BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Empiema adalah akumulasi pus diantara paru dan
membran yang menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu
paru terinfeksi. Empiema
masih merupakan masalah dalam bidang penyakit paru karena secara signifikan
masih menyebabkan kecacatan dan kematian walaupun sudah ditunjang dengan
kemajuan terapi antibiotik dan drainase rongga pleura maupun dengan tindakan
operasi dekortikasi. Empiema paling banyak ditemukan pada anak usia 2–9 tahun.
Penyakit tersebut dapat pula
disebabkan oleh :
a. Trauma
pada dada (sekitar 1 – 5 % kasus mendorong ke arah empiema)
b. Pecahnya abses dari paru-paru kedalam rongga pleura
b. Pecahnya abses dari paru-paru kedalam rongga pleura
c.
Infeksi Bakteri coccus
Empiema merupakan salah satu
penyakit yang sudah lama ditemukan dan berat. Saat ini terdapat 6500 penderita
di USA dan UK yang menderita empiema dan efusi parapneumonia tiap tahun, dengan
mortalitas sebanyak 20% dan menghabiskan dana rumah sakit sebesar 500 juta
dolar. Di India terdapat 5 – 10% kasus anak dengan empiema toraks.
Empiema dapat diobati dan ditangani
dari dini agar tidak terjadi komplikasi yang lebih lanjut, Untuk itu lebih
jelasnya kami bahas pada makalah ini di Bab selanjutnya.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Konsep Dasar Empiema Paru ?
2.
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada pasien empiema paru?
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Mengetahui tentang
penyakit Empiema
Paru dan
cara mengambil tindakan jika ada pasien yang terkena Empiema Paru
1.3.2
Tujuan Khusus
1.
Mengetahui anatomi fisiologi
Paru paru
2.
Mengetahui Definisi Empiema
paru
3.
Mengetahui etiologi dari
Empiema Paru
4.
Mengetahui Patogenesis
Empiema paru
5.
Mengetahui patofisiologi dan
WOC Empiema paru
6.
Mengetahui manifestasi klinis
Empiema paru
7.
Mengetahui pemeriksaan
diasnostik dari Empiema paru
8.
Mengetahui penatalaksanaaan
dari kanker paru
9.
Mengetahui Pengobatan Empiema
paru
10. Mengetahui askep dari Empiema paru
1.4
Manfaat
Dengan pembuatan makalah ini kami dapat mengerti tentang Empiema Paru dan memahami apa yang harus dilakukan seorang perawat untuk
menangani pasien dengan Empiema
paru.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Anatomi Fisiologi
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang
berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster)
yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang
terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura.
Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura
dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang
bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Gbr.
Struktur paru-paru
Antara selaput luar dan
selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai
pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara
eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat
lain.
Paru-paru tersusun oleh
bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru
berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat
lebar untuk pertukaran gas.
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ±
1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus.
Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih
mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus
bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir
pada gugus kantung udara (alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil
yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang
tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara
kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.
|
Gbr. Alveolus
yang diperbesar
|
Torak, Diafragma, Pleura
Tulang dada atau
sternum berfungsi melindungi paru-paru,jantung, dan pembuluh darah besar.
Bagian luar tulang dada terdiri atas 12 pasang tulang iga. Bagian dada pada
daerah leher terdapat dua tulang tambahan yaitu otot scaleneus dan
sternocleidomastoid.otot scaleneus menaikkan tulang iga ke1 dan 2 pada saat
inspirasi, sedangkan otot sternocleidomastoid mengangkat sternum. Otot
parasternal, trapezius,dan pectoralis juga merupakan otot tambahan yang
berfungsi untuk meningkatkan kerja nafas. Diantara tulang iga terdapat otot
interkostal eksternus yang menggerakkan tulang iga keatas dan kedepan sehingga
akan menimbulkan meningkatnya diameter anteroposterior dindinding dada.
Diagfragma terletak dibawah rongga dada.
Diagfragma berbentuk seperti kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan syaraf
digfragma (nervus prenicus) terdapat pada sususnan saraf spinal pada tingkat
C3, sehingga jika terjadi kecelakaan pada saraf C3 akan menyebabkan gangguan
ventilasi.
Pleura merupakan
membran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura ada 2 macam yaitu pleura
parietal yang bersinggungan dengan rongga dada(lapisan luar paru-paru) dan
pleura viscieral yang menutupi setiap paru-paru(lapisan dalam paru-paru).
Diantara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang
memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi,
dan mencegah perlekatan dada dengan
paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer
sehingga mencegah kolaps paru-paru
2.2
Definisi Empiema Paru
Empiema
merupakan terkumpulnya cairan purulen (pus) didalam rongga pleura. Awalnya,
cairan pleura adalah encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi seringkali
menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada keadaan di mana paru paru
tertutup oleh membrane eksudat yang kental(Somantri.2009)
Empiema adalah keadaan terkumpulnya
nanah ( pus ) didalam ronggga pleura dapat setempat atau mengisi seluruh rongga
pleura( Ngastiyah,1997).
Empiema adalah penumpukan cairan
terinfeksi atau pus pada cavitas pleura ( Diane C. Baughman, 2000 ).
Empiema adalah penumpukan materi
purulen pada areal pleural ( Hudak & Gallo, 1997
Empiema adalah kondisi dimana
terdapatnya udara dan nanah dalam rongga pleura dengan yang dapati timbul
sebagai akibat traumatik maupun proses penyakit lainnya.
Empiema adalah efusi pleura yang terinfeksi oleh mikroba. Empiema paling
sering terjadi karena pneumonia (infeksi paru) yang penanganannya tidak
sempurna, dapat terjadi karena trauma, "rupture esophaqus" juga
karena ekstensi infeksi sub diaphragma seperti abses hepar.
2.3
Etiologi
- Berasal dari Paru
- Pneumonia
- Abses Paru
- Adanya Fistel pada paru
- Bronchiektasis
- TB
- Infeksi fungidal paru
- Infeksi Diluar Paru
- Trauma dari tumor
- Pembedahan otak
- Thorakocentesis
- Subdfrenic abces
- Abses hati karena amuba
- Bakteriologi
- Staphilococcus Pyogenes,. Terjadi pada semua umur, sering pada anak
- Streptococcus Pyogenes
- Bakteri gram negatif
- Bakteri anaerob
2.4
Patogenesis
Terjadinya
empiema dapat melalui tiga jalur:
1. Sebagai
komplikasi pneumoni dan abses paru. Karena kuman menjalar perkontiniutatum dan
menembus pleura visceral .
2. Secara
hematogen, kuman dari focus lain sampai pada pleura visceral.
3. Infeksi
darti luar dinding thoraks yang menjalar kedalam pleura misalnya pada trauma
thoraks, abses dinding thoraks.
2.5
Patofisiologi & WOC
Mekanisme
penyebaran infeksi sehingga mencapai rongga pleura
1.
Infeksi paru, infeksi paru seperti pneumonia dapat menyebar secara langsung ke
pleura, penyebaran melalui sistem limfatik atau penyebaran secara hematogen.
Penyebaran juga bisa terjadi akibat adanya nekrosis jaringan akibat pneumonia
atau adanya abses yang ruftur ke rongga pleura.
2.
Mediastinum, kuma-kuman dapat masuk ke rongga pleura melalui tracheal fistula,
esofageal fistula, asanya abses di kelenjar mediastinum
3.
Subdiafragma, asanya proses di peritoneal atau di visceral dapat juga menyebar
ke rongga pleura
4.
Inokulasi langsung, inokulasi langsung dapat terjadi akibat trauma, iatrogenik,
pasca operasi. Pasca operasi dapat terjadi infeksi dari hemotoraks atau adanya
leak dari bronkus.
Proses infeksi di paru seperti pneumonia,
abses paru, sering mengakibatkan efusi parapneumonik yang merupakan awal
terjadinya empiema, ada tiga fase perjalan efusi parapneumonik,
- fase pertama atau fase eksudatif yang
ditandai dengan penumpukan cairan pleura yang dteril dengan cepat dirongga
pleura. Peumpukan cairan tersebut akibat peninggian permeabilitas kapiler di
pleura visceralis yang diakibatkan pneumonitis. Cairan ini memiliki
karakteristik rendah lekosit, rendah LDH, normal glukosa, dan normal pH.
- Bila
pemberian antibiotik tidak tepat, bakteri yang berasal dari proses pneumonitis
tersebut akan menginvasi cairan pleura yang akan mengawali terjadinya fase
kedua yaitu fase fibropurulen pada fase ini cairan pleura mempunyai
karakteristik PMN lekosit tinggi, dijumpai bakteri dan debris selular, pH dan
glukosa rendah dan LDH tinggi. Pasa fase ini, penanganan tidak cukup hanya
dengan antibiotik tetapi memerlukan tindakan lain seperti pemasangan selang
dada.
- Bila
penanganan juga kurang baik, penyakit akan memasuki fase akhir yaitu fase
organization. Pada fase ini fibroblas akan berkembang ke eksudat dari permukaan
pleura visceralis dan parietalis dan membentuk membran yang tidak elastis yang
dinamakan pleural feel. Pleural feel ini akan menyelubungi paru dan menghalangi
paru untuk mengembang. Pada fase ini eksudat sangat kental dan bila penanganan
tetap tidak baik, penyakit dapat berlanjut menjadi empiema.
WOC/
PAHTWAY
Berasal dari Paru Berasal dari Luar Bakteri
-Penimonia Trauma tumor staplikococcus P
-Abses
Paru pembedahan
otak Bakteri gram
Bronchiektasis Abses
hati Bakteri anaerob
-TB thorakosentris
Nekrosis
Jaringan Kuman
Terjadi
infeksi Bakteri masuk ke
Dari
hemotorak rongga pleura
Kuman
Simtem limfatik pasca operasi
Masuk secara hematogen Menginfeksi
Lapisan
pleura
Ketrakea Masuk ke perkitinitatum adanya leak dari
Bronkus Timbul peradangan
Rongga Menembus Pleura visical
Pleura Menjalar
kedalam leukosit
Evusi parapneumonik pleura
Terjadi eksundat
Permeabelitas
kapiler Invasi basil piogenik
Di pleura viselaris
Timbul
peradangan
Penumpukan dalam pleura
Caian pleura
Pembentukan
Peneumunitis eksudat
Bakteri
menginvasi
Cairan pleura
Leukoit
Debris selular
Eksundat
dipermukaan
Pleura visceralis
Empiema paru
Akumulasi proses peradangan inflamasi
Eksundat
Pembentukan
Ekspansi paru Bradikinin
Pengeluaran
Secret serotini Endogen & pirogen
Pola nafas
Bersihan tak efektif
Merangsang Febris
jalan nafas neureseptor
tidak efektif
Nyeri Demam
Abstruksi
Jalan nafas Hipertermi
Gangguan
Pertukaran
Gas Suplai
02 menurun
Sesak
nafas
Mual muntah kelemahan
Intoleransi
Perubahan nutrisi Aktifitas
Kurang dari tubuh
2.6
Menifestasi Klinis
Pasien
mengalami:
1.
Demam,
2.
Berkeringat malam,
3.
Nyeri pleural,
4.
Dispneu,
5.
Anoreksia ,dan penurunan
berat badan,
6.
Tidak terdapatnya bunyi nafas,
pendataran pada perkusi dada, penurunan fremitus.
Dibagi menjadi dua Klasifikasi Empiema yaitu :
1.
Empiema akut
Terjadi akibat infeksi sekunder dari tempat
lain , Buka primer dari pleura. Gejala mirip dengan pneumonia yaitu panas
tinggi, nyeri pleuritik, apabila stadium ini dibiarkan dalam beberapa minggu
akan timbul toksemia, anemia, pada jaringan tubuh dan clubbing finger . Jika
nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronchopleura dan empiema
neccesitasis. Adanya fistel ditandai dengan batuk produktif, bercampur nanah
dan darah massif dan kadang menyebabkan sufokasi(mati lemas).
Empiema karena pneumothorak pneumonia,
timbul setelah cairan pneumonia membaik.
2. Empiema
kronik
Batas yang tegas antara akut dan kronis
sukar ditentukan disebut kronis apabila terjadi lebih dari 3 bulan. Penderita
mengelub badannya lemah, kesehatan penderita tampak mundur, pucat pada jari
tubuh, dada datar, dan ditemukan adanya tanda cairan pleura.
Empiema
Dibagi Menjadi 3 Stadium :
1. Stadium 1 disebut juga stadium
eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada hari-hari
pertama saat efusi. Inflamasi pleura menyebabkan peningkatan permeabilitas dan
terjadi penimbunan cairan pleura namun masih sedikit. Cairan yang dihasilkan
mengandung elemen seluler yang kebanyakan terdirir atas neutrofil.stadium ini
terjadi selama 24 – 72 jam dan kemudian berkembang menjadi stadium
fibropurulen. Cairan pleura mengalir bebas dan dikarakterisasi dengan jumlah
darah putih yang rendah dan enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah serta
glukosa dan pH yang normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat
mempercepat perbaikan.
2. Stadium 2 disebut juga dengan stadium
fibropurulen atau stadium transisional yang dikarakterisasi dengan
inflamasi pleura yang meluas dan bertambahnya kekentalan dan kekeruhan cairan.
Cairan dapat berisi banyak leukosit polimorfonuklear, bakteri dan debris
seluler. Akumulasi protein dan fibrin disertai pembentukan membrane fibrin,
yang membentuk bagian atau lokulasi dalam ruang pleura. Saat stadium ini
berlanjut, pH cairan pleura dan glukosa menjadi rendah sedangkan LDH meningkat.
Stadium ini berakhir setelah 7 – 10 hari dan sering membuntuhkan penanganan
yang lanjut seperti torakostomi dan pemasangan tube.
3. Stadium 3 disebut juga stadium organisasi
(kronik). Terjadi pembentukan kulit fibrinosa pada membrane pleura,
membentuk jaringan yang mencegah ekspansi pleura dan membentuk lokulasi
intrapleura yang menghalangi jalannya tuba torakostomi untuk drainase. Kulit
pleura yang kental terbentuk dari resorpsi cairan dan merupakan hasil dari
proliferasi fibroblast. Parenkim paru menjadi terperangkap dan terjadi pembentukan
fibrotoraks. Stadium ini biasanya terjadi selama 2 – 4 minggu setelah gejala
awal.
2.7 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan pada empiema :
a.
Pengosongan ronga pleura dari nanah
1)
Aspirasi Sederhana
Dilakukan berulangkali dengan memakai jarum
lubang besar. Cara ini cukup baik untuk mengeluarkan sebagian besar pus dari
empiema akut atau cairan masih encer. Kerugian teknik seperti ini sering
menimbulkan “pocketed” empiema. USG dapat dipakai untuk menentukan lokasi dari
pocket empiema.
2)
Drainase Tertutup
Pemasangan “Tube Thoracostomy” =
Closed Drainage (WSD)
Indikasi
pemasangan darin ini apabila nanah sangat kental, nanh berbentuk sudah dua
minggu dan telah terjadi pyopneumathoraks. Pemasangan selang jangan terlalu
rendah, biasanya diafagma terangkat karena empiema. Pilihlah selang yang cukup
besar. Apabila tiga sampai 4 mingu tidak ada kemajuan harus ditempuh dengan
cara lain seperti pada empiema kronis.
3)
Drainase Terbuka (open drainage)
Tindakan ini dikerjakan pada empiema kronis
dengan memotong sepenggal iga untuk membuat “jendela”. Cara ini dipilih bila
dekortikasi tidak dimungnkinkan dan harus dikerjakan dalam kondisi betul-betul
steril.
b.
Pemberian antibiotika
Mengingat sebab kematian umumnya karena sepsis, maka pemberian
antibiotik memegang peranan yang penting. Antibiotik harus segera diberikan
begitu diagnosa diegakkan dan dosisnya harus adekuat. Pilihan antibiotik
didasarkan pada hasil pengecatan gram dari hapusan nanah. Pengobatan
selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan tes kepekaan obat. Bila kuman
penyebab belum jelas dapat dipakai Benzil Penicillin dosis tinggi.
c.
Penutupan rongga pleura
Empiema kronis gagal menunjukkan respon terhadap drainase selang,
maka dilakukan dekortikasi atau thorakoplasti. Jika tidak ditangani dengan baik
akan menambah lama rawat inap.
d.
Pengobatan kausal
Tergantung penyebabnya misalnya amobiasis, TB, aktinomeicosis,
diobati dengan memberikan obat spesifik untuk masing-masing penyakit.
e.
Pengobatan tambahan dan Fisioterapi
Dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum
f.
Intervensi Keperawatan
1.
Perawatan pada umumnya
sama dengan pasien pleuritis, bila dilakukan fungsi plera atau dipasang WSD
cara menolong tidak berbeda. Bila penyebab adalah kuman TBC maka, setelah
empiema sembuh pasien perlu pengobatan TB.
2.
Bantu pasien mengatasi
kondisi, instruksi dalam latihan pernafasan (pernafasan bibir dan pernafasan
diagpragmatik )
3.
Berikan perawatan
spesifik terhadap metoda drainase pleural.
Perawatan Pasca Pemasangan WSD
- Penderita diletakkan pada posisi setengah duduk (+ 30°)
- Seluruh sistem drainage : pipa-pipa, botol, harus dalam keadaan rapi, tidak terdapat kericuhan susunan, dan dapat segera dilihat.
- pipa yang keluar dari rongga thoraks harus difiksasi ke tubuh dengan plester lebar, jingga mencegah goyangan.
- Dengan memakai pipa yang transparan, maka dapat dilihat keluarnya sekret. Harus dijaga bahwa sekret keluar lancar. Bila terlihat gumpalan darah atau lainnya, harus segera diperah hingga lancar kembali.
- Setiap hari harus dilakukan kontrol foto torak AP untuk melihat :
-
keadaan
paru
-
posisi
drain
-
lain
kelainan (emphyema, bayangan mediastonim)
- Jumlah sekrit pada botol penampungan harus dihitung :
-
banyaknya
sekrit yang keluar (tiap jam – tiap hari)
-
macamnya
sekrit yang keluar (pus,darah dan sebagainya)
7.
Pada
penderita selalu dilakukan fisioterapi napas
8.
Setiap
kelainan pada drain harus segera dikoreksi.
2.8 Komplikasi
Yang sering timbul adalah vistula
Bronchopleura dan komplikasi lainnya. Yang mungkin timbul misalnya syok,
sepsis, kegagalan jantung, kongestif, dan otitis media
2.9 Pengobatan
Tergantung penyebab. Bila karena cocus,
berikan penisilin, streptomisin, sefalotin atau kanamisin. Bila telah ada hasil
kultur, beri antibiotik yang sesuai. Bila karena tuberkulosis beri obat-obat tuberkulosis.
Cara konservatif,
1.
Aspirasi dengan jarum berulang-berulang. Keluarkan sebanyak-banyaknya, kemudian
cuci rongga pleura dengan larutan garam fisiologis. Misalnya dapat dikeluarkan
cairan 400 cc, masukkan larutan garam fisiologis sebanyak 200 cc, keluarkan
lagi, masukkan lagi larutan garam fisiologis 100 cc dan seterusnya.
2.
Aspirasi terus-menerus secara menutup (water sealed draibage).
Bila
cairan tidak keluar lagi, penderita harus mengejan atau dikeluarkan dengan
pompa. Boleh dilakukan pencucian setiap hari dengan larutan garam fisiologis
atau ditambahkan obat-obatan (Lugol dan Jodonasin 2%). Setelah itu masukan
obat, misalnya larutan penicillin dalam aqua sampai 1 juta unit. Kadang-kadang
cairan empiema ini sangat kental sehingga perlu dihancurkan terlebih dahulu
dengan obat-obat mukolitik seperti:
-
streptokinase + streptodormase. Masukan ke cavum pleura selama 12 jam, kemudian
lakukan lagi.
-
Bisolvon.
-
Danzen.
3.
Aspirasi boleh dilakukan selama 2-3 minggu. Bila cairan tidak mungkin berkurang
perlu tindakan bedah yaitu reseksi iga. Iga dipotong 2-3 cm, supaya bisa
dimasukkan drain yang lebih besar dan lanjutkan dengan WSD.
Bila setelah 6-8 minggu tidak ada
perbaikan, perlu diadakan operasi torakotomi dan dekortikasi (mengangkat pleura
dan kemudian jaringan paru-paru dilekatkan pad dinding toraks). Kadang-kadang
jaringan paru-paru telah rusak (terutama pada empiema tuberkulosa) sehingga
sukar sembuh, karena itu perlu pleuro-pneumonektomi.
2.10
Pemeriksaan Diagnostik
• Foto
dada posisi frontal, lateral, dan dekubitus
• Kultur
darah
•
Computed tomography/USG
• Apusan
nasofaringeal/ sampel sputum
• Hitung
arah lengkap dengan diferensiasi (tidak spesifik namun bisa mencari penyebab
infeksi atau diskrasia darah)
•
Torakosenstesis jika etiologi efusi tidak diketahui atau tidak dapat ditentukan
dari proses infeksi yang telah dicurigai sebelumnya
•
Pemeriksaan cairan pleura :
· Hitung
sel darah dan diferensiasi
· Protein,
laktat dehidrogenase (LDH), glucosa, dan Ph
· Kultur
bakteri aerob dan anaerob, mikobakteri, fungi, mikoplasma, dan bila ada
indikasi disertai dengan pemeriksaan viral patogen. Torakosentesis dapat
membantu mengetahui penyebab efusi dan menyingkirkan infeksi. Kekuatan
diagnostik yang di ambil dari hasil kultur yang diambil dari torakosentesis
adalah lemah, namun tinggi pada anak dengan infeksi yang jelas dan mendapatkan
antibiotika lebih dalam waktu 24 jam. Tanpa adanya infeksi, normalnya cairan
pleura memiliki berat jenis yang rendah (<1.015) dan protein (<2.5 g/dL),
kadar laktat dehidrogenase yang rendah (3 g/dL) dan laktat dehidrogenase yang
tinggi (>250 IU/L), pH yang rendah (<7.2), glukosa yang rendah (<40
mg/dL), dan hitung selular yang tinggi dengan banyaknya leukosit
polimorfonuklear. Diagnosis empiema ditegakkan bila ditemukan cairan pleura
yang purulen, terdeteksi bakteri gram atau adanya hitung sel darah putih lebih
dari 5 x 109 sel/l5.
2.11 Cara Pencegahan
Pencegahan untuk pasien
menderita empiema paru hanya dapat mencegah terjadiny factor pencetus Empiema
paru, mencegah terjadinya etiologi diatas :
1. Melakukan penatalaksanaan dengan baik pada pasien pneumonia, Abses
Paru, TB dan infeksi paru lainnya, agar tidak terjadi empiema paru.
2. Mencegah terjadinya trauma tumor, melakukan penatalksaan sesuai
prosedur agar tidak terjadi infeksi ketika pembedahan otak, thorakosentris
3. Mencegah kontaminasi bakteri Staphilococcus Pyogenes,. Terjadi pada
semua umur, sering pada anak,Streptococcus Pyogenes, Bakteri gram negatif , dan Bakteri
anaerob
2.12 System Layanan Kesehatan Untuk Pasien
2.13 Legal Etis Keperawatan dengan Kasus
Etika berkenaan dengan pengkajian
kehidupan moral secara sistematis dan dirancang untuk melihat apa yang harus
dikerjakan, apa yang harus dipertimbangkan sebelum tindakan tsb dilakukan, dan
ini menjadi acuan untuk melihat suatu tindakan benar atau salah secara moral.
Terdapat beberapa prinsip etik dalam pelayanan kesehatan dan keperawatan yaitu
:
1.
Autonomy
(penentu pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien
untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat
menyadari keunikan induvidu secara holistik.
2.
Non
Maleficence (do no harm)
Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak
menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian
besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan,
resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.
3.
Beneficence
(do good)
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki
kewajiban untuk melakukan dengan baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan
klien dan keluarga.
4.
Justice
(perlakuan adil)
Perawat sering mengambil keputusan dengan menggunakan rasa
keadilan.
5.
Fidelity
(setia)
Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung
jawab yang dimikili oleh seseorang.
6.
Veracity
(kebenaran)
Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran. Sebagian besar
anak-anak diajarkan untuk selalu berkata jujur, tetapi bagi orang dewasa,
pilihannya sering kali kurang jelas.
Keenam prinsip terebut harus
senantiasa menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan dengan klien yang
skabies : apakah otonomi klien dihargai,bila klien Nn T menginginkan perawatan
dilakukan oleh keluarganya, maka kita izinkan asalakan sebelumnya keluarga
klien harus diberikan pengarahan tentang perawatan klien skabies. Apakah keputusan
ini mencegah konsekuensi bahaya. apakah tindakan ini bermanfaat,untuk siapa;
apakah keputusan ini adil dalam pemberian perawatan, perawat tidak boleh
membeda-bedakan klien dari status sosialnya tetapi melihat dari penting atau
tidaknya pemberian perawatan untuk klien tersebut. Untuk alasan moral, hak-hak
klien harus dihargai dan dilindungi. Hak-hak tersebut menyangkut kehidupan,
kebahagiaan, kebebasan, privacy, self-determination, perlakuan adil dan
integritas diri.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Biodata
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pakerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor registrasi
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pakerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor registrasi
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak nafas.
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak nafas.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang sering muncul antara lain:
• Sesak napas
• Nyeri dada
• Panas tinggi
• Lemah
Keluhan yang sering muncul antara lain:
• Sesak napas
• Nyeri dada
• Panas tinggi
• Lemah
4. Riwayat/adanya faktor-faktor
penunjang
Merokok, terpapar polusi udara yang berat,
riwayat alergi pada keluarga
5. Riwayat yang dapat mencetuskan
Eksaserbasi seperti : Alergen (debu, serbuk
kulit, serbuk sari, jamur)
Stress emosional, aktivitas fisik berlebihan
Infeksi saluran nafas
Drop out pengobatan
6. Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing,Pernafasan)
B1 (Breathing,Pernafasan)
·
Nafas pendek (disepnea
sebagai keluhan menonjol pada emphisema)
·
Episode sukar bernafas
(asma)
·
Rasa dada tertekan
·
Batuk menetap dan
produksi sputum daat banun tidur tiap hari, minimum selama tiga bulan
berturut-turut sedikitnya selama dua tahun
·
Sputum banyak sekali
(pada bronchitis kronis)
·
Riwayat pneumonia
berulang, terpajan polusi pernafasan/zat kimia (rokok, debu/asap, asbes, kain
katun, serbuk gergaji)
·
Defisiensi alfa –
antitripsin (emphisema)
·
Penggunaan otot bantu
pernafasan
·
Buny naffas : redup
denga ekspirasi mengi (emfisema)
·
Perkusi : Hipersonan
(jebakan udara pada emfisema)
·
Bunyi pekak
(konsolidasi, cairan)
·
Kesulitan bicara
kalimat / lebih dari 4 – 5 kata
·
Pink buffer (warna
kulit normal kalau frekuensi nafas cepat
B2
( Blood, Kardiovaskuler)
Gejala ;Kardiovaskuler ; takikardi,
sianosis, hipotensi, dizziness, Penyembuhan yang lambat
(anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda
: Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis,
perpanjangan pengisian kapiler.
B3( Brain. Persyarafan.
Pengindraan)
Gejala : Pusing, sakit kepala,
perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan
penglihatan.
Tanda : Perubahan status
mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal
B4 (Bladder, Perkemihan)
Kebersihan, Jumlah urin, warna
urin, gangguan : Anuria, Inkontensia,Nokturia
Gejala : Diare intermitten,
terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa
terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan
atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal,
lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine.
B5(Bowel,Pencernaan)
Gejala : intake makan dan
minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram,
hepatosplenomegali, kuning Anoreksia.
Tanda: Turgor kulit buruk,
lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
B6( Bone, Muskuluskletal)
Muskuloskletal : focal motor
deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL
7. Keadaan umum
• Klien kurus, warna kulit tampak pucat
• Klien kurus, warna kulit tampak pucat
8. Thorak / paru
• Ispeksi: Dada berbentuk barrel chest, dada anterior menonjol, punggung berbentuk kifosis dorsal, nafas pendek persistem dengan peningkatan dispenia.
• Palpasi: Penurunan fremitus
• Perkusi: Terdapat bunyi datar
• Auskultasi: Pada auskultasi tidak terdengarnya bunyi napas
9. Interaksi social
• Gejala: kurang dukungan system keluarga ( mungkin melibatkan kelompok umur atau prilaku misal alkoholisme)
• Tanda: perubahan tinggi suara, menolak orang lain untuk memberikan perawatan/ terlibat dalam rehabilitasi.
• Ispeksi: Dada berbentuk barrel chest, dada anterior menonjol, punggung berbentuk kifosis dorsal, nafas pendek persistem dengan peningkatan dispenia.
• Palpasi: Penurunan fremitus
• Perkusi: Terdapat bunyi datar
• Auskultasi: Pada auskultasi tidak terdengarnya bunyi napas
9. Interaksi social
• Gejala: kurang dukungan system keluarga ( mungkin melibatkan kelompok umur atau prilaku misal alkoholisme)
• Tanda: perubahan tinggi suara, menolak orang lain untuk memberikan perawatan/ terlibat dalam rehabilitasi.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas
tidak efektif b.d bronchus spsame, peningkatan produksi secret,kelemahan
2. Pola nafas tak Efektif b.d
penurunan Ekspansi paru
3. Gangguan Pertukaran Gas b.d Obstruksi Jalan Nafas sekunder
terhadap penumpukan sekret,
Bronchospasme
4. Hipertemi b.d demam, inflamasi bakteri pada pleura
5. Gangguan rasa nyaman :
nyeri b.d proses infeksi pada paru
6. Perubahan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Sesak
nafas,anoreksia, mual, muntah, efek obat, kelemahan
7. Intoleransi akitivatas b.d
kelemahan, anoreksia
3.3 Intervensi dan Implementasi
1. Bersihan
jalan nafas tidak efektif b.d bronchus spsame, peningkatan produksi
secret,kelemahan
Tujuan :
Bersihan Jalan nafas
efektif
Secara verbal
menyatakan kesulitan bernafas
Penggunaan otot bantu
penafasan
Mengi, ronchi, cracles
Batuk (menetap)
dengan/tanpa produksi sputum
Kriteria Hasil :
- Bunyi nafas bersih
- Batuk efektif
- Mengi (-), Ronchii
(-) Cracles (-)
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi
nafas, kaji dan pantau suara pernafasan
|
Untuk mengetahui adanya obstruksi jalan
nafas, tachipnea merupakan derajat yang ditemukan adanya proses infeksi akut
|
Kaji frekuensi pernafasan
|
Proses infeksi akut (tachipnea)
|
Catat adanya atau derajat dispnea, gelisah,
ansietas dan distres pernafasan
|
Disfungsi pernafasan merupakan tahap proses
kronis yang dapat menyebabkan infeksi atau reaksi alergi
|
Pertahankan lingkungan bebas polusi
|
Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang
dapat mentriger episode akut
|
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman,
misalnya: peninggian kepala tempat tidur
|
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah
fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi
|
Bantu latihan nafas abdomen atau bibir
|
Memberikan pasien berbagai cara untuk
mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara
|
Observasi karakteristik batuk
|
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif
khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan
|
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml per
hari sesuai toleransi jantung
|
Hidrasi menurunkan kekentalan secret,
mempermudah pengeluaran
|
Memberikan obat sesuai indikasi
|
Merilekskan otot halus dan menurunkan
kongesti local, menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa
|
2. Gangguan Pertukaran
Gas b.d Obstruksi Jalan Nafas sekunder terhadap penumpukan sekret,
Bronchospasme
Tujuan :
Pertukaran gas dapat
dipertahankan
Data :
Dispnea, gelisah,
ketidakmampuan mengeluarkan sekret, GDA (hipoksia), Perubahan tanda vital,
penurunan toleransi aktivitas
Kriteria Hasil :
- Perbaikan sirkulasi
dan oksigenasi,
- GDA dalam batas
normal,
- Tanda distress
pernafasan tidak ada.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan,
catat penggunaan otot bantu pernafasan dan ketidakmampuan bicara karena sesak
|
Evaluasi derajad distress nafas dan kronis
atau tidaknya proses penyakit
|
Bantu klien untuk mencari posisi yang
nenudahkan bernafas, dengan kepala lebih tinggi
|
Suplai O2 dapat diperbarui dalam latihan
nafas agar paru tidak kolaps.
|
Bantu klien untuk batuk efektif
|
Batuk efektif membantu mengeluarkan sputum
sebagai sumber utama gangguan pertukaran gas.
|
Auskultasi suara nafas
|
Suara nafas redup oleh karena adanya
penurunan penurunan aliran udara/ konsolidasi. Mengni menunjukkan adanya
bronkospasme dan kracles menunjukkan adanya cairan
|
Palpasi primitus.
|
Penurunan getarn fibrasi diduga adanya
pengumpulan cairan atau udara terjebak
|
Awasi tanda vital dan irama jantung.
|
Tachikardia ,disritmia, perubahan tekanan
darah dapat menujukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
|
3.
Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Sesak nafas,anoreksia,
mual, muntah, efek obat, kelemahan.
Tujuan :
Status nutrisi dapat
dipertahankan
Data :
Penurunan Berat badan,
Intake makanan dan minuman menurun,
mengatakan tidak nafsu
makan
Kriteria :
- BB tidak mengalami
penurunan
- Intake makanan dan
cairan adekuat
- Nafsu makan
meningkat/baik
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Obserasi intake dan output/8 jam. Jumlah
makanan dikonsumsi tiap hari dan timbang BB tiap hari
|
Mengidentifikasi adanya kemajuan/ penyimpanan
dari tujuan yang diharapkan
|
Ciptakan suasana menyenangkan, lingkungan
yang bebas dari bau selama waktu makan:
-
Lakukan perawtan mulut sebelum dan sesudah makan
-
Bersihkan lingkungan tempat penyajian makanan
-
Hindari penggunaan pengharum yang berbau menyengat
-
Lakukan chest fisioterapi dan nebulliser selambat-lambatnya 1 jam sebelum
makan
-
Sediakan tempat yang tepat untuk membuang tisu atausecret batuk
|
Bau-bauan dan pemandangan yang tidak
menyenangkan selama waktu makan dapat menyebabkan anoreksia. Obat-obatan yang
dberikan segera seelah makan dapat mencetuskan mual dan muntah.
|
Auskultasi bunyi usus
|
Penurunan atau hipoaktif bising usus
menunjukkan motilitas gaster dan kostipasi yang berhubungan dengan pembatasan
pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas dan hipoksemia.
|
Dorong klien untuk makan diet TKTP
|
Peningkatan pemenuhan kebutuhan dan kebutuhan
pertahanan tubuh
|
Anjurkan makan dalam prosi kecil dan sering
|
Distensi abdomen akibat makanan banyak
mungkin menriger adanya nyeri
|
Hindari makan yang mengandung gas.dan minuman
karbonat
|
Dapat menghasilakan distensi abdomen yang menganggu
nafas abdomen dan gerakan diagframa yang dapat meningkatan dispnea
|
Hindari makan yang sangat panas dan dingin
|
Suhu ekstrim dapat mencetuskan / meningkatkan
spasme batuk
|
Timbang berat badan sesuai indikasi
|
Berguna untuk menetukan kebutuhan kalori,
menyusun tujuan berat badan dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
|
Kolaborasi dengan ahli gizi / nutrisi.
|
Metode makan dan kebutuhan dengan upaya
kalori didasarkan pada kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal
dengan upaya minimal pasien /penggunaan energi.
|
4.
Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d proses infeksi pada paru
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3 X 24 jam nyeri berkurang dan klien dapat beradaptasi
dengan nyeri yang ada
Kriteria hasil :
-
Mengungkapkan rasa nyeri di dada kiri berkurang
-
Dapat bernafas tanpa rasa nyeri
-
anda vital dalam batas normal
-
Hasil laboratorium : Leukosit dalam batas normal
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Pantau nadi dan tekanan darah tiap 3 – 4 jam
|
Identifikasi kemajuan/penyimpangan dari hasil
yang diharapkan
|
Kaji tinkat nyeri dan kemampuan adaptasi
|
Memantau tingkat nyeri dan respon klien
terhadap nyeri yang timbul
|
Berikan tindakan untuk memberikan rasa
nyaman/menurangi nyeri
|
Berupa relaksasi, distraksi visual, distraksi
motorik, pengaturan posisi
|
Kolaborasi : pemberian analgetik
|
Mengontrol nyeri dan memblok jalan rangsang
nyeri
|
Konsultasi ke dokter bila nyeri bertambah
|
Merupakan gejala yang berat yang mungkin
timbul
|
3.4 Evaluasi
1.
Bersihan jalan nafas efektif .
2.
Pertukaran gas membaik.
3.
Nutrisi Sesuai Dengan Kebutuhan Tubuh
4.Nyeri
Berkurang
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Empiema
merupakan terkumpulnya cairan purulen (pus) didalam rongga pleura. Awalnya,
cairan pleura adalah encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi seringkali
menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada keadaan di mana paru paru
tertutup oleh membrane eksudat yang kental(Somantri.2009). Klasifikasi empiema
ada Akut dan Kronis yang dtandai dengan demam, dispnea, Nyeri Plerural,
Anoreksia hingga penurunan Berat badan.
4.2 Saran
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, jadi
diharapkan untuk para pembaca untuk lebih mengembagkannya lagi. Jadikan makalah
ini sebagai pertimbangan pengembangan dari penyakit yang telah dibahas diatas.
Daftar Pustaka
Doenges,
Marilynn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta ; EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Edisi 8 Vol.1. EGC:JakartaNgastiyah. 1997. Perawatan anak sakit . Jakarta :EGC
Somantri,Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan, Edisi kedua. Jakarta: Salemba Medika
Valen.2010. Asuhan Keperawatan Empiema
Paru. http://lavanillate57.wordpress.com/2010/11/11/askep-empiema/.
Diakes pada tanggal15 Desember 2011 pukul 10.00
Hari.2011. Konsep Dasar Empiema Paru. http://sidikharipriono.wordpress.com/2011/11/01/empiema-paru/.
Diakses Pada tanggal 15 Desember 2011 pukul 13.00
Tia. 2011. Empiema Paru. http://www.dr-thia.com/2011/01/empiema-paru.html.
Diakses Pada tanggal 15 Desemebr 2011 pukul 13.40