakit addison.
1.3.2.3
Mengetahui
klasifikasi dari penyakit addison.
1.3.2.4
Mengetahui
etiologi dari penyakit addison.
1.3.2.5
Mengetahui
patofisiologi dari penyakit addison.
1.3.2.6
Mengetahui
manifestasi klinis dari penyakit addison.
1.3.2.7
Mengetahui
pemeriksaan penunjang dari penyakit addison.
1.3.2.8
Mengetahui
penetalaksanaan medis dari penyakit addison.
1.3.2.9
Mengetahui
komplikasi dari penyakit addison.
1.3.2.10 Mengetahui cara mencegah penyakit addison.
1.3.2.11 Mengetahui hasil penelitian penyakit addison.
1.3.2.12 Mengetahui legal etis.
1.3.2.13 Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit addison.
1.4 Manfaat
Dari makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca dapat memahami
pengertian dan asuhan keperawatan dari penyakit addison. Dan dapat mencegah
terjadinya penyakit tersebut. Mengetahui tanda dan gejala sehingga kita sebagai
perawat mampu bertindak sesuai dengan asuhan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Anatomi Fisiologi
Kelenjar adrenal adalah sepasang
organ yang terletak dekat kutub atas ginjal, terbenam dalam jaringan lemak.
Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan serta berada di luar (ekstra)
peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi
(melekat) pada kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri berbentuk
seperti bulan sabit, menempel pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub atas
sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia panjangnya 4-6
cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Kelenjar adrenal mempunyai berat lebih
kurang 8 gr, tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan
fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen
yang mengandung jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar ini dibungkus
oleh kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke dalam
kelenjar.
Kelenjar adrenal disuplai oleh
sejumlah arteri yang masuk pada beberapa tempat di sekitar bagian tepinya.
Ketiga kelompok utama arteri adalah arteri suprarenalis superior, berasal dari
arteri frenika inferior; arteri suprarenalis media, berasal dari aorta ; dan
arteri suprarenalis inferior, berasal dari arteri renalis. Berbagai cabang
arteri membentuk pleksus subkapsularis yang mencabangkan tiga kelompok
pembuluh: arteri dari simpai; arteri dari kortex, yang banyak bercabang
membentuk jalinan kapiler diantara sel-sel parenkim (kapiler ini mengalir ke
dalam kapiler medulla); dan arteri dari medulla, yang melintasi kortex sebelum
pecah membentuk bagian dari jalinan kapiler luas dari medulla. Suplai vaskuler
ganda ini memberikan medulla dengan darah arteri (melalui arteri medularis) dan
darah vena (melalui arteri kortikalis). Endotel kapiler ini sangat tipis dan
diselingi lubang-lubang kecil yang ditutupi diafragma tipis. Di bawah endotel
terdapat lamina basal utuh. Kapiler dari medulla bersama dengan kapiler yang
mensuplai kortex membentuk vena medularis, yang bergabung membentuk vena
adrenal atau suprarenalis.
Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari:
1.
Mengatur
keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam
2.
Mengatur
atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein
3.
Mempengaruhi
aktifitas jaringan limfoid
Kelenjar suprarenalis ini terbagi
atas 2 bagian, yaitu :
1. Medula Adrenal
Medula
adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut
saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada
medulla adrenal akan menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine
dan norepinephrine. Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan
katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-sumber
endogen terpenuhi. Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang
dalam persiapan untuk memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh).
Katekolamin juga menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan kecepatan
metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar glukosa darah.
2. Korteks Adrenal
Korteks
adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona
retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3
kelompok hormon:
a.
Glukokortikoid.
Hormon ini
memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa; peningkatan
hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoid disekresikan
dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior
hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari
korteks adrenal. Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon
inflamasi pada cedera jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek samping
glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus, osteoporosis,
ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang mengakibatkan atrofi otot
serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan
berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah protein menjadi
karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.
b.
Mineralokortikoid
Mineralokortikoid
pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro intestinal untuk
meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan
ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH.
Hormon ini terutama disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II
dalam aliran darah. Kenaikan kadar aldesteron
menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro
intestinal yang cenderung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal.
Pelepasan aldesteron juga ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatur
keseimbangan natrium jangka panjang.
c.
Hormon-hormon
seks Adrenal (Androgen)
Androgen
dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula adrenalis
dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok hormon
androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria. Kelenjar
adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks
wanita. Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan
secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada kelainan
bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno Genital.
2.2
Definisi
Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau
hormon yang terjadi pada semua kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama
rata. Penyakit ini di karakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan
otot, kelelahan, tekanan darah rendah dan adakalanya penggelapan kulit pada
kedua bagian-bagian tubuh yang terbuka dan tidak terbuka.
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat
fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon –
hormon korteks adrenal (Soediman, 1996).
Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena
penyakit destruktif atau atrofik, biasanya auto imun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994).
Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan
hormon – hormon korteks adrenal. (Bruner, dan Suddart Edisi 8 hal 1325).
Penyakit
Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan pada kelenjar
adrenal (Black,
1997). Penyakit Addison (juga dikenal sebagai kekurangan adrenalin
kronik, hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka
dimana kelenjar adrenalin memproduksi hormon steroid yang
tidak cukup.
Penyakit
Addison juga dikenal sebagai kekurangan adrenal kronik, atau hipokortisolism
(hypocortisolism) adalah masalah endokrine . Diperkirakan sekitar 1
hingga 5 setiap 100,000 orang. Ia berlaku apabila kelenjar adrenal, terletak di
atas buah pinggang, gagal menghasilkan hormon kortisol mencukupi dan kadang
kala , hormon aldosterone.
Addison
Disease (AD) terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon korteks adrenal. Penyebab terbanyak (75%) atrofi otoimun dan idiopatik,
penyebab lain: operasi dua keelenjar adrenal atau infeksi kelenjar adrenal, TB
kelenjar adrenal, sekresi ACTH tidak adekuat. Penghentian mendadak terapi
hormon adrenokortika akan menekan respon normal tubuh terhadap stress dan
menggangu mekanisme umpan balik normal. Terapi kortikosteroid selama dua sampai
empat minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal.
2.3
Etiologi
Etiologi dari penyakit Addison
antara lain (Ilmu Penyakit Dalam I edisi 3, 1996 ) :
1. Autoimmune (
Idiopatik )
Penyakit Addison karena proses
autoimun didapatkan pada 75% dari penderita. Secara histologik tidak didapatkan
3 lapisan korteks adrenal, tampak bercak-bercak fibrosis dan infiltrasi
limfosit korteks adrenal . Pada serum penderita didapatkan antibodi adrenal
yang dapat diperiksa dengan cara Coons
test, ANA test, serta terdapat peningkatan imunoglobulin G.
2. Pengangkatan
kelenjar adrenal.
3. Infeksi pada
kelenjar adrenal.
4. Tuberkulosis.
Kerusakan
kelenjar Adrenal akibat tuberkulosis didapatkan pada 21% dari penderita. Tampak daerah nekrosis yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan serbukan
sel-sel limfosit, kadang kadang dapat dijumpai tuberkel serta kalsifikasi
Seringkali didapatkan proses tuberkulosis yang aktif pada organ-organ lain,
misalnya tuberkulosis paru, tuberkulosis genito-urinari, tuberkulosis
vertebrata (Pott s disease),
hati, limpa serta kelenjar limpa.
5. Isufiensi
ACTH Hipofise
2.4
Patofisiologi
Penyakit addison atau insufiensi
adrenokortikal, terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal. Atrofi autoimun atau
idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan penyebab pada 75% kasus
penyakit addison ( Stern & Tuck, 1994 ). Penyebab lainnya mencakup operasi
peningkatan kelenjar adrenal atau infeksi yang paling sering di temukan dan
menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan
histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan
kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses
autoimun telah menggantikan tuberkulosis sebagai pentebab penyakit addison,
namun penigkatan tuberkulosis yang terjadi akhir-akhir ini harus
mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi kedalam daftar diagnosis. Sekresi
ACTH ynag tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan
insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Kerusakan
pada korteks adrenal mempengaruhi insufisiensi kortisol yang menyebabkan
hilangnya glukoneogenesis, glikogen hati menurun yang mengakibatkan
hipoglikemia, insufisiensi kortisol mengakibatkan ACTH dan sehingga merangsang sekresi melanin meningkat
sehingga timbul®MSH
hiperpigmentasi. Defisiensi aldosteron dimanifestasikan dengan
peningkatan kehilangan natrium melalui ginjal dan peningkatan reabsorpsi kalium
oleh ginjal kekurangan garam dapat dikaitkan dengan kekurangan air dan volume.
Penurunan volume plasma yang bersirkulasi akan dikaitkan dengan kekurangan air
dan volume mengakibatkan hipotensi.
2.5
Manifestasi
Klinis
1.
Gejala
awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, hipotensi,
dan hipoglikemi.
2.
Astenia
(gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih.
3.
Hiperpigmentasi
: menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari, biasanya
pada kulit buku jari, lutut, siku.
4.
Rambut
pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan.
5.
Hipotensi
arterial (TD : 80/50 mmHg/kurang).
6.
Abnormalitas
fungsi gastrointestinal.
7.
Pusing
8.
Keringat dingin
9.
Gemeter
10. Penurunan
kesadaran
11. Dehidrasi
12. Cemas
2.6
Pemeriksaan
Penunjang
1. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya
kekurangan kortikosteroid (terutama kortisol), kadar natrium yang rendah dan
kadar kalium yang rendah.
2. Penilaian fungsi ginjal (misalnya
pemeriksaan darah untuk nitrogen dan kreatinin), biasanya menunjukkan bahwa
ginjal tidak bekerja dengan baik.
3. Rontgen
4. CT Scan : menunjukkan adanya pengapuran pada
kelenjar adrenal.
5. EKG
6. Tes stimulating ACTH : kortisol
darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH
diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendekcepat. Penyukuran
cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH
adalah suatu kenaikan tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
7. Tes Stimulating CRH : ketika respon
pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH “Panjang”
diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes
ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur
sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien
dengan ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun
tidak hadir / penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon
ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH
menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.
2.7
Penatalaksanaan
Pengobatan
di arahkan untuk mengatasi syok :
1.
Apapun
penyebabnya, penyakit Addison bisa berakibat fatal dan harus diobati dengan
kortikosteroid.
2.
Biasanya
pengobatan bisa dimulai dengan pemberian prednison per-oral (ditelan). Jika
sakitnya sangat berat, pada awalnya diberikan kortisol intravena kemudian
dilanjutkan dengan tablet prednison.
3.
Sebagian
besar penderita juga harus mengkonsumsi 1-2 tablet fludrokortison/hari untuk
membantu mengembalikan ekskresi natrium dan kalium yang normal.
4.
Pada
akhirnya pemberian fludrokortison bisa dikurangi atau dihentikan, diganti
dengan prednison yang diberikan setiap hari sepanjang hidup penderita.
5.
Jika
tubuh mengalami stres (terutama karena penyakit), mungkin diperlukan dosis
prednison yang lebih tinggi.
6.
Pengobatan
harus terus dilakukan sepanjang hidup penderita, tetapi prognosisnya baik.
Literatur lain mengatakan :
1.
Terapi
dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5
– 50 mg/hr
2.
Hidrkortison
(solu – cortef) disuntikan secara IV
3.
Prednison
(7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
4.
Pemberian
infus dekstrose 5% dalam larutan saline
5.
Fludrukortison
: 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral
2.8
Komplikasi
1. Diabetus
mellitus
2. Syok (akibat
dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
3. Ca Paru
4. Sepsis
5. Hiperkalemia
6. Dehidrasi
7. Kolaps
Sirkulasi
2.9
Hasil
Penelitian Berhubungan dengan Kasus
Tujuan:
Untuk mempelajari pengaruh terapi pengganti glukokortikoid
terhadap kepadatan mineral tulang.
Desain:
Cross-sectional.
Tempat:
Rumah sakit Universitas di Belanda.
Pasien:
91 pasien dengan penyakit Addison yang telah menerima terapi
pengganti glukokortikoid selama rata-rata 10,6 tahun (kisaran, 0,5-36,5 tahun).
Pengukuran: Kepadatan mineral tulang dari tulang belakang
lumbar dan kedua leher femoralis menggunakan x-ray absorptiometer dual-energi
dan konsentrasi serum basal adrenocorticotropin, hormon gonad, dan androgen
adrenal.
Hasil:
Penurunan densitas mineral tulang (<2 standar deviasi [SD]
dari nilai rata-rata dengan usia-sesuai populasi acuan) ditemukan pada 10 dari
31 pria (32%, 95% CI, 17% sampai 51%) dan 4 dari
60 wanita (7%, CI, 2% sampai 16%). Tidak ada
statistik perbedaan signifikan yang ditemukan antara pria dan wanita berkaitan
dengan usia, durasi substitusi glukokortikoid, atau dosis glukokortikoid, baik
dalam jumlah absolut atau bila dinyatakan per kilogram berat badan. Namun, pada
pria dengan penurunan kepadatan mineral tulang, dosis hidrokortison harian per
kilogram berat badan (0,43 ± 0,08 mg / kg; mean ± SD) secara signifikan (P =
0,032) lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki dengan kepadatan mineral tulang
yang normal (0,35 ± 0.10 mg / kg). Setelah
koreksi untuk variabel pengganggu mungkin, hubungan linier yang signifikan
ditemukan antara dosis hidrokortison per kilogram berat badan dan kepadatan
mineral tulang tulang belakang lumbal pada laki-laki (koefisien regresi, -0,86,
CI, -1.60 sampai -0.13, P = 0,029 ) tetapi tidak pada wanita.
Kesimpulan:
Pengobatan jangka panjang dengan dosis penggantian standar glukokortikoid dapat menyebabkan keropos
tulang pada pria dengan penyakit Addison. Penyesuaian terapi
glukokortikoid dengan dosis terendah diterima adalah wajib pada penyakit
Addison, dan pengukuran rutin kepadatan mineral tulang mungkin membantu dalam
mengidentifikasi laki-laki berisiko untuk pengembangan osteoporosis.
2.10
Legal
Etis
a.
Nilai
Keyakinan (beliefs) mengenai arti dari suatu ide, sikap, objek,
perilaku, dll yang menjadi standar dan mempengaruhi prilaku seseorang.
Nilai menggambarkan cita-cita dan harapan-harapan ideal
dalam praktik keperawatan.
b. Etik
Kesepakatan tentang praktik moral, keyakinan, sistem
nilai, standar perilaku individu dan atau kelompok tentang penilaian terhadap
apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, apa yang
merupakan kebajikan dan apa yang merupakan kejahatan, apa yang dikendaki dan
apa yang ditolak.
c.
Etika
Keperawatan
Kesepakatan/peraturan tentang penerapan nilai moral dan
keputusan- keputusan yang ditetapkan untuk profesi keperawatan (Wikipedia,
2008).
d.
Prinsip
Etik
1. Respect (Hak untuk dihormati)
Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien
2. Autonomy (hak pasien memilih)
Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya
3. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang
lain/pasien)
Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/
orang lain dan secara aktif berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan
pasiennya
4. Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain).
kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan
kerugian atau cidera
Prinsip :
Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan
menyebabkab nyeri atau penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain
berdaya dan melukai perasaaan orang lain.
5. Confidentiality (hak kerahasiaan)
Menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang
pasien/klien yang dipercayakan pasien kepada perawat.
6. Justice (keadilan)
Kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan
adil sendiri berarti tidak memihak atau tidak berat sebelah.
7. Fidelity (loyalty/ketaatan)
-
Kewajiban
untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawab terhadap kesepakatan yang
telah diambil
-
Era
modern , pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidak hanya pada satu
profesi). 80% kebutuhan pt dipenuhi perawat
-
Masing-masing
profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku
-
Memiliki
keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yang disepakati.
8.
Veracity (Truthfullness & honesty)
- Kewajiban
untuk mengatakan kebenaran.
- Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait
informed-consent
- Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu
mengutarakan kebenaran.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
1.
Identitas
Identitas pada klien yang harus
diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa,
alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
2.
Keluhan
Utama
Pada umumnya pasien mengeluh
kelemahan, fatique, nausea dan muntah.
3.
Riwayat
Penyakit Saat Ini
Pada pasien dengan penyakit Addison
gejala yang sering muncul ialah pada gejala awal : kelemahan, fatiq, anoreksia,
nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal).
Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila berkurang
pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg)
4.
Riwayat
Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah
menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca paru, payudara dan limpoma
5.
Riwayat
Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga
ada yang pernah mengalami penyakit yang sama / penyakit autoimun yang lain.
6.
Pemeriksaan
Fisik (Review of System)
B1
(Breath)
Bentuk dada
simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu pernapasan
(dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung, Terdapat pergesekan dada tinggi, resonan, terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi.
B2
(Blood)
Ictus kordis tidak tampak, Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra, redup, suara jantung melemah.
B3
(Brain)
Pusing, sinkope,
gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi,
kelelahan mental, peka rangsangan, cemas,
koma (dalam keadaan krisis).
B4
(Bladder)
Diuresis yang
diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin.
B5
(Bowel)
Diare sampai terjadi konstipasi, kram
abdomen
B6
(Bone)
-
Ekstremitas atas : terdapat nyeri
-
Ekstremitas bawah : terdapat nyeri
- Penurunan tonus otot
3.2
Diagnosa
Keperawatan
1.
Kekurangan
volume cairan berhubngan dengan kelebihan natrium dan kehilangan cairan melalui
ginjal
2.
Nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual/muntah
3.
Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolisme, perubahan kimia
tubuh, ketidakseimbangan cairan elektrolit, dan glukosa
4.
Resiko
tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan menurunnya lairan
darah vena dan berubahnya kecepatan, irama dan konduksi jantung
3.3
Intervensi Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kelebihan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal
Tujuan : setelah diberikan
asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria Hasil :
-
Pengeluaran urin
adekuat (1cc/kgBB/jam0
-
TTV dalam batas normal (N:80-100 x/mnt S: 36-370C , TD: 120/80 mmHg
-
CRT < 3 det
-
Turgor kulit elastis
-
Membrane mukosa lembab
-
Warna kulit tidak
pucat
-
Rasa haus tidak ada
-
BB ideal:
(TB-100)-10%(TB-100)
Intervensi
|
Rasional
|
-
Pantau TTV, catat
perubahan tekanan darah pd perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer
-
Ukur dan timbang
BB setiap hari
-
Kaji pasien
mengenai adanya rasa haus, kelelahan, nadi jelek, membran mukosa kering dan
catat warna kulit dan temperatur
-
Periksa adanya
perubahan dalam status mental dan sensori.
-
Auskultasi bising
usus. Catat dan laporkan adanya mual, muntah dan diare.
-
Berikan perawatan
mulut secara teratur
-
Anjurkan cairan
oral diatas 3000ml/hari sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan klien-tanda
kelelahan, krekels, udema dan peningkatan frekuensi jantung
-
Observasi adanya
tanda-tanda kelelahan, krekels, edema.
-
Kolaborasi :
osmolalitas serum, natrium, dan kalium
|
-
Hipotensi postural merupakan bagian
hipovolemia akibat kekurangan hormon aldosteron dan penurunan curah jantung
sebagai akibat dari penurunan kortisol. Nadi mungkin melemah yang dengan
mudah dapat menghilang
-
Memberikan perkiraan kebutuhan akan
penggantian volume cairan dan keefektifan pengobatan
-
Untuk mengidentasikan berlanjutnya
hipovolemia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti
-
Dehidresi berat menurunkan curah jantung
dan perfusi jaringan terutama jaringan otak
-
Kerusakan fungsi saluran cerna dapat
meningkatkan kehilamgan cairan dan elektrolit mempengaruhi cara untuk
pemberian cairan dan nutrisi
-
Membantu menurunkan rasa tidak nyaman
akibatt dehidrasi dan mempertahankan kerusakan membran mukosa
-
Adanya perbaikan pada saluran cerna dan
kembalinya fungsi saluran cerna tsb memungkinkan untuk memberikan cairan dan
elektrolit melalui oral
-
Peningkatan cairan yang cepat dpt
menimbulkan GJK pd adanya regangan jantung
-
Adanya peningkatan merupakn indikasi adanya
dehidrasi, hiponatremia indikasi kehilangan urine berlebih sementara kalium
tertahan dapat mengakibatkan hiperkalemia
|
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual/muntah
Tujuan: setelah diberikan
asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi
klien kembali adekuat.
Kriteria Hasil :
-
Tidak ada mual muntah
-
BB ideal
(TB-100)-10%(TB-100)
-
Anoreksia (-)
-
Bising usus: 5-12x/mnt
-
TTV dalam batas normal (N:
80-100x/mnt,
TD: 120/80mmHg, S:
36-370C, RR 16-24 x/menit)
Intervensi
|
Rasional
|
-
Catat adanya
kulit yang dingin atau basah, perubahan tingkat kesadaran, nadi yang cepat,
nyeri kepala, sempoyongan
-
Berikan
lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau tidak sedap, tidak
terlalu ramai, udara yang tidak nyaman
-
Berikan informasi
tentang menu pilihan
-
Pertahankan
status puasa sesuai indikasi
-
Lakukan
pemeriksaan terhadap kadar gula darah sesuai indikasi
-
Berikan glukosa
IV dan obat-obatan sesuai indikasi
|
-
Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda
tersebut mungkin perlu pemberian glukosa dan pemberian tambahan
glukokortikoid
-
Dapat meningkatkan napsu makan dan
memperbaiki masukan makanan
-
Perencanaan menu yang disukai dapat
menstimulasi napsi makan dan meningkatkan pemasukan makanan
-
Mengistirahatkan gastrointestinal,
mengurangi rasa tidak enak dan kehilangan cairan dan elektrolit b.d muntah
-
Mengkaji kadar gula darah dan kebutuhan
terapi, jika menurun sebaiknya pemberian glukokortikoid dikaji kembali
-
Memperbaiki hipoglikemia, memberi sumber
energi untuk fungsi seluler
|
3. Kelelahan berhubungan dengan
penurunan produksi energi metabolisme, perubahan kimia tubuh, ketidakseimbangan
cairan elektrolit, dan glukosa
Tujuan
: setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat
beraktivitas secara normal
Kriteria
Hasil :
- Menyatakan mampu untuk beristirahat
- Peningkatan tenaga
- Mnunjukkan peningkatan kemampuan
- Berpartisipasi dalam aktivitas
- TTV dalam batas
normal (N:
80-100x/mnt,
TD: 120/80mmHg, S:
36-370C, RR 16-24 x/menit)
Intervensi
|
Rasional
|
-
Kaji tingkat
kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan klien
-
Pantau TTV
sebelum dan sesudah melakukan aktivitas. Obsv adanya takikardia, hipotensi
perifer yang dingin
-
Sarankan pasien
untuk menentukan masa/periode antara istirahat dan melaukan aktivitas
-
Diskusikan cara
menghemat tenaga
|
-
Pasien biasanya telah mengalami penurunan
tenaga, kelelahan otot menjadi terus memburuk setiap hari
-
Kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai
akibat sterss aktivitas jika curah jantung terus meningkat
-
Mengurangi kelelahan dan mencegah
ketegangan pada jantung
-
Pasien akan dapat melakukan lebih banyak
kegiatan dengan mengurangi pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang di
lakukannya
|
4. Resiko tinggi terhadap penurunan curah
jantung berhubungan dengan menurunnya lairan darah vena dan berubahnya
kecepatan, irama dan konduksi jantung
Tujuan
: setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, menunjukkan curah
jantung yang adekuat.
Kriteria
Hasil :
-
TTV
dalam batas normal (N: 80-100x/mnt,
TD: 120/80mmHg, S:
36-370C, RR 16-24 x/menit)
-
Nadi
perifer teraba dengan baik
-
Pengisian
kapiler cepat dan statua mental baik
Intervensi
|
Rasional
|
- Pantau
tanda vital : Fj, irama jantung, dan catat adanya disratmia
- Lakukan
pengukuran CVP
- Pantau
suhu tubuh catat bila ada yang mencolok dan tiba-tiba
- Teliti
adanya perubahan mental dan laporkan adanya perubahan nyeri pada abdomen,
daerah punggung dan kaki
- Ukur
jumlah haluaran urine
- Kolaborasi
:
Berikan cairann, darah, larutan
Nacl, dan volume ekspander melalui IV sesuai kebutuhan
Berikan pengobatan sesuai
indikasi, vassopresor
Berikan O2
|
- Peningkatan Fj merupakan
manifestasi awal sebagai kompensasi hipovolemia dan kegagalan otot jantung
- CVP memberikan gambaran pengukuran
yang langsung terhadap volume cairan dan berkembangnya komplikasi
- Hiperpireksia yang tiba-tiba dapat
terjadi yang di ikuti oleh hipotermia sebagai akibat dari ketidakseimbangan
hormonal, cairan, dan elektrolit yang mempengaruhi FJ dan curah jantung
- Perubahan mental merup[akan
cerminan dari penurunan curah jantung/serebral/ dan perfusi perifer/ serangan
hipoglikemia
- Walaupun biasanya ada poliuria,
penurunan haluaran urine menggambarkan penurunan perfusi ginjal oleh
penurunan curah jantung
Dapat memperbaiki volume sirkulasi
Peningkaran tahanan vaskuler
perifer dan arus balik vena akan meningkatkan curah jantung/TD
Kadar oksigen yang maksimal dapat
membantu menurunkan kerja jantung.
|
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
4.2
Saran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar