BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan
proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang.
Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena
nyeri bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda
dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di
berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan
kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan
dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan
tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu
keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.
Untuk memperjelas kami bahas secara detail pada makalah ini.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Pengertian Nyeri?
2.
Bagaimanakah Sifat Nyeri?
3.
Bagaimanakah Fisiologi Nyeri?
4.
Bagaimana Klasifikasi Nyeri?
5.
Apa Saja Faktor Nyeri?
6.
Bagaimana Metode Menghilangkan Nyeri?
1.3
Tujuan
1.31 Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep Nyeri.
1.32 Tujuan Khusus
1.
Menjelaskan tentang pengertian Nyeri
2.
Menjelaskan tentang Sifat Nyeri
3.
Menjelaskan tentang Fisiologi Nyeri
4.
Menjelaskan tentang Klasifikasi Nyeri
5.
Menjelaskan tentang Faktor yang mempengaruhi Nyeri
6.
Menjelaskan tentang Metode untuk Menghilangkan nyeri
1.4
Manfaat
Agar lebih memahami tentang Konsep
Nyeri.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Nyeri
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), Nyeri adalah
sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan.
Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa Nyeri adalah sensori spesifik
yang muncul karena adanya injury, dan informasi ini didapat melalui sistem
saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan
spesifik di spinal cord.
Secara umum Keperawatan mendefinisikan Nyeri sebagai apapun yang
menyakitkan tubuh, yang dikatakan individu yang mengalaminya, dan yang ada
kapanpun individu mengatakannya.
2.2 Sifat
Sifat Nyeri
1.
Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
2.
Nyeri bersifat subyektif dan individual
3.
Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar
X atau lab darah
4.
Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan
melihat perubahan fisiologis tingkah
laku dan dari pernyataan klien
5.
Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan
seperti apa rasanya
6.
Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
7.
Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan
jaringan
8.
Nyeri mengawali ketidakmampuan
9.
Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan
manajemen nyeri tidak optimal
Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:
1.
Nyeri bersifat individu
2.
Nyeri tidak menyenangkan
3.
Nyeri Merupakan suatu kekuatan yg mendominasi
4.
Nyeri bersifat tidak berkesudahan
Mekanisme Nyeri
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamas
2.3
Fisiologi Nyeri
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri,
meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri
ditransmisikan atau diserap.
Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga)
komponen fisiologis berikut ini:
1.
Resepsi : proses perjalanan nyeri
2.
Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
3.
Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah
mempersepsikan nyeri
1.
RESEPSI
Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan
menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium.
Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai
ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut
saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua
jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa
sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls
syaraf tersebut akan menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter
(substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapis dari saraf perifer
ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf
ditransmisikan lebih jauh ke dalam system saraf pusat.
Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak mengolah impuls syaraf kemudian
akan timbul respon reflek protekti.
Contoh: Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi
terbakar, tangan juga melakukan reflek dengan menarik tangan dari permukaan
setrika. Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla
spinalis utuh atau berfungsi normal.
2.
PERSEPSI
Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat
individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek.
Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian
individudapat bereaksi
Proses persepsi secara ringkas adalah sebagai berikut:
Stimulus
Nyeri Medula Spinalis Talamus Otak (area limbik) Reaksi emosi Pusat otak,
Persepsi Stimulus nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus,
selanjutnya serabut mentrasmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area
limbik. Area ini mengandung sel-sel yang yang bisa mengontrol emosi (khususnya
ansietas). Area limbik yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap
nyeri. Setelah transmisi syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan
mempersepsikan nyeri.
3.
REAKSI
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang terjadi
setelah mempersepsikan nyeri. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan
nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi ”flight atau fight”, yang merupakan
sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom
menghasilkan respon fisiologis, apabilanyeri berlangsung terus menerus, maka
sistem parasimpatis akan bereaksi. Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai
berikut:
Impuls nyeri medula spinalis batang otak & talamus Sistem syaraf otonom
Respon fisiologis & perilaku Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis
menutju ke batang otak dan talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi,
saraf simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis
dan akan muncul perilaku.
RESPON
TINGKAH LAKU TERHADAP NYERI
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
1.
Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas,
Mendengkur)
2.
Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi,
Menggigit bibir)
3.
Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot,
peningkatan gerakan jari & tangan
4.
Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari
percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd
aktivitas menghilangkan nyeri) Individu yang mengalami nyeri dengan awitan
mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama
beberapa menit atau menjadi kronis.
Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk
merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien
dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam
mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
Meinhart
& McCaffery Mendiskripsikan 3 Fase Pengalaman Nyeri:
1.
Fase antisipasi terjadi sebelum nyeri diterima.
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini
bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinnkan seseorang belajar
tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam
fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
Contoh: sebelum dilakukan tindakan bedah, perawat menjelaskan tentang nyeri
yang nantinya akan dialami oleh klien pasca pembedahan, dengan begitu klien
akan menjadi lebih siap dengan nyeri yang nanti akan dihadapi.
2.
Fase sensasi terjadi saat nyeri terasa.
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat
subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi
terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang
yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh
nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya
rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil.
Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri
tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah
mencari upay pencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang
berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda
tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan
individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari
ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien
itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan
nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit
mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan
nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan
bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif
3.
Fase akibat (aftermath) terjadi ketika nyeri berkurang
atau berhenti
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini
klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami
episode nyeri berulang, maka respon akibat ((aftermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri
untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang
2.4
Klasifikasi Nyeri
A.
Berdasarkan sumbernya
1)
Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai
kulit/ jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar)
ex: terkena
ujung pisau atau gunting
2)
Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul
dari ligament, pemb. Darah, tendondan syaraf, nyeri menyebar & lbh lama
daripada cutaneus
ex: sprain
sendi
3)
Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri
dlm rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,
iskemia, regangan jaringan
B.
Berdasarkan penyebab:
1)
Fisik
Bisa terjadi
karena stimulus fisik
(Ex: fraktur
femur)
2)
Psycogenic
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari
emosi/psikis dan biasanya tidak disadari.
(Ex: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya) Biasanya
nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
C.
Berdasarkan lama/durasinya
1. Nyeri akut
Nyeri yang
terjadi segera setelah tubuh terkena cidera, atau intervensi bedah dan memiliki
awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan .
Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cidera atau
penyakit yang akan datang. Nyeri ini terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya
intervensi medis, setelah keadaan pulih pada area yang rusak.
Apabila
nyeri akut ini muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat agresif untuk segera
menghilangkan nyeri. Nyeri akut secara serius mengancam proses penyembuhan
klien, untuk itu harus menjadi prioritas perawatan. Rehabilitasi bisa tertunda
dan hospitalisasi bisa memanjang dengan adanya nyeri akut yang tidak
terkontrol.
2.
Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya
berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak
terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan progresif
lain. Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai kematian. Pada nyeri kronik,
tenaga kesehatan tidak seagresif pada nyeri akut. Klien yang mengalami nyeri
kronik akan mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan)
dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri ini biasanya tidak memberikan
respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.
Nyeri ini merupakan penyebab utama ketidakmampunan fisik dan psikologis.
Sifat nyeri kronik yang tidak dapat diprediksi membuat klien menjadi frustasi
dan seringkali mengarah pada depresi psikologis. Individu yang mengalami nyeri
kronik akan timbul perasaan yan gtidak aman, karena ia tidak pernah tahu apa
yang akan dirasakannya dari hari ke hari.
Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik
Nyeri akut
1.
Lamanya dalam hitungan menit
2.
Ditandai peningkatan BP, nadi, dan respirasi
3.
Respon pasien:Fokus pada nyeri, menyetakan nyeri
menangis dan mengerang
4.
Tingkah laku menggosok bagian yang nyer
Nyeri kronik
1.
Lamanyna sampai hitungan bulan, > 6bln
2.
Fungsi fisiologi bersifat normal
3.
Tidak ada keluhan nyeri
4.
Tidak ada aktifitas fisik sebagai respon terhadap
nyeri
D.
Berdasarkan lokasi/letak
1.
Radiating pain
Nyeri menyebar dr sumber nyeri ke
jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain)
2.
Referred pain
Nyeri dirasakan pada bagian tubuh
tertentu yang diperkirakan berasal dari jaringan penyebab
3.
Intractable pain
Nyeri yg sangat susah dihilangkan
(ex: nyeri kanker maligna)
4.
Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada
bagian.Tubuh yg hilang (ex: bagian tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh
yang lumpuh karena injuri medulla spinalis
2.5 Faktor
yang mempengaruhi Nyeri
1.
Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon
nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis
dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang
dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus
dijalani dan mereka takut kalau
mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2.
Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex:
tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri)
3.
Kultur
Orang
belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri.
(ex: suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus
diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada
nyeri)
4.
Makna nyeri
Berhubungan
dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana
mengatasinya
5.
Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsinyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun. Tehnikrelaksasi, guided imagery merupakan
tehnik untuk mengatasi nyeri.
6.
Ansietas
Cemas
meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri juga bisa menyebabkan seseorang
cemas.
7.
Pengalaman masa lalu
Seseorang
yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang
sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya
seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi
nyeri.
8.
Pola koping
Pola koping
adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping
yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9.
Support keluarga dan social
Individu
yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman
dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.
2.6 Metode yang di
gunakan untuk menghilangkan nyeri
A. Distraksi
Distraksi adalah metode pengalihan perhatian dari
"persepsi" rasa nyeri. Dengan mengalihkan perhatian, kita bisa
mengurangi fokus terhadap respon nyeri. Distraksi bisa diterapkan untuk rasa
nyeri ringan dan sedang, untuk rasa nyeri berat obat masih menjadi pilihan
paling tepat. Contoh dari metode distraksi dalam mengurangi rasa nyeri adalah
melakukan kegiatan ringan untuk mengalihkan "persepsi" rasa nyeri,
bisa dengan mengobrol, menonton tv, atau dengan menikmati pemandangan alam.
Dengan menerapkan metode distraksi untuk mengurangi
rasa nyeri akan menghindari dampak negatif dari obat kimia, seperti yang
dijelaskan di atas, distraksi bisa diterapkan pada nyeri ringan dan sedang,
untuk itu pada kasus rasa nyeri berat harus ditangani dengan obat/tindakan medis.
B.
Relaksasi
Teknik relaksasi dapat mengurangi ketegangan otot dan mengurangi kecemasan. Membantu klien dengan teknik relaksasi, perawat dapat mengenal nyeri klien dan ekspresi kebutuhan dibantu dari klien untuk mengurangi distress yang disebabkan oleh nyerinya.Teknik relaksasi lebih efektif untuk klien dengan nyerik ronik.
Relaksasi memberikan efek positif untuk klien yang mengalami nyeri, yaitu:
a. Memperbaiki kualitas tidur
b. Memperbaiki kemampuan memecahkan masalah
c. Mengurangi keletihan/fatigue
d. Meningkatkan kepercayaan dan perasaan dapat mengontrol diri dalam mengatasi nyeri
e. Mengurangi efek kerusakan fisiologi dari stress yang berlanjut atau berulang karena nyeri
f. Pengalihan rasa nyeri/distraksi
g. Meningkatkan keefektifan teknik-teknik pengurangan nyeri yang lain
h. Memperbaiki kemampuan mentoleransi nyeri
i. Menurunkan distress atau ketakutan selama antisi pasi terhadap nyeri
Secara umum untuk melakukan teknik relaksasi membutuhkan 4 hal, yaitu:
a. Berikanposisi yang nyaman
b. Dilakukan dalam lingkungan yang tenang
c. Mengulang kata-kata, suara, phrase, doa-doa tertentu
d. Melakukan sikap yang
pasif saat mendistraksiklien.
Metode yang lain untuk meningkatkan relaksasi dapat berupa mendengarkan music atau suara alam sambil santai, memikirkan sesuatu yang merilekskan, atau dengan teknik meditasi seperti
yoga, dan lain-lain.
C.
Imagery
Klien dapat menggunakan imagery/membayangkan untuk menurunkan nyeri. Imagerys esuatu yang
menyenangkan. Imagery dapat digunakan lebih efektif pada klien dengan nyeri kronik daripada nyeri akut, atau nyeri berat. Perawat dapat mengajarkan klien untuk menggunakan teknik imagery dengan melakukan guided
imagery.
D. Stimulasi
Kutan
Teknik dengan menstimulasi permukaan kulit untuk mengurangi nyeri. Meintz
(1995) menyatakan bahwa
massage, salah satu bentuk stimulasi kutan, dapat mengurangi kecemasan dan persepsi nyeri pada klien dengan kanker.
Stimulasikutan, meliputi :
a.
Massage
b.
Kompres hangat ataudingin,
atau keduanya bergantian
c.
Accupressure
d. Stimulasi kontralateral
E.
Anestesi
Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Pengelompokan Anestesi
Obat untuk
menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan anestesi.
Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara
total. seseorang yang mengonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar.
Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi
selalu meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya
kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian
tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar.
Tipe
Anestesi
a.
Pembiusan total — hilangnya kesadaran total
b.
Pembiusan lokal — hilangnya rasa pada daerah tertentu
yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh).
c.
Pembiusan regional — hilangnya rasa pada bagian yang
lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang
berhubungan dengannya
Pembiusan
lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya
melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran.
Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah
selesai operasi tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi.
F. Terapi
Musik
Terapi
musik terdiri dari 2 kata, yaitu kata “terapi” dan “musik”. Terapi (therapi)
adalah penanganan penyakit (Brooker, 2001). Terapi juga diartikan sebagai
pengobatan (Laksman, 2000). Sedangkan musik adalah suara atau nada yang
mengandung irama. Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen
musik oleh seseorang terapis untuk meeningkatkan, mempertahankan dan
mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional dan spiritual. Dalam
kedokteran, terapi musik disebut sebagai terapi pelengkap (Complementary
Medicine), Potter juga mendefinisikan terapi musik sebagai teknik yang
digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama
tertentu. Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat disesuaikan
dengan keinginan, seperti musik klasik, instrumentalia, dan slow musik (Potter,
2005 dikutip dari Erfandi, 2009).
Menurut
Willougnby (1996), musik adalah bunyi atau nada yang menyenangkan untuk
didengar. Musik dapat keras, ribut, dan lembut yang membuat orang senang
mendengarnya. Orang cenderung untuk mengatakan indah terhadap musik yang disukainya.
Musik ialah bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda bergantung kepada
sejarah, lokasi, budaya dan selera seseorang.
Manfaat
Musik
Menurut
Spawnthe Anthony (2003), musik mempunyai manfaat sebagai berikut: (1) efek
mozart, adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa dihasilkan sebuah musik
yang dapat meningkatkan intelegensia seseorang, (2) refresing, pada saat
pikiran seeorang lagi kacau atau jenuh, dengan mendengarkan musik walaupun
sejenak, terbukti dapat menenangkan dan menyegarkan pikiran kembali, (3)
motivasi, hal yang hanya bisa dilahirkan dengan “feeling” tertentu. Apabila ada
motivasi, semangatpun akan muncul, (4) terapi, berbagai penelitian dan
literatur menerangkan tentang manfaat musik untuk kesehatan, baik untuk
kesehatan fisik maupun mental, beberapa penyakit yang dapat ditangani dengan
musik antara lain: kanker, stroke, dimensia, nyeri, gangguan kemampuan belajar,
dan bayi prematur.
Teori Get Control
Dikemukanan
oleh Melzack dan wall pada tahun 1965
Dalam teori
ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada pada bagian ujung dorsal
serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang (gating
Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi
nyeri yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan menimbulkan
nyeri.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Nyeri adalah
sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya.Sedangkan
pengertian nyeri secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yg
menyakitkan tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya, yang ada kapanpun
individu mengatakanny
3.2
Saran
Jadi
berhati – hati lah ketika kita melakukan sesuatu dalam segala hal agar tidak
terjadi kecelakaan yang dapat mengakibatkan nyeri pada tubuh kita.Namun, ketika
kita merasakan nyeri pada bagian tubuh kita sebaiknya kita lakukan pemeriksaan
ke puskesmas agar rasa nyeri yang terjadi pada tubuh kita tidak merambat ke
bagian tubuh lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar