Rabu, 19 Desember 2012

CEDERA KEPALA



·         Definisi
Cedera kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak dan otak yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematian.
·         Klasifikasi cedera kepala berdasarkan nilai GCS:
1. Cedera kepala ringan
Nilai GCS: 13-15, kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit. Ditandai dengan: nyeri kepala, muntah, vertigo dan tidak ada penyerta seperti pada fraktur tengkorak, kontusio / hematoma.
2. Cedera kepala sedang
Nilai GCS: 9-12, kehilangan kesadaran antara 30 menit – 24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak dan disorientasi ringan (bingung).
3. Cedera kepala berat
Nilai GCS: 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, meliputi: kontusio serebral, laserasi, hematoma dan edema serebral.
(Hudack dan Gallo, 1996 : 226)
·         Anatomi Fisiologi
Anatomi Kepala
Tulang Tengkorak
Struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan: lapisan luar, diploe dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan diploe merupakan struktur yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga / fosa: fosa anterior (didalamnya terdapat lobus frontalis), fosa tengah (berisi lobus temporalis, parietalis, oksipitalis), fosa posterior (berisi otak tengah dan sereblum).
Meningen
Adalah selaput yang menutupi otak dan medula spinalis yang berfungsi sebagai pelindung. Pendukung jaringan-jaringan dibawahnya, meningen terdiri dari:
1. Durameter (lapisan sebelah luar)
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Durameter ditempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah vena ke otak.
2. Arakhnoid (lapisan tengah)
Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi susunan saraf sentral.
3. Piameter (lapisan sebelah dalam)
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak, piameter berhubungan dengan araknoid melalui struktur-struktur jaringan ikat yang disebut trabekel.
(Ganong, 2002)
Otak
Otak terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu:
a)      Sereblum
Sereblum merupakan bagian otak yang terbesar dan paling menonjol. Disini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur proses penalaran, ingatan dan intelegensia. Sereblum dibagi menjadi hemisfer kanan dan kiri oleh suatu lekuk atau celah dalam yang disebut fisura longitudinalis mayor. Bagian luar hemisferium serebri terdiri dari substansial grisea yang disebut sebagai kortek serebri, terletak diatas substansial alba yang merupakan bagian dalam (inti) hemisfer dan dinamakan pusat medulla. Kedua hemisfer saling dihubungkan oleh suatu pita serabut lebar yang disebut korpus kalosum. Di dalam substansial alba tertanam masa substansial grisea yang disebut ganglia basalis. Pusat aktifitas sensorik dan motorik pada masingmasing hemisfer dirangkap dua, dan biasanya berkaitan dengan bagian tubuh yang berlawanan. Hemisferium serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisferium kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan.
Konsep fungsional ini disebut pengendalian kontra lateral. Setiap hemisfer dibagi dalam lobus dan terdiri dari 4, yaitu:
ü  Lobus Frontalis : Kontrol motorik gerakan volunteer, terutama fungsi bicara, kontrol berbagai emosi, moral tingkah laku dan etika.
ü  Lobus Temporal : Pendengaran, keseimbangan, emosi dan memori.
ü  Lobus Oksipitalis : Visual senter, mengenal objek.
ü  Lobus Parietalis : Fungsi sensori umum, rasa (pengecapan)
b). Otak tengah
c). Otak belakang
Saraf-Saraf Otak:
a.       Nervus Alfaktorius (Nervus Kranialis I)
Nervus alfaktorius menghantarkan bau menuju otak dan kemudian diolah lebih lanjut. Dengan mata tertutup dan pada saat yang sama satu lubang hidung ditutup, penderita diminta membedakan zat aromatis lemah seperti vanila, cau de cologne, dan cengkeh. Fungsi saraf pembau.
b.      Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)
Nervus optikus menghantarkan impuls dari retina menuju plasma optikum, kemudian melalui traktus optikus menuju korteks oksipitalis untuk dikenali dan diinterpretasikan. Fungsi: Bola mata untuk penglihatan.
c.       Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola mata). Fungsi sebagai penggerak bola mata.
d.      Nervus Troklearis (Nervus Kranialis IV)
Sifatnya motorik, fungsi memutar mata, sebagai penggerak mata.
e.       Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)
Nervus Trigeminus membawa serabut motorik maupun sensorik dengan memberikan persarafan ke otot temporalis dan maseter, yang merupakan otot-otot pengunyah.
Nervus trigeminus dibagi menjadi 3 cabang utama:
ü  Nervus oftalmikus sifatnya motorik dan sensorik. Fungsi: Kulit kepala dan kelopak mata atas.
ü  Nervus maksilaris sifatnya sensorik. Fungsi : Rahang atas, palatum dan hidung.
ü  Nervus mandibularis sifatnya motorik dan sensorik. Fungsi : Rahang bawah dan lidah.
f.       Nervus Abdusen (Nervus Kranialis VI)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital. Fungsi: Sebagai saraf penggoyang bola mata.
g.      Nervus Facialis (Nervus Nervus Kranialis VII)
Sifatnya motorik dan sensorik, saraf ini membawa serabut sensorik yang menghantar pengecapan bagian anterior lidan dan serabut motorik yang mensarafi semua otot ekspresi wajah, termasuk tersenyum, mengerutkan dahi dan menyeringai.
Fungsi: Otot lidah menggerakkan lidah dan selaput lendir rongga mulut.
h.      Nervus Auditorius (Nervus Kranialis VIII)
Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengar membawa rangsangan dari pendengaran dari telinga ke otak. Fungsinya: Sebagai saraf pendengar.
i.         Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)
Sifatnya majemuk, mensarafi faring, tonsil dan lidah.
j.        Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)
Sifatnya majemuk, fungsinya: Sebagai saraf perasa.
k.      Nervus Assesoris (Nervus Kranialis XI)
Sifatnya motorik, fungsinya: Sebagai saraf tambahan.
l.         Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot lidah.
Fisiologi
Perdarahan intrakranial (hematoma intrakranial) adalah penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke. Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT Scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala dalam beberapa menit.
Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering kali pada usia lanjut dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari. Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.
1.      Hematoma Epidural
Berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bias segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya.
Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT Scan darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.
2.      Hematoma Subdural
Berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
Sakit kepala yang menetap, Rasa mengantuk yang hilang-timbul, Linglung, Perubahan ingatan, Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan

C.    Etiologi
1)      Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana itu merobek otak, misalnya tertembak peluru / benda tajam.
2)      Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya.
3)      Cedera akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun bukan dari pukulan.
4)      Kon.tak benturan (Gonjatan langsung)
Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu obyek.
5)      Kecelakaan lalu lintas
6)      Jatuh
7)      Kecelakaan industri
8)      Serangan yang disebabkan karena olah raga
9)      Perkelahian
(Smeltzer, 2001 : 2210; Long, 1996 : 203)
·         Patofisiologi
Cedera kepala terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi cedera robekan, hemoragi, akibatnya akan terjadi kemampuan autoregulasi cerebral yang kurang atau tidak ada pada area cedera, dan konsekuensinya meliputi hiperemia. Peningkatan / kenaikan salah satu otak akan menyebabkan jaringan otak tidak dapat membesar karena tidak ada aliran cairan otak dan sirkulasi pada otak, sehingga lesi yang terjadi menggeser dan mendorong jaringan otak. Bila tekanan terus menerus meningkat akibatnya tekanan pada ruang kranium terus menerus meningkat.
Maka aliran darah dalam otak menurun dan terjadilah perfusi yang tidak adekuat, sehingga terjadi masalah perubahan perfusi serebral. Perfusi yang tidak adekuat dapat menimbulkan tingkatan yang gawat, yang berdampak adanya vasodilatasi dan edema otak. Edema akan terus bertambah menekan / mendesak terhadap jaringan saraf, sehingga terjadi peningkatan tekanan intra kranial. (Price, 2005).
Edema jaringan otak akan mengakibatkan peningkatan TIK yang akan menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak. Dampak dari cedera kepala:
1)      Pola pernafasan
Trauma serebral ditandai dengan peningkatan TIK, yang menyebabkan hipoksia jaringan dan kesadaran menurun. Dan biasanya menimbulkan hipoventilasi alveolar karena nafas dangkal, sehingga menyebabkan kerusakan pertukaran gas (gagal nafas) dan atau resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang akan menyebabkan laju mortalitas tinggi pada klien cedera kepala. Cedera serebral juga menyebabkan herniasi hemisfer serebral sehingga terjadi pernafasan chyne stoke, selain itu herniasi juga menyebabkan kompresi otak tengah dan hipoventilasi neurogenik central.
(Long, 1996; Smeltzer 2001; Price, 1996)
2)      Mobilitas Fisik
Akibat trauma dari cedera otak berat dapat mempengaruhi gerakan tubuh, sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu juga dapat menyebabkan kontrol volunter terhadap gerakan terganggu dalam memenuhi perawatan diri dalam kehidupan sehari-hari dan terjadi gangguan tonus otot dan penampilan postur abnormal, sehingga menyebabkan masalah kerusakan mobilitas fisik.
(Doenges, 2000; Price, 2005)
3)      Keseimbangan Cairan
Trauma kepala yang berat akan mempunyai masalah untuk mempertahankan status hidrasi hidrat yang seimbang, sehingga respon terhadap status berkurang dalam keadaan stress psikologis makin banyak hormon anti diuretik dan main banyak aldosteron diproduksi sehingga mengakibatkan retensi cairan dan natrium pada trauma yang menyebabkan fraktur tengkorak akan terjadi kerusakan pada kelenjar hipofisis / hipotalamus dan peningkatan TIK. Pada keadaan ini terjadi disfungsi dan penyimpanan ADH sehingga terjadi penurunan jumlah air dan menimbulkan dehidrasi.
(Price, 2005).
4)      Aktifitas Menelan
Adanya trauma menyebabkan gangguan area motorik dan sensorik dari hemisfer cerebral akan merusak kemampuan untuk mendeteksi adanya makanan pada sisi mulut yang dipengaruhi dan untuk memanipulasinya dengan gerakan pipi. Selain reflek menelan dan batang otak mungkin hiperaktif / menurun sampai hilang sama sekali.
(Smeltzer, 2001; Price, 2005)
5)      Kemampuan Komunikasi
Pada pasien dengan trauma cerebral disertai gangguan komunikasi, disfungsi ini paling sering menyebabkan kecacatan pada penderita cedera kepala, kerusakan ini diakibatkan dari kombinasi efek-efek disorganisasi dan kekacauan proses bahasa dan gangguan. Bila ada pasien yang telah mengalami trauma pada area hemisfer cerebral dominan dapat menunjukkan kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa dalam beberapa hal bahkan mungkin semua bentuk bahasa sehingga dapat menyebabkan gangguan komunikasi verbal.
(Price, 2005).
6)      Gastrointestinal
Setelah trauma kepala perlukaan dan perdarahan pada lambung jarang ditemukan, tetapi setelah 3 hari pasca trauma terdapat respon yang bias dan merangsang aktifitas hipotalamus dan stimulasi fagus yang dapat menyebabkan hiperkardium. Hipotalamus merangsang anterior hipofisis untuk mengeluarkan kartikosteroid dalam menangani cedera cerebral.
Hiperkardium terjadi peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi produksi asam lambung.
(Price, 2005)
·         Manifestasi Klinik
A.    Cedera kepala ringan
ü  Kebingungan, sakit kepala, rasa mengantuk yang abnormal dan sebagian besar pasien mengalami penyembuhan total dalam beberapajam atau hari.
ü  Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, depresi, emosi, atau perasaannya berkurang dan cemas, kesulitan belajar dan kesulitan bekerja.
B.     Cedera kepala sedang
ü  Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau bahkan koma.
ü  Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit neurologik, perubahan tanda-tanda vital, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
(Brunner & Suddarth, 2001; www. Mediatore)
C.     Cedera kepala berat
D.    Amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan.
ü  Pupil tak ekual, pemeriksaan motorik tidak ekual, adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.


·         Penataksanaan
a)      Dexamethason / kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b)      Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi
c)      Pemberian analgetik
d)     Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar