BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Leukimia adalah neoplasma akut atau
kronis dari sel-sel pembentuk darah dari sumsum tulang dan kelenjar limfa.
Sifat khas leukimia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah
putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsul tulang normal. Selain itu
proliferasi juga terjadi di hati,limpa dan nodus limfatikus dan infasi organ
non hematologi. Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel
pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi. Sifat khas leukemia adalah
proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumusm tulang,
menggantikan elemen sumsum tulang normal. Selain itu juga proliferasi terjadi
di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti
meningens, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.
Insidensi Leukemia di Amerika adalah 13
per 100.000 penduduk /tahun. Leukemia pada anak berkisar pada 3 – 4 kasus per
100.000 anak / tahun . Untuk insidensi ANLL di Amerika Serikat sekitar 3 per 200.000
penduduk pertahun. Sedang di Inggris, Jerman, dan Jepang berkisar 2 – 3 per
100.000 penduduk pertahun. Di Indonesia
sendiri pada sebuah penelitian tentang leukemia di RSUD Dr. Soetomo/FK Unair
selama bulan Agustus-Desember 1996 tercatat adalah 25 kasus leukemia akut dari
33 penderita leukemia. Dengan 10 orang menderita ALL ( 40% ) dan 15 orang
menderita AML (60%) ( Boediwarsono, 1998). Berdasarkan dari beberapa pengertian
mengenai Leukemia maka kami mengambil kesimpulan bahwa leukemia merupakan suatu
penyakit yang disebabkan oleh prolioferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang
menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa pengertian leukemia ?
1.2.2
Apa etiologi leukemia ?
1.2.3 Apa
saja klasifikasinya ?
1.2.4
Bagaimana patofisiologi leukemia ?
1.2.5
Bagaimana manifestasi klinis leukemia ?
1.2.6 Bagaimana pemeriksaan penunjangnya ?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan medisnya ?
1.2.8 Bagaimana prognosisnya ?
1.2.9 Apa
saja komplikasi dari leukemia ?
1.2.1.0 Bagaimana konsep keperawatan Leukemia ?
1.3
Tujuan
1.3.1
Mengetahui pengertian leukemia.
1.3.2
Mengetahui etiologi leukemia.
1.3.3
Apa saja klasifikasinya
1.3.4
Mengetahui patofisiologi leukemia
1.3.5
Mengetahui manifestasi klinis leukemia
1.3.6 Mengetahui pemeriksaan penunjangnya
1.3.7 Mengetahui penatalaksanaan medisnya
1.3.8 Mengetahui prognosisnya
1.3.9 Apa saja komplikasi dari leukemia
1.2.1.0 Mengetahui konsep keperawatan leukemia
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk dapat mempelajari dan
mengetahui apa definisi dari penyakit tersebut,bagaimana
etiologinya,patofisiologinya,dan supaya bisa memahami dan mempelajari konsep
keperawatan penyakit leukimia tersebut
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
DEFINISI LEUKIMIA
Leukimia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini
yang berlebihan dari sel darah putih. Leukimia juga bisa didefinisikan sebagai
keganasan hematologis akibat proses neoplastik yang disertai gangguan
diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoietik. Leukimia adalah
proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentuk darah.
(Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175)
Leukimia adalah proliferasi tak
teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum tulang menggantikan elemen
sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 )
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain. (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495)
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain. (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495)
Leukemia berasal dari bahasa yunani
yaitu leukos (putih) dan haima (darah). Leukemia adalah jenis kanker yang
mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening. Semua kanker bermula di
sel, yang membuat darah dan jaringan lainnya. Biasanya, sel-sel akan tumbuh dan
membelah diri untuk membentuk sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel
semakin tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-sel baru akan menggantikannya.
Tetapi terkadang proses yang
teratur ini berjalan menyimpang, sel-sel baru ini terbentuk meski tubuh tidak
membutuhkannya, dan sel-sel lama tidak mati seperti seharusnya. Kejanggalan ini
disebut leukemia, di mana sumsum tulang menghasilkan sel-sel darah putih secara
abnormal yang akhirnya mendesak sel-sel lain.
Pengertian lain
menjelaskan, Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk
darah dalam sumsum tulang dan limfa. Leukemia mempunyai sifat khusus yaitu
proliferasi. Proliferasi merupakan tidak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Selain terjadi
di dalam sumsum tulang, proliferasi juga terjadi di hati, limpa, dan nodus
limfatikus. Terjadi invasi organ nonhematologis seperti meninges, traktus
gastrointestinal, ginjal, dan kulit.
Leukemia tergolong akut bila ada
proliferasi blastosit (sel darah yang masih muda) dari sumsum tulang. Leukemia
akut merupakan keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya
komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai
dengan penyebaran organ-organ lain.
Leukemia tergolong kronis bila
ditemukan ekspansi dan akumulasi dari sel tua dan sel muda. Selain akut dan
kronik, ada juga leukemia kongenital yaitu leukemia yang ditemukan pada bayi
umur 4 minggu atau bayi yang lebih muda.
Terdapat dua mis-konsepsi yang
harus diluruskan mengenai leukemia, yaitu:
a)
Leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering ditemukan
pada leukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal ini diakibatkan karena
produksi yang dihasilkan adalah sel yang immatur.
b)
Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel darah normal atau
jaringan vaskuler. Destruksi seluler diakibatkan proses infiltrasi dan sebagai
bagian dari konsekuensi kompetisi untuk mendapatkan elemen makanan metabolik.
Berdasarkan dari beberapa pengetian diatas maka penulis berpendapat bahwa leukimia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh prolioferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.
Berdasarkan dari beberapa pengetian diatas maka penulis berpendapat bahwa leukimia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh prolioferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.
2.2 ETIOLOGI
Meskipun pada sebagian besar
penderita leukimia faktor-faktor penyebabnya tidak dapat diidentifikasi, tetapi
ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan leukimia, yaitu faktor
genetik, sinar radioaktif, dan virus dan leukemogenik.
1) Faktor genetik
Insiden leukimia akut pada anak-anak penderita
sindrom Down adalah 20 kali lebih banyak dari pada normal. Kelainan pada kromosom
21 dapat menyebabkan leukimia akut. Insiden leukimia akut juga meningkatkan
pada penderita kelainan kongenital dengan aneuloidi, misalnya agranulositosis
kongenital, sindrom Ellis van Greveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, sindrom
trisomi D, sindrom klenefelter.
2)
Sinar radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal
yang paling jelas dapat menyebabkan leukimia pada
binatang maupun pada manusia. Angka kejadian leukimia mieloblastik akut
(AML) dan leukimia granulositik kronis (LGK) jelas sekali meningkat sesudah
sinar radioaktif. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa penderita yang diobati
dengan sinar radioaktif akan menderita leukimia paa 6% klien, dan baru terjadi
sesudah 5 tahun.
3) Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan
menyebabkan leukimia pada binatang. Sampai
sekarang belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukimia pada manusia
adalah virus. Meskipun demikian, ada beberapa hasil penelitian yang mendukung
teori virus sebagai penyebab leukimia, yaitu enzyme reverse transcriptase
ditemukan dalam darah manusia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalam
virus onkogenik seperti retrovirus tpie C, yaitu jenis virus RNA yang
menyebabkan leukimia pada binatang. Enzim tersebut menyebabkan virus yang
bersangkutan dapat membentuk bahan genetik yang kemudian bergabung dengan genom
yang terinfeksi.
4)
Leukemogenik
Beberapa zat
kimia telah diidentifikasi dapat mempengaruhi frekuensi Leukemia, misalnya
racun lingkungan seperti benzena, bahan kimia industri seperti insektisida serta obat-obatan yang digunakan untuk
kemoterapi.
Leukemia pada umumnya sudah muncul pada diri seseorang
sejak usia dini, dimana sumsum tulang tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya
telah memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal. Secara normal,
sel darah putih me-reproduksi ulang bila diperlukan oleh tubuh atau ada tempat
bagi sel darah itu sendiri. Tubuh manusia akan memberikan sinyal atau tanda
secara teratur apabila sel darah dibutuhkan untuk be-reproduksi kembali Pada
kasus Leukemia, sel darah putih ternyata tidak merespon terhadap sinyal yang
diberikan sehingga produksi berlebihan dan tidak terkontrol dan akhirnya keluar
dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi.
Seseorang dengan kondisi seperti ini (Leukemia) akan menunjukkan gejala deperti
ini : mudah terkena penyakit infeksi, anemia dan pendarahan.
2.3 KLASIFIKASI
Leukimia,
mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai “darah putih”, adalah
penyakit neoplastik yang di tandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel
induk hematopoietik yang secara maligna melakukan transformasi, yang
menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sumsum yang normal (Greer dkk,
1999). Klasifikasi dari FAB (French-American-British) (Kotak 18-1). Klasifikas
ini klasifikasi morfologi dan didasarkan pada diferensiasi dan maturasi sel leukimia yang dominan dalam sumsum tulang,
serta pada penelitian sitokimia (Dabich, 1980;Gralnick dkk, 1977). Sejak
laporan awal oleh Gralnick, terdapat subklasifikasi lanjutan yang telah
ditambahkan (Bennet dkk, 1985).
Dengan meningkatnya sitogenetika,
biologi molekular dan imunologi telah terjadi dampak yang nyata dalam
membedakan sel hematopoietik normal dengan klon maligna. Teknologi imunologi
telah meningkatkan klasfikasi dengan mengidentifikasi klon maligna sebagai
mieloid, limfoid B, limfoid T, atau bifenotipik (mempunyai ciri khas sel
mieloid dan limfoid) (Devine,Larson, 1994; Wujcik, 2000). Analisis sitogenetik
menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada
pasien dengan leukimia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang
menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur, yang
termasuk translokasi, delesi, inversi,dan insersi.Pada situasi ini, dua atau
lebih kromosom mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah
dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal (Sandberg, 1994).
Kromosom Philadelphia (Ph) merupakan contoh perubahan sitogenetik yang
ditemukan pada 85% pasien leukimia meiloid kronik dan pada beberapa pasien
dengan leukimia limfoid atau meiloid akut. Aksi ini adalah translokasi kromosom
9 dan 22, diidentifikasi sebagai t(9;22). Studi molekular yang mendeteksi
perubahan setingkat asam deoksiribonukleat (DNA) lebih lanjut telah
menggambarkan kromosom Ph dan variasi berbagai jenis leukimia. Lebih dari 90%
anak dengan leukimia limfositik akut memperlihatkan mengalami satu atau ebih
aberasi kromosom. Banyak aberasi kromosom telah diidentifikasi dan merupakan
diagnostik untuk jenis leukimia tertentu. Identifikasi perubahan ini untuk
memprediksi perjalanan klinis, prognosis, dan pencapaian remisi atau relaps
(Sandberg, 1994; Wujcik, 2000). Gambaran ini mempunyai dampak yang hebat pada
modalitas pengobatan dan seluruh prognosis.
a) Leukemia
Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai sel sistem hematopoetik
yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid, monosit, granulosit (basofil,
netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat
terkena. Insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan
leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
b)
Leukemia Mielogenus Kronis (LMK)
LMK juga dimasukkan dalam sistem
keganasan sel sistem mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk
akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. LMK jarang menyerang individu dibawah
20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran LMA tetapi dengan tanda dan gejala
yang lebih ringan. Pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun,
peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, dan limpa membesar.
c) Leukemia
Limfositik Kronis (LLK)
LLK merupakan kelainan ringan mengenai
individu usia 50 – 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan
gejala. Penyakit baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan
penyakit.
d)
Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas
limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan. Puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 tahun. LLA jarang
terjadi. Limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan
perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
Leukimia
akut menurut klasifikasi FAB (French-American-British) dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu:
1. Leukimia
mielositik akut/acute myeloid leukimia (LMA/AML). Asuhan keperawatan pada klien
dengan leukimia mielositik akut adalah sebagai berikut:
Pengertian:
Leukimia
mielositik akut merupakan leukimia yang mengenai sel stem hematopoetik yang
kelak berdiferensasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukimia nonlimfositik
yang paling sering terjadi.
Insidensi:
Insiden
AML kira-kira 2-3/100.000 penduduk, LMA lebih sering ditemukan pada usia dewasa
(85%) daripada anak-anak (15%). Ditemukan lebih sering pada laki-laki daripada
wanita.
Klasifikasi.:
Menurut
klasifikasi FAB, LMA dibagi menjadi enam jenis, yaitu:
M1 : Leukimia mieloblastik tanpa pematangan
M2 : Leukimia mieloblastik dengan berbagai
derajat pematangan
M3 : Leukimia promielositik hipergranular
M4 : Leukimia mielomonositik
M5 : Leukimia monoblastik
M6 : Eritroleukimia
Klasifikasi
LLA adalah sebagai berikut.
a. Secara
morfologis, menurut FAB, ALL dibagi menjadi tiga jenis;
L1 : ALL dengan sel limfoblast kecil-kecil
dan merupakan 84% dari ALL, biasanya ditemukan pada anak-anak.
L2 : sel lebih besar, inti ireguler,
kromatin bergumpal, nukleoli prominen dan sitoplasma agak banyak, merupakan 14%
dari ALL, biasanya terjadi pada orang dewasa.
L3 : ALL mirip dengan limfoma burkitt,
yaitu sitoplasma basofil dengan banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari ALL.
b. Secara
imunofenotipe ALL dapat menjadi empat golongan besar yaitu sebagai berikut.
a) Common
ALL→ frekuensi relatif pada anak-anak 76% dan dewasa 51%
b) Null
ALL→ frekuensi relatif pada anak-anak 12% dan dewasa 38%
c) T-ALL→
frekuensi relatif pada anak-anak 12%dan dewasa 10%
d) B-ALL→
frekuensi relatif pada anak-anak 1% dan dewasa 2%
2.4 PATOFISIOLOGI
Manifestasi klinis penderita
leukemia akut disebabkan adanya penggantian sel pada sumsum tulang oleh sel
leukemik , menyebabkan gangguan produksi sel darah merah. Depresi produksi
platelet yang menyebabkan purpura dan kecenderungan terjadinya perdarahan .
Kegagalan mekanisme pertahanan
selular karena penggantian sel darah putih oleh sel leukemik, yang menyebabkan
tingginya kemungkinan untuk infeksi . Infiltrasi sel-sel leukemik ke
organ-organ vital seperti liver dan limpa oleh sel-sel leukemik yang dapat menyebabkan
pembesaran dari organ-organ tersebut. Sedangkan pada penderita Leukemia itu
sendiri disebabkan oleh :
a)
Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel
blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu
sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositipenia.
b) Sistem
retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan
tubuh dan mudah mengalami infeksi
c)
Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi
organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi
sumsum tulang yang akan berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit, faktor
pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan.
d) Adanya
infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati,
limfe,nodus limfe, dan nyeri persendian.
2.5 MANISFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik yang
sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut :
1. Pilek tidak sembuh-sembuh
2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
3 .Demam dan anorexia
4 .Berat badan menurun
5. Ptechiae, memar tanpa sebab
6. Nyeri pada tulang dan persendian
7 .Nyeri abdomen
8. Lumphedenopathy
1. Pilek tidak sembuh-sembuh
2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
3 .Demam dan anorexia
4 .Berat badan menurun
5. Ptechiae, memar tanpa sebab
6. Nyeri pada tulang dan persendian
7 .Nyeri abdomen
8. Lumphedenopathy
9. Hepatosplenomegaly
10. Abnormal WBC
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177)
10. Abnormal WBC
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177)
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Pemeriksaan lab darah :
diambil sedikit darah dari jari atau
daun telinga, pemeriksaan jumlah sel darah merah (Hemoglobin), sel darah putih
(Leukosit), dan juga trombosit, dan juga pemisahan hitung jenis leukosit.
2.Pap darah perifer :
darah hasil Pap akan menunjukkan
banyaknya bibit perubahan dalam sel-sel sumsum tulang, sel-sel ini belum menghasilkan
sel darah putih yang matang.
3.Pemeriksaan BMP :
pengambilan
sample darah dari tulang sumsum, lalu dilakukan hitung jenis sel.
Selain pemeriksaan penunjang di
atas, pemeriksaan penunjang lainnya adalah :
1. Hitung darah lengkap : menunjukkan
normositik, anemia normositik.
2.
Hemoglobulin
: dapat kurang dari 10 gr/100ml.
a. Menurut Sacher (2004), Untuk laki-laki dewasa kadar normal hemoglobin adalah 13,5 - 18,0 gr% perempuan normal adalah 12 - 16 gr%. Wanita hamil normal 11 – 13 gr%.
b.
Nilai normal Hb untuk laki-laki adalah 13 gr% - 18 gr%, dan untuk wanita adalah
11,5 gr% - 16,5 gr% (Brooker, 2001).
3. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
4. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur
6. PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum : mungkin meningkat
9. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
10. Copper serum : meningkat
11. Zink serum : menurun
12. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
3. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
4. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur
6. PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum : mungkin meningkat
9. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
10. Copper serum : meningkat
11. Zink serum : menurun
12. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
2.7 PENATALAKSANAAN MEDIS
Protokol pengobatan bervariasi sesuai
jenis leukemia dan jenis obat yang diberikan pada anak. Proses induksi remisi
pada anak terdiri dari tiga fase : induksi, konsolidasi, dan rumatan. Selama
fase induksi (kira-kira 3 sampai 6 minggu) anak menerima berbagai agens
kemoterapeutik untuk menimbulkan remisi. Periode intensif diperpanjang 2 sampai
3 minggu selama fase konsolidasi untuk memberantas keterlibatan sistem saraf
pusat dan organ vital lain. Terapi rumatan diberikan selama beberapa tahun
setelah diagnosis untuk memperpanjang remisi. Beberapa obat yang dipakai untuk
leukemia anak-anak adalah prednison (antiinflamasi), vinkristin
(antineoplastik), asparaginase (menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk
pertumbuhan tumor), metotreksat (antimetabolit), merkaptopurin, sitarabin
(menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia granulositik akut), alopurinol,
siklofosfamid (antitumor kuat), dan daunorubisin (menghambat pembelahan sel
selama pengobatan leukemia akut). (Betz, Cecily L. 2002. : 302).
Leukemia limfositik akut (ALL)
Pengelolaan
ALL berfokus pada kontrol sumsum tulang dan sistemik (seluruh tubuh) penyakit.
Selain itu, pengobatan harus mencegah sel-sel leukemia dari penyebaran ke situs
lain, khususnya sistem saraf pusat (SSP) misalnya pungsi lumbal bulanan. Secara
umum, pengobatan ALL dibagi menjadi beberapa fase antara lain :
·
Induksi kemoterapi untuk membawa tentang remisi sumsum tulang. Untuk orang
dewasa, rencana induksi standar termasuk prednison, vincristine, dan obat
anthracycline; rencana obat lain mungkin termasuk L-asparaginase atau
cyclophosphamide. Untuk anak-anak dengan risiko rendah semua, terapi standar
biasanya terdiri dari tiga obat (prednison, L-asparaginase, dan vincristine)
untuk bulan pertama pengobatan.
·
Terapi Konsolidasi atau intensifikasi terapi untuk menghilangkan sel-sel
leukemia yang tersisa. Ada banyak pendekatan yang berbeda untuk konsolidasi,
tetapi biasanya dosis tinggi, multi-obat pengobatan yang dilakukan selama
beberapa bulan. Pasien dengan rendah sampai rata-rata risiko ALL menerima
terapi dengan obat antimetabolit seperti metotreksat dan 6-mercaptopurine
(6-MP). Pasien berisiko tinggi menerima dosis obat yang lebih tinggi dari obat
ini, ditambah obat tambahan.
·
Profilaksis SSP (terapi pencegahan) untuk menghentikan kanker dari menyebar
ke otak dan sistem saraf dalam pasien berisiko tinggi. Standar profilaksis
mungkin termasuk radiasi dari dan kepala / atau obat disampaikan langsung ke
tulang belakang.
·
Pemeliharaan perawatan kemoterapi dengan obat untuk mencegah kambuhnya
penyakit setelah remisi telah dicapai. Biasanya melibatkan terapi pemeliharaan
dosis obat yang lebih rendah, dan dapat terus sampai tiga tahun.
·
Transplantasi sumsum tulang alogenik mungkin cocok untuk pasien berisiko
tinggi atau kambuh.
Orang-orang dengan leukemia memiliki banyak
pilihan pengobatan. Pilihannya adalah menanti sambil waspada (watchful
waiting), kemoterapi, targeted terapi, terapi biologi, terapi radiasi, dan
transplantasi sel induk. Pilihan pengobatan
tergantung, terutama pada 3 aspek, yaitu jenis kelamin, usia dan apakah
sel-sel leukemia ditemukan dalam cairan cerebrospinal Anda.
Pengobatan leukimia akut
Orang dengan leukemia akut perlu
segera dirawat. Tujuan pengobatan adalah untuk menghancurkan tanda-tanda
leukemia dalam tubuh dan menghilangkan gejalanya. Ini disebut masa remisi.
Setelah orang mengalami remisi, terapi lebih mungkin diberikan untuk mencegah
kekambuhan. Jenis terapi ini disebut terapi konsolidasi atau terapi
pemeliharaan. Banyak orang dengan leukemia akut dapat disembuhkan.
Pengobatan awal AML biasanya dimulai dengan kemoterapi induksi, dengan menggunakan kombinasi obat-obatan seperti daunorubisin (DNR), sitarabin (ara-C), idarubicin, thioguanine, etoposide, atau mitoxantrone. Untuk mengurangi efek samping pengobatan diatas, yang biasanya berbentuk penurunan jumlah sel darah tertentu, maka dokter dapat memberikan terapi-terapi lanjutan melalui antibiotic oral (misalnya, ofloxacin, rifampisin), injeksi dengan G-CSF (granulocyte-colony stimulating factor), ataupun transfusi sel darah merah dan trombosit/platelet.
Jika sel kanker resistan atau kambuh lagi, maka biasanya diberikan antara lain:
- Kemoterapi induksi konvensional;
- Ara-C(HDAC) dosis tinggi, dengan/tanpa obat-obatan lain dan
- Etoposide atau agen kemoterapi tunggal lainnya.
2.8 PROGNOSIS
Prognosis
LLA pada anak-anak pada umumnya baik, lebih dari 95% terjadi remisi sempurna.
Kira-kira 70%-80% dari klien bebas gejala selama 5 tahun. Apabila terjadi
relaps, remisi sempurna kedua dapat terjadi pada sebagian besar kasus. Para
klien merupakan kandidat untuk implantasi sumsum tulang dengan 35%-65%
kemungkinan hidup.
2.9 KOMPLIKASI
a) Nyeri
tulang (terutama pada tulang belakang atau tulang rusuk)
b)
Pengeroposan tulang sehingga tulang mudah patah.
c) Anemia
d) Infeksi bakteri berulang
e) Gagal
ginjal
BAB 3
ASUHAN
KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada klien
dengan leukima adalah sebagai berikut :
1. Riwayat pemajanan pada faktor-faktor pencetus, seperti pemajanan pada
dosis besar radiasi, obat-obatan tertentu secara kronis, dan riwayat infeksi
virus kronis.
2. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan manisfestasi :
Pembesaran sumsum tulang dengan sel-sel leukimia
yang selanjutnya menekan fungsi sumsum tulang, sehingga menyebabkan beberapa
gejala dibawah ini.
a) Anemia : penurunan berat badan, kelelahan, pucat, malaise, kelemahan,
dan anoreksia.
b) Trombositopenia : perdarahan gusi, mudah memar, petekie, dan ekimosis.
c) Nertropenia : demam tanpa adanya infeksi, berkeringat malam hari.
Infiltrasi organ
lain dengan sel-sel leukimia yang menyebabkan beberapa gejala seperti
hepatomegali, spelenomegali, limfadenopati, nyeri tulang dan sendi, serta
hipertrofi gusi.
Pemeriksaan
Diagnostik
1. Darah
lengkap→menunjukkan adanya penurunan hemoglobin, hematokrit, jumlah sel darah
merah dan trombosit. Jumlah sel darah putih meningkat pada leukimia kronis
Tetapi juga dapat turun, normal atau tinggi pada leukimia akut.
2. Aspirasi
sumsum tulang dan biopsi memberikan data diagnostik definitif.
3. Asam
urat serum meningkat karena pelepasan oksipurin setelah keluar masuknya sel-sel
leukimia cepat dan penggunaan obat sitotoksik.
4. Sinar
X dada→untuk mengetahui luasnya penyakit.
5. Profil
kimia, EKG dan kultur spesimen→untuk menyingkirkan masalah atau penyakit lain
yang timbul.
Diagnosis
Keperawatan
1. Nyeri
yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik.
2. Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perubahan proliferatif
gastrointestinal dan efek toksik obat kemoterapi.
3. Kelemahan
yang berhubungan dengan anemia.
4. Gangguan
integritas kulit; alopesia yang berhubungan dengan efek toksik kemoterapi.
5. Berduka
yang berhubungan dengan kehilangan kemungkinan terjadi karena perubahab peran
dan fungi diri.
6. Gangguan
gambaran diri yang berhubungan dengan perubahan penampilan dalam fungsi dan
peran.
Diagnosis
Keperawatan 1
Nyeri yang
berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik.
Tujuan
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan berkurang selama 1x4 jam
Kriteria
Evaluasi
1. Melaporkan
penurunan tingkat nyeri. 0-3
2. Menjelaskan
bagaimana keletihan dan ketakutan mempengaruhi nyeri.
3. Menerima
medikasi nyeri sesuai dengan yang diresepkan.
4. Menunjukkan
penurunan tanda-tanda fisik dan perilaku tentang nyeri.
5. Mengambil
peran aktif dalam strategi peredaan nyeri.
6. Menggunakan
strategi peredaan nyeri dengan tepat.
Intervensi
Keperawatan
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji karakteristik nyeri: lokasi, kualitas,
frekuensi, dan durasi.
|
1. Memberikan dasar untuk mengkaji perubahan pada
tingkat nyeri dan mengevaluasi intervensi.
|
2. Tenangkan klien bahwa Anda mengetahui nyeri
yang dirasakannya adalah nyata dan bahwa Anda akan membantu klien dalam
mengurangi nyeri tersebut.
|
2. Rasa takut bahwa nyerinya tidak dianggap nyata
dapat meningkatkan ansietas dan mengurangi toleransi nyeri.
|
3. Kaji faktor lain yang menunjang nyeri,
keletihan, dan marah klien.
|
3. Memberikan data tentang faktor – faktor yang
menurunkan kemampuan klien untuk menoleransi nyeri dan meningkatkan tingkat
nyeri klien.
|
4. Berikan analgetik untuk meningkatkan peredaan
nyeri optimal dalam batas resep dokter.
|
4. Analgetik cenderung lebih efektif ketika
diberikan secara dini pada siklus nyeri.
|
5. Kaji respons perilaku klien terhadap nyeri dan
pengalaman nyeri.
|
5. Memberikan informasi tambahan tentang nyeri
klien.
|
6. Berikan dukungan penggunaan strategi pereda
nyeri yang telah klien terapkan dengan berhasil pada pengalaman nyeri
sebelumnya.
|
6. Memberikan dorongan strategi peredaan nyeri
yang dapat diterima klien keluarga.
|
7. Ajarkan klien strategi baru untuk meredakan
nyeri: distraksi, imajinasi, relaksasi, dan stimulasi kutan.
|
7. Meningkatkan jumlah pilihan dan strategi yang
tersedia bagi klien.
|
Diagnosis
Keperawatan 2
Gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan efek toksik obat
kemoterapi.
Tujuan
Mengurangi mual
muntah sebelum, selama dan sesudah pemberian kemoterapi.
Kriteria
Evaluasi
1. Melaporkan
penurunan mual
2. Melaporkan
penurunan muntah
3. Mengonsumsi
cairan dan makanan yang adekuat
4. Menunjukkan
penggunaan distraksi, relaksasi dan imajinasi ketika diindikasikan.
5. Menunjukkan
turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab.
6. Melaporkan
tidak adanya penurunan berat badan tambahan.
7. HB
dan ALB
Menurut Sacher (2004), Untuk laki-laki dewasa kadar normal hemoglobin
adalah 13,5 - 18,0 gr% perempuan
normal adalah 12 - 16 gr%. Wanita hamil normal 11 – 13 gr%.
Nilai
normal Hb untuk laki-laki adalah 13 gr% - 18 gr%, dan untuk wanita adalah 11,5
gr% - 16,5 gr% (Brooker, 2001).
Intervensi
Keperawatan
Intervensi
|
Rasional
|
1.Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian
obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi klien.
|
1. Setiap klien berespons secara berbeda terhadap
makanan setelah kemoterapi, makanan kesukaan dapat meredakan mual dan muntah
klien
|
2. Cegah pandangan, bau, dan bunti-bunyi yang
tidak menyenangkan lingkungan.
|
2. sensasi tidak menyenangkan dapat menstimulasi
pusat mual dan muntah.
|
3. Gunakan distraksi, relaksasi dan imajinasi sebelum
dan sesudah kemoterapi.
|
3. Menurunkan ansietas yang dapat menunjang mual
muntah.
|
4. Berikan antiemetik, sedatif dan kortikosteroid
yang direspon.
|
4. Kombinasi terapi obat berupaya untuk mengurangi
mual muntah melalui kontrol berbagai faktor pencetus.
|
5. Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum,
selama dan sesudah pemberian obat. Kaji intake dan output cairan.
|
5. Volume cairan yang adekuat akan mengencerkan
kadar obat, mengurangi stimulasi reseptor muntah.
|
6. Berikan dukungan kepada klien agar dapat
menjaga personal hygene dengan baik.
|
6. Mengurangi rasa kecap yang tidak menyenangkan.
|
Diagnosis
Keperawatan 3
Kelemahan yang
berhubungan dengan anemia
Tujuan
Setelah
dilakukan tindakan terjadi penurunan tingkat keletihan 1x4 jam
Kriteria
Evaluasi
1. Melaporkan
penurunan tingkat keletihan
2. Meningkatnya
keikutsrtaan dalam aktivitas secara bertahap
3. istirahat
ketika mengalami keletihan
4. Melaporkan
dapat tidur lebih baik
5. Melaporkan
energi yang adekuat untuk ikut serta dalam aktivitas
6. Mengonsumsi
diet dengan masukan protein dan kalori yang dianjurkan
Intervensi
keperawatan
Intervensi
|
Rasional
|
1. Berikan dorongan untuk istirahat beberapa
periode selama siang hari, terutama sebelum dan sesudah latihan fisik.
|
1. Selama istirahat, energi dihemat dan tingkat energi
diperbarui. Beberapa kali periode istirahat singkat mungkin lebih bermanfaat
dibandingkan satu kali periode istirahat yang panjang.
|
2. Tingkatkan jam tidur total pada malam hari.
|
2. Tidur membantu untuk memulihkan tingkat energi.
|
3. Atur kembali jadwal setiap hari dan atur
aktivitas untuk menghemat pemakaian energi.
|
3. Pengaturan kembali aktivitas dapat mengurangi
kehilangan energi dan mengurangi stresor.
|
4. Berikan masukan protein dan kalori yang
adekuat.
|
4. Penipisan kalori dan protein menurunkan
toleransi aktivitas.
|
5. Berikan dorongan untuk teknik relaksasi
imajinasi.
|
5 Peningkatan relaksasi dan istirahat psikologis
dapat menurunkan keletihan fisik.
|
6. Kolaborasi pemberian produk daerah sesuai yang
diresepkan.
|
6. Penurunan hemoglobin akan mencetuskan klien
pada keletihan akibat penurunan ketersediaan oksigen.
|
Diagnosis
keperawatan 4
Kelemahan yang
berhubungan dengan anemia
Tujuan
Setelah
dilakukan tindakan terjadi penurunan tingkat keletihan 1x4 jam
Kriteria
Evaluasi
1. Melaporkan
penurunan tingkat keletihan
2. Meningkatnya
keikutsrtaan dalam aktivitas secara bertahap
3. istirahat
ketika mengalami keletihan
4. Melaporkan
dapat tidur lebih baik
5. Melaporkan
energi yang adekuat untuk ikut serta dalam aktivitas
6. Mengonsumsi
diet dengan masukan protein dan kalori yang dianjurkan
Intervensi
keperawatan
Intervensi
|
Rasional
|
1. Berikan dorongan untuk istirahat beberapa
periode selama siang hari, terutama sebelum dan sesudah latihan fisik.
|
1. Selama istirahat, energi dihemat dan tingkat
energi diperbarui. Beberapa kali periode istirahat singkat mungkin lebih
bermanfaat dibandingkan satu kali periode istirahat yang panjang.
|
2. Tingkatkan jam tidur total pada malam hari.
|
2. Tidur membantu untuk memulihkan tingkat energi.
|
3. Atur kembali jadwal setiap hari dan atur
aktivitas untuk menghemat pemakaian energi.
|
3. Pengaturan kembali aktivitas dapat mengurangi
kehilangan energi dan mengurangi stresor.
|
4. Berikan masukan protein dan kalori yang
adekuat.
|
4. Penipisan kalori dan protein menurunkan
toleransi aktivitas.
|
5. Berikan dorongan untuk teknik relaksasi
imajinasi.
|
5 Peningkatan relaksasi dan istirahat psikologis
dapat menurunkan keletihan fisik.
|
6. Kolaborasi pemberian produk daerah sesuai yang
diresepkan.
|
6. Penurunan hemoglobin akan mencetuskan klien
pada keletihan akibat penurunan ketersediaan oksigen.
|
Berduka yang
berhubungan dengan kehilangan, kemungkinan terjadi karena perubahan peran
fungsi.
Tujuan
Klien mampu
melewati proses berduka dengan sesuai
Kriteria
Evaluasi
1. Klien
dan keluarga akan berkembang melalui fase-fase berduka.
2. Klien
dan keluarga mengidentifikasi sumber-sumber yang tersedia untuk membantu
strategi koping selama berduka.
3. Klien
dan keluarga menggunakan sumber-sumber dan dukungan secara sesuai.
4. Klien
dan keluarga mendiskusikan kekhawatiran dan perasaan secara terbuka satu sama
lain.
5. Klien
dan keluarga menggnkan ekspresi nonverbal tentang kekhawatiran mereka terhadap
satu sama lain.
Intervensi Keperawatan
Intervensi
|
Rasional
|
1.Bantu klien untuk mengungkapkan ketakutan,
kekhawatiran dan pertanyaan tentang penyakit, pengobatan serta implikasinya
di masa yang akan datang.
|
1. Dasar pengetahuan yang akurat dan meningkatkan
akan mengurangi ansietas dan meluruskan miskonsepsi.
|
2. Berikan dukungan partisipasi aktif dari klien
dan keluarganya dalam keputusan perawatan dan pengobatan.
|
2. Partisipasi aktif akan mempertahankan
kemandirian dan kontrol emosi klien.
|
3. Berikan dukungan agar klien dapat membuang
perasaan negatif.
|
3. hal ini memungkinkan untuk mengekspresikan
emosional tanpa kehilangan harga diri.
|
4. Berikan waktu untuk klien menangis dan
mengekspresikan kesedihannya.
|
4. Perasaan ini diperlukan untuk terjadinya
perpisahan dan kerenggangan.
|
5. Libatkan petugas sesuai dengan yang diinginkan
oleh klien dan keluarga.
|
5. Guna menfasilitasi proses berduka dan perawatan
spiritual.
|
6. Sarankan konseling profesional sesuai yang
diindikasikan bagi klien dan keluarganya untuk menghilangkan proses berduka
yang patologis.
|
6. Hal ini menfasilitasi proses berduka.
|
7. Ciptakan situasi yang memungkinkan untuk
beralih melewati proses berduka.
|
7. proses berduka beragam. Oleh karena itu, untuk
menyelesaikan proses berduka, keragaman ini harus dibiarkan terjadi.
|
Diagnosis
Keperawatan 5
Gangguan
integritas kulit: alopesia yang berhubungan dengan efek toksik kemoterapi.
Tujuan
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, maka gangguan integritas kulit tidak terjadi.
Kriteria
evaluasi
1. Mengidentifikasi
alopesia sebagai potensial efek samping dan pengobatan.
2. Mengidentifikasi
perasaan negatif dan positif serta ancaman terhadap citra diri
3. Mengungkapkan
mengenai adanya kemungkinan kerontokan rambut yang dimiliki
4. Menyebutkan
rasional untuk modifikasi dalam perawatan rambut dan pengobatan.
5. Melakukan
langkah-langkah untuk mengenai kemungkinan kerontokan rambut.
Intervensi keperawatan
Intervensi
|
Rasional
|
1.Diskusikan potensial kerontokan rambut dan
pertumbuhan kembali rambut bersama klien dan keluarga
|
1. Memberikan informasi, sehingga klien dan
keluarganya dapat mulai untuk bersiap diri secara kognitif dan emosional terhadap
kerontokan.
|
2. Cegah atau minimalkan dampak kerontokan rambut
melalui langkah-langkah berikut ini.
·
Potong rambut yang
panjang sebelum pengobatan.
·
Hindari pemakaian
sampo yang berlebihan.
·
Menggunakan sampo
yang ringan dan kondisioner.
·
Hindari penggunaan
pengeriting listrik, pemanas,pengering rambut dan penjepit.
·
Hindari menyisir
berlebihan, gunakan sisir yang bergigi lebar.
|
2. Meminimalkan kerontokan rambut akibat beban
berat dan tarikan pada rambut.
|
3. Cegah trauma pada kulit kepala.
|
3. Membantu dalam mempertahankan pertumbuhan
rambut.
|
4. Sarankan cara untuk membantu dalam mengatasi
kerontokan rambut seperti memakai wig atau mengenakan topi.
|
4. menyamarkan kerontokan rambut.
|
5. Jelaskan bahwa pertumbuhan rambut biasanya
mulai kembali ketika pengobatan telah selesai.
|
5. Menenangkan klien bahwa kerontokan rambut
biasanya bersifat sementara.
|
Diagnosis
keperawatan 6
Gangguan
gambaran diri yang berhubungan dengan perubahan penampilan, fungsi dan peran.
Tujuan
Setelah
dilakukan pemberian asuhan keperawatan, maka citra tubuh dan harga diri klien
dapat diperbaiki.
Kriteria
Evaluasi
1. Mengidentifikasi hal-hal yang penting
2. Mengambil
peran aktif dalam aktifitas
3. Mempertahankan
peran sebelumnya dalam pembuatan keputusan
·
Mengungkapkan perasaan
dan reaksi terhadap kehilangan
·
Ikut serta dalam
aktivitas perawatan diri
Intervensi
keperawatan
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji perasaan klien tentang gambaran dan
tingkat harga diri.
|
1. Setiap klien berespons secara berbeda terhadap
makanan setelah kemoterapi, makanan kesukaan dapat meredakan mual muntah
klien.
|
2. Berikan motivasi untuk keikutsertaan yang
kontinu dalam aktivitas dan pembuatan keputusan.
|
2. Memberikan motivasi memungkinkan kontrol
kontinu terhadap kejadian dan diri klien.
|
3. Berikan dukungan pada klien untuk mengungkapkan
kekhawatirannya.
|
3. Mengidentifikasi kekhawatiran merupakan satu
tahapan penting dalam mengatasinya.
|
4. Bantu klien dalam perawatan diri ketika
keletihan.
|
4. Kesejahteraan fisik meningkatkan harga diri.
|
5. Berikan motivasi pada klien dan pasangannya
untuk saling bertbagi kekhawatiran mengenai perubahab fungsi seksual.
|
5. Memberikan kesempatan untuk mengekspresikan
kekhawatirannya.
|
BAB 4
KESIMPULAN
Leukimia atau kanker darah adalah
keganasan pada organ pembuat sel darah, berupa proliferasi patologis sel
hemapoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam
membentuk sel darah normal dan disertai infiltrasi keorgan-organ lain.
Etiologi
pada leukimia anatara lain :
1. Faktor
genetik
2. Sinar
radioaktif
3. Virus
4. Leukemogenik
Klasifikasi
pada leukimia antara lain :
1. Leukimia
mielogenus akut (LMA)
2. Leukimia
mielogenus kronis (LMK)
3. Leukimia
limfositik kronis (LLK)
4. Leukimia
limfositik akut (LLA)
Manisfestasi klinis pada leukimia antara
lain :
1. Pilek
2. Pucat
3. Dema
Komplikasi pada leukimia antara lain :
a)
Nyeri tulang (terutama pada tulang belakang atau tulang rusuk)
b)
Pengeroposan tulang sehingga tulang mudah patah.
c) Anemia
d) Infeksi bakteri berulang
e) Gagal
ginjal
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi.
2007. Penyebab leukimia. http://opensains.wordpress.com/2009/07/27/penyebab-penyakit-leukemia-dan-pengobatannya/
Diakses tanggal 14-09-2012 pukul 19.05
Afriyanti. 2005.Askep
leukimis. http://silviahidayantiaskep.blogspot.com/2012/04/askep- leukemia.html diakses tanggal 14-09-2012
pukul 19.00
Handayani, W. & Andi Sulistyo
Haribowo, 2008, ASUHAN KEPERAWATAN Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Hematology, Jakarta: Salemba Medika
Mehta, A. & Victor Hoffbrand,
2006, At A Glance Hematology Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga
Muttaqin, A. 2009. Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematology,
Jakarta: Salemba Medika
Prince, S. A. 2005.
Patofiologi. Jakarta :ECG