BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Limpa merupakan salah satu sistem organ imun. Limpa
berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah merah dan sel darah putih.
Fungsi ini tidk berlanjut dan hilang sama sekali pada usia dewasa. Selain itu,
limpa berfungsi menyaring darah artinya sel yang tidak normal, diantaranya
eritrosit, leukosit dan trombosit tua, ditahan dan dirusak oleh sistem
retikuloendotelnya. Tetapi karena beberapa penyebab dan salah satunya adalah
infeksi, maka limpa tersebut tidak bekerja sebagaimana mestinya. Limpa
memfiltrasi berlebih unsur sel dalam darah yang dinamakan hipersplenisme.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Bagaimana
anatomi dan fisiologi limpa ?
1.2.2
Apa
definisi dari hipersplenisme ?
1.2.3
Apa
etiologi dari hipersplenisme ?
1.2.4
Apa
dari klasifikasi dari hipersplenisme ?
1.2.5
Apa
patofisiologi dari hipersplenisme ?
1.2.6
Apa
manifestasi klinis dari hipersplenisme ?
1.2.7
Bagaimana
pemeriksaan penunjang dari hipersplenisme ?
1.2.8
Bagaimana
penetalaksanaan medis dari hipersplenisme ?
1.2.9
Apa
prognosis dari hipersplenisme ?
1.2.10
Apa
komplikasi dari hipersplenisme ?
1.3 Tujuan
1.3.1
Umum
1.3.1.1
Untuk mengetahui Hipersplenisme dan asuhan keperawatan pada pasien
Hipersplenisme.
1.3.2
Khusus
1.3.2.1
Mengetahui anatomi dan fisiologi limpa.
1.3.2.2
Mengetahui
definisi dari hipersplenisme.
1.3.2.3
Mengetahui
etiologi dari hipersplenisme.
1.3.2.4
Mengetahui
klasifikasi dari hipersplenisme.
1.3.2.5
Mengetahui
patofisiologi dari hipersplenisme.
1.3.2.6
Mengetahui
manifestasi klinis dari hipersplenisme.
1.3.2.7
Mengetahui
pemeriksaan penunjang dari hipersplenisme.
1.3.2.8
Mengetahui
penetalaksanaan medis dari hipersplenisme.
1.3.2.9
Mengetahui
prognosis dari hipersplenisme.
1.3.2.10 Mengetahui komplikasi dari hipersplenisme.
1.4 Manfaat
Dari makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca
dapat memahami pengertian dan asuhan keperawatan dari hipersplenisme. Dan dapat
mencegah terjadinya penyakit tersebut. Mengetahui tanda dan gejala sehingga
kita sebagai perawat mampu bertindak sesuai dengan suhan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi
dan Fisiologi
Limpa adalah jenis kelenjar tanpa
saluran. Limpa adalah bagian dari sistem peredaran atau sirkulasi.
Limpa adalah kelenjar tanpa
saluran yang terbesar. Limpa terletak di bawah rongga dada, di sisi kiri
lambung agak ke belakang. Limpa orang
dewasa berukuran sepanjang 5 inci (12,5 cm) dan lebar 3-4 inci (7,5-10 cm),
berat sekitar 7 ons. Limpa berongga, lunak, dan mudah hancur, berwarna merah
ungu tua.
Fisiologi
Limpa memiliki beberapa fungsi.
Sel-sel darah merah disimpan di dalam limpa. Ketika tubuh memerlukan darah
tambahan karena gerak badan atau pendarah-an, limpa mengencang atau
berkontraksi. Kontraksi ini mengirimkan darah yang disimpan ke dalam aliran
darah. Sel-sel darah merah yang sudah rusak disa-ring dari aliran darah dan
dihancurkan di dalam limpa. Setiap bagian dari sel-sel darah merah yang rusak
yang masih dapat digunakan dikembalikan ke dalam darah untuk digunakan oleh
sumsum tulang mengha-silkan sel-sel darah merah yang baru. Jikalau sum-sum
tulang menjadi rusak, limpa dapat
berfungsi untuk menghasilkan berbagai sel-sel darah. Limpa, bersama-sama
dengan sumsum tulang dan hati, terus menerus menyaring gumpalan-gumpalan kecil
dalam aliran darah.
Menghasilkan limfosit
Limpa menghasilkan limfosit. 25%
dari sel-sel darah putih yang beredar adalah limfosit. Limfosit dibagi atas dua
kelompok besar: sel B dan sel T. Ketika suatu virus masuk ke dalam tubuh, sel T
menemukan virus tersebut dan mengidentifikasinya. Sel T mulai membelah diri dan
merangsang penghasilan sel T lainnya dan sel B yang melawan jenis virus
tersebut. Sel T juga segera menuju ke limpa, di mana terdapat sel-sel B, dan
memberi tanda sel-sel B untuk memulai produksi antibodi yang akan menghancurkan
virus tersebut. Sel-sel T juga memberi tanda kepada sistem kekebalan tubuh
untuk berhenti ketika virus telah dimusnahkan. Beberapa jenis sel T dan sel B
yang akan mengingat jenis virus ini, yang disebut sel-sel memori (ingatan),
akan tetap berada dalam aliran darah untuk diaktifkan kembali jikalau virus
yang sama masuk kembali ke dalam tubuh.
Darah masuk ke dalam limpa
melalui pembuluh arteri limpa yang sangat besar. Pembuluh arteri limpa ini dibagi atas enam
cabang atau lebih. Cabang-cabang ini terus dibagi-bagi atas cabang-cabang yang
lebih kecil. Cabang-cabang yang kecil ini dikosongkan di dalam cairan limpa. Di
sinilah terjadi penyaringan darah. Setelah ini terjadi, darah dikumpulkan dari
cairan limpa dan dikembalikan ke dalam aliran darah dengan cara yang sama
seperti ketika masuk ke dalam limpa.
2.2 Definisi
Definisi
Hiperplenisme merupakan suatu keadaan patologik faal limpa yang mengakibatkan kerusakandan
gangguan pada sel darah. Gambaran kliniknya terdiri dari trias splenomegali,
pansitopenia (menurunnya sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit),
dan hiperplasia (meningkatnya jumlah sel sehingga murubah ukuran dari organ,contohnya
pembesaran dari epithelium sel mamae)
kompensasi sumsum merah.Pansitopenia dapat terdiri dari anemia, leukopenia, dan
trombositopenia; sendiri-sendiri atau gabungan ketiga unsur tersebut (Corwin, 2000).
Tampilan klinik Hiperplenisme yang
merupakan akibat pansitopenia seperti keluhan dan gejala anemia, supresi
imonologik, dan diatesis hemoragik, mungkin disertai dengan keluhan atau gejala
splenomegali.
Splenomegali adalah pembesaran .pada hipertensi
porta,aliran darah dialihkan ke limpa melalui vena splenik. Sebagian darah ekstra (sampai beberapa
ratus milliter pada orang dewasa) dapat disimpan di dalam limpa sehingga limpa
membesar.Karena darah yang tersimpan di dalam limpa sehingga tidak
membesar.Karena darah yang tersimpan di limpa tidak dapat digunakan oleh sirkulasi
umum,maka dapat terjadi anemia (penurunan sel darah merah),trombositonemia(penurunan
trombosit),dan leucopenia (penurunan sel darah putih) (Corwin, 2000).
Splenomegali juga ditemukan pada
penyakit infeksi seperti demam tifoid atau mononukleosis infeksiosa. Pembesaran
limpa pada demam tifoid disebabkan oleh proliferasi seluler dalam usaha
membentuk anti bodi. Ini biasanya terjadi pada akhir minggu pertama, pada tiga
perempat kasus. Dalam pemeriksaan auskultasi biasanya terdengar suara gesekan
di atas limpa. Keadaan ini tidak memerlukan tindakan splenektomi.Abses limpa
agak jarang ditemukan. Malaria kronika (tertiana) sering disertai splenomegali.
Parasit lain seperti ekinokokusagak jarang menyebabkan splenomegali.
Hiperplenisme sekunder kronik biasanya
disebabkan oleh tuberculosis, sifilis, bruselosis, histoplasmosis, malaria, dan
sistosomiasis. Pembesaran limpa akibat tuberculosis secara primer sangat jarang
terjadi. Tetapi jika ada pembesaran limpa, walaupun jarang, berarti telah
terjadi tuberkulosis milier.
2.3
Etiologi
Adapun penyebab dari hipersplenisme :
1. Penyakit
hati primer
a. Sirosis
hepatis (Laenec dan postnekrotik)
b. Penyakit
menahun
c. Penyakit
Wilson
d. Sistosomiasis
2. Kelainan
vena porta atau vena lienalis
3. Penyakit
kolagen-vaskuler
a. Lupus
eritematosus sistemik
b. Sindrom
Felty
4. Penyakit
hematologik
a. Limfoma
non-Hodgkin
b. Penyakit
Hodgkin
c. Leukemi
akut dan menahun
d. Mielofibrosi
idiopatik
e. Polisitemia
vera
f. Anemia
hemolitik bawaan
5. Infeksi
a. Akut
(mononukleosis infektiosa,psitakosis)
b. Menahun
(tuberkulosis milier,malaria,bruselosis,kala-azar,sifilis,histoplasmosis)
6. Penyakit
inflitratif pada limpa
a. Sarkoidosis
b. Retikuloendoteliosis
c. Amiloidosis
2.4
Klasifikasi
1. Hipersplenisme
Primer: belum diketahui penyebabnya.
2. Hipersplenisme
Sekunder:
a.Penyakit infeksi atau parasit,
b.Penyakit Gaucher,
c.Leukemia,
d.Limfosarkoma.
a.Penyakit infeksi atau parasit,
b.Penyakit Gaucher,
c.Leukemia,
d.Limfosarkoma.
2.5
Patofisiologi
Pada hipersplenisme terjadi destruksi sel darah merah yang berlebihan.
Sehingga usia sel darah merah menjadi lebih pendek (normalnya lebih kurang 120 hari), terbentuk
antibodi yang menimbulkan reaksi antigen sehingga sel-sel rentan terhadap
destruksii, dan terbentuk
faktor penghambat pertumbuhan sel darah yang mempengaruhi penglepasan sel darah
dari sumsum tulang. Kejadian ini bisa terjadi pada
salah satu sel darah atau dapat terjadi menyeluruh seperti pada pansplenisme.
Hipersplenisme merupakan keadaan patologi faal limpa yang mengakibatkan
kerusakan dan gangguan sel darah merah. Gambaran kliniknya terdiri dari trias
splenomegali, pansitopeni, dan hiperplasia kompensasi sumsum merah. Pembagian
antara hipersplenisme primer dan sekunder terbyata kurang tepat dan tidak
lagidigunakan. Hipersplenisme primer adalah hipersplenisme yang belum diketahui
penyebabnya, pembesaran limpa akibat beban kerja yang berlebih akibat sel
abnormal yang melewati limpa yang normal. sedangkan sekunder jika telah
diketahui penyebabnya dimana limpa yang abnormal akan membuang sel darah yang
normal maupun yang abnormal secara berlebihan.
2.6
Manifestasi klinis
|
Keluhan
|
Tanda dan gejala
|
1. Splenomegali
2. Pansitopenia
-
Anemia
-
Leukopenia
-
Trombositopenia
3. Hiperplasia
sumsum merah
4. Anoreksia
5. Pusing
6. Sesak
7. Limpa yang
membesar terletak di dekat lambung dan bisa menekan lambung, sehingga
penderita bisa merasakan perutnya penuh meskipun baru makan sedikit makanan
kecil atau bahkan belum makan apa-apa.
8. Penderita
juga bisa merasakan nyeri perut atau nyeri punggung di daerah limpa, yang
bisa menjalar ke bahu, terutama jika sebagian limpa tidak mendapatkan cukup
darah dan mulai mati.
|
Kurang,kecuali jika besar sekali
Pusing,capai
Peka infeksi
Perdarahan tanpa rudapaksa yang sesuai
Kurang jelas
|
Pembengkakan kiri atas di perut
Pucat,Hb,Ht
Penurunan daya tahan
Diatesis hemoragik
Pemeriksaan sediaan darah tepi dan
sumsum merah
|
2.7
Pemeriksaan penunjang
1.
Ultrasonografi
umumnya dapat membantu menentukan ukuran, bentuk, dan patologi limpa. Misalnya,
adanya abses atau kista.
2.
Pada
pemeriksaan perkusi jarang ditemukan pekak limpa bila besar limpa normal.
3.
Biasanya pada pemeriksaan fisik, seorang dokter dapat
merasakan adanya pembesaran limpa.
4.
Pembesaran limpa juga bisa terlihat pada foto rontgen
perut.
5.
Diperlukan CT
scan untuk menentukan besarnya limpa dan melihat adanya penekanan terhadap
organ di sekitarnya.
6.
MRI scan juga memberikan hasil yang sama dengan CT
scan dan juga bisa mengikuti aliran darah yang melalui limpa.
7.
Menggunakan
partikel radioaktif yang ringan untuk mengukur besarnya limpa dan fungsinya
serta untuk menentukan apakah terdapat penumpukan atau penghancuran sel darah
dalam jumlah besar.
8.
Pemeriksaan darah menunjukkan berkurangnya jumlah sel
darah merah, sel darah putih dan trombosit.
9.
Pada pemeriksaan dibawah mikroskop, bentuk dan ukuran
sel darah bisa memberikan petunjuk mengenai penyebab membesarnya limpa.
10. Pemeriksaan
sumsum tulang dapat menemukan adanya kanker sel darah (misalnya leukemia atau
limfoma) atau penumpukan bahan-bahan yang tidak diinginkan.
2.8
Penatalaksanaan medis
1.
Splenektomi
Mengingat fungsi piltrasi limpa,
indikasi splenektomi harus dipertimbangkan benar. Selain itu, splenektomi
merupakan suatu operasi yang tidak boleh dianggap ringan.tindak bedah kadang
sukar karena eksposisinya tidak mudah padahal splenomegali sering disertai
banyak perlekatan dapa diafragma dan alat lain yang berdampingan. Pengikatan a.lienalis
sebagai tindakan pertama sewaktu operasi sangat berguna. Pembuluh ini ditemukan
dengan menelusuri bursa omentalis pada pinggir kranialpankreas. Bila limpa
besar sering dianjurkan pendekatan laparo-torakotomi yang sekaligus menyayat
diafragma sehingga daerah ekposisi menjadi halus.
Splenektomi dilakukan jika terdapat
kerusakan limpa yang tidak dapat diatasi dengan splenorafi, splenektomi parsial
yang bias terdiri dari eksisi satu segmen dilakukan jika ruptur limpa tidak mengenai hilus dan bagian yang
tidak cedera masih vital.
Splenektomi total juga dilakukan secara elektif pada
penyakit yang menuntut pengangkatan limpa misalnya pada hiperplenisme atau
kelainan hematologik tertentu.
Reimplantasi merupakan
autotransplantasi jaringan limpa yang dilakukan setelah splenektomiuntak
mencegah terjadinya epsis.caranya ialah dengan membungkus pecahan parenkim
limpa dengan omentum atau menanamnya di pinggang di belakang peritoneum.
Splenektomi
sedapat mungkin dihindari pada cedera limpa
Komplikasi pascasplenektomi terdiri
dari atelektase lobus bawah pari kiri karena gerak diafragma sebelah kiri pada
pernapasan kurang bebas. Trombositosis pascabedah yang mencapai puncak sekitar
hari kesepuluh tidak menyebabkan kecenderungan ke trombosis karena trombosit
yang bersangkutan merupakan trombosit tua.
2.
Splenorafi
Splenorafi adalah operasi yang bertujuan
mempertahankan limpa yang fungsional dengan teknik bedah. Tindakan ini
dapat dilakukan pada trauma tumpul
maupun tajam pada limpa.tndak bedah ini terdiri dari membuang jaringan
nonvital, mengikat pembuluh darah yang terbuka, dan menjahit kapsul limpa yang
terluka. Jika penjahitan laserasi saja kurang memadai, dapat ditambahkan dengan
pembungkusan kantong khusus dengan atau tanpa penjahitan omentum.
2.9 Komplikasi
a. Komplikasi
Manajemen Nonoperatif
Komplikasi paru berupa atelektasis, pneumoni dan efusi paru kiri sering
terjadi pada penanganan operatif. Hal ini berhubungan dengan trauma dada-paru
penyerta. Pasien usia lanjut sangat beresiko untuk terjadi tromboemboli paru.
b. Komplikasi
Postoperatif
Atelektasis,
pneumoni dan efusi pleura kiri paling sering. Abses subphrenikus terjadi 3-13%
bila disertai trauma usus dan pemasangan drain. Perdarahan. Akibat
kesalahan teknis dalam mengikat a. gastrica brevis atau pembuluh darah pada
hilus. Perdarahan lambat dapat terjadi hingga 45 hari setelah operasi. Diatasi
dengan transfusi, operasi ulang maupun keduanya. Pankreatitis dapat
terjadi karena trauma operasi maupun trauma awal. Trombositosis biasanya
terjadi pada hari ke 2-10 dan menjadi normal kembali pada minggu ke 2 – 12.
Dapat meningkatkan resiko trombosis vena dalam dan emboli paru. Infeksi serius
pasca operasi limpa berkisar 8%. Usia pasien, semakin parahnya trauma penyerta,
adanya cedera pankreas, kolon, SSP dan tulang meningkatkan komplikasi ini.
Kista postraumatik (pseudokista), kista yang kecil-asimptomatik (< 5cm) akan
hilang sendiri namun yang besar (>5cm) berpotensi ruptur.
2.10
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses
keperawatan secaramenyeluruh (Boedihartono,
1994).
1)
Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan.
Tanda :takikardia/
takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Lesu. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Bahu
menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang
menunujukkan keletihan.
2)
Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik,
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik,
Tanda :
TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar,
hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan
pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur
sistolik. Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa
(konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. Pengisian kapiler melambat
(penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi).
3)
Integritas ego
Gejala :
keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan
transfusi darah.
Tanda : depresi.
4)
Eleminasi
Gejala :
riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi. Diare atau
konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5)
Makanan/cairan
Gejala :
penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk
sereal tinggi. Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan.
Tanda :
lidah tampak merah daging/halus.
Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak
kisut/hilang elastisitas. Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir :
selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah.
6)
Neurosensori
Gejala :
sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, ketidak mampuan berkonsentrasi.
Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan,
keseimbangan buruk
Tanda :
peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu
berespons, lambat dan dangkal.
7)
Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen.
8)
Pernapasan
Gejala :Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Gejala :Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan
dispnea.
9)
Keamanan
Gejala :
riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia. Riwayat terpajan pada radiasi;
baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak
toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan
penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda :
demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan
ekimosis (aplastik).
10)
Seksualitas
Gejala :
perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore. Hilang libido
(pria dan wanita) dan
Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding
vagina pucat.
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah
pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan
(Boedihartono, 1994).
1.
Gangguan
rasa nyaman nyeri b.dpeningkatan peristaltik yang diatandai dengan nyeri tekan pada daerah abdomen.
2.
Risiko tinggi terhadap infeksi b.d
tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau
penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
3.
Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
4.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d kegagalan untuk mencerna
atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
5.
Intoleransi aktivitas b.d
ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
3.
Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan (Boedihartono, 1994)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
1.
Gangguan
rasa nyaman nyeri b.dpeningkatan peristaltik yang diatandai dengan nyeri tekan pada daerah abdomen.
Tujuan : nyeri berkurang dalam waktu 3x24 jam
Kriteria hasil :
-
Pasien
menunjukkan tanda dan gejala nyeri berkurang
-
Gangguan rasa
nyaman (nyeri ) teratasi dengan kriteria :
a.
Nyeri
abdomen hilang atau kurang
b.
Abdomen
timpani (perkusi)
c.
Perut tidak
distensi
d.
Peristaltic
usus normal
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji
keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan intensitasnya
2.
Beri buli-buli
panas / hangat pada area yang sakit
3.
Lakukan
massage dengan hati-hati pada area yang sakit
4.
Kolaborasi
pemberian obat analgetik
|
1.
Mengetahui
jika terjadi hipoksia sehingga dapat dilakukan intervensi secara cepat dan
tepat
2.
Hangat
menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan sirkulasi darah pada daerah
tersebut
3.
Membantu
mengurangi tegangan otot
4.
Mengurangi
rasa nyeri dengan menekan sistem saraf pusat
|
2.
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia,
atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
Tujuan :
Infeksi tidak terjadi dalam 3x24 jam
Kriteria
hasil :
–
Mengidentifikasi
perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
–
Meningkatkan
penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Tingkatkan
cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.
2. Pertahankan
teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka.
3. Berikan
perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
4. Motivasi
perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam.
5. Tingkatkan
masukkan cairan adekuat.
6.
Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi
bila memungkinkan.
7. Pantau
suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
8. Amati
eritema/cairan luka.
9. Berikan
antiseptic topical ; antibiotic sistemik (kolaborasi).
|
1.
mencegah kontaminasi silang/kolonisasi
bacterial.
2.
menurunkan risiko kolonisasi/infeksi
bakteri.
3.
menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan
dan infeksi.
4.
meningkatkan ventilasi semua segmen paru
dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
5.
membantu dalam pengenceran secret
pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh
misalnya pernapasan dan ginjal.
6.
membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi.
Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun
sangat terganggu.
7.
adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan
evaluasi/pengobatan.
8.
indikator infeksi lokal.
9.
mungkin digunakan secara propilaktik untuk
menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local.
|
3.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke
sel.
Tujuan : Peningkatan perfusi jaringandalam waktu 3x24 jam
Kriteria hasil :
Tujuan : Peningkatan perfusi jaringandalam waktu 3x24 jam
Kriteria hasil :
-
Menunjukkan
perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
a.
CRT
<2detik
b.
Akral
hangat, kering merah
c.
Tidak
ada sianosis sentral dan perifer
d.
Warna
kulit tidak pucat
e.
Sklera
tidak ikterik
f.
Bibir
tidak kering
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler,
warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
2.
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai
toleransi.
3.
Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi
napas
4.
Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
5.
Hindari penggunaan botol penghangat atau
botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer.
6.
Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan
laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai
indikasi.
7.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
|
1.
memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan
perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
2.
meningkatkan ekspansi paru dan
memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3.
dispnea, gemericik menununjukkan gangguan
jajntung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
4.
iskemia seluler mempengaruhi jaringan
miokardial/ potensial risiko infark.
5.
termoreseptor jaringan dermal dangkal
karena gangguan oksigen.
6.
mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan
pengobatan /respons terhadap terapi.
7.
memaksimalkan transport oksigen ke
jaringan.
|
4. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna
atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
Tujuan
:
kebutuhan nutrisi terpenuhidalam
3x24 jam
Kriteria
hasil :
–
Menunujukkan
peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
a.
Hb :
laki-laki = 13gr% - 18gr%; wanita 11,5gr% - 16,5gr%
–
Tidak
mengalami tanda mal nutrisi.
a.
Mukosa
lembab
b.
Mata tidak
cowong
–
Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup
untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.
a.
Porsi
makan habis
b.
Patuh
terhadap diet
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang
disukai.
2.
Observasi dan catat masukkan makanan
pasien.
3.
Timbang berat badan setiap hari.
4.
Berikan makan sedikit dengan frekuensi
sering dan atau makan diantara waktu makan.
5.
Observasi dan catat kejadian mual/muntah,
flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
6.
Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik
7.
Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana
diet.
8.
Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan
laboraturium.
9.
Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi.
|
1.
mengidentifikasi defisiensi, memudahkan
intervensi.
2.
mengawasi masukkan kalori atau kualitas
kekurangan konsumsi makanan.
3.
mengawasi penurunan berat badan atau
efektivitas intervensi nutrisi.
4.
menurunkan kelemahan, meningkatkan
pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
5.
gejala GI dapat menunjukkan efek anemia
(hipoksia) pada organ.
6.
meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan
oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri
7.
membantu dalam rencana diet untuk memenuhi
kebutuhan individual.
8.
meningkatakan efektivitas program
pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
9.
kebutuhan penggantian tergantung pada tipe
anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang
diidentifikasi.
|
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : Dapat mempertahankan/meningkatkan
ambulasi/aktivitas dalam 3x24 jam.
Kriteria hasil :
–
Melaporkan
peningkatan toleransi aktivitas (aktivitas sehari-hari meningkat)
–
Menunjukkan
penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan
darah masih dalam rentang normal.
a.
Nadi :
60– 100 kali per menit
b.
Pernafasan
: 16 – 24 kali per menit
c.
Tekanan
darah : 120/80 mmHg
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji kemampuan ADL pasien.
2.
Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan,
gaya jalan dan kelemahan otot.
3.
Observasi tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah aktivitas.
4.
Berikan lingkungan tenang, batasi
pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di
indikasikan.
5.
Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan
pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien
melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
|
1.
mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2.
menunjukkan perubahan neurology karena
defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
3.
manifestasi kardiopulmonal dari upaya
jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
4.
meningkatkan istirahat untuk menurunkan
kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
5.
meningkatkan aktivitas secara bertahap
sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan.
|
4. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28)
1.
Rasa
nyeri berkurang
2.
Infeksi tidak terjadi.
3.
Peningkatan perfusi jaringan.
4.
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
5.
Meningkatkan
ambulasi/aktivitas
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Limpa adalah jenis kelenjar tanpa saluran.Limpa adalah bagian dari sistem
peredaran atau sirkulasi.Definisi Hiperplenisme merupakan suatu
keadaan patologik faal limpa yang mengakibatkan kerusakan dan gangguan pada sel darah. Gambaran
kliniknya terdiri dari trias splenomegali, pansitopenia, dan hiperplasia
kompensasi sumsum merah.Pansitopenia dapat terdiri dari anemia, leukopenia, dan
trombositopenia; sendiri-sendiri atau gabungan ketiga unsur tersebut.
3.2 Saran
Untuk mengetahui Hipersplenisme dan
mengetahui asuhan keperawatan hipersplenisme. Sedangkan untuk pasien yang
terkena hipersplenisme agar bisa untuk mengobati penyakitnya dengan cara
berobat dan memeriksaan penyakitnya ke klinik terdekat bisa juga di rumah sakit
terdekat untuk itu kita semua wajib menjaga kesehatan diri kita agar terhindar
dari penyakit serta melakukan olah raga dengan rutin agar menjaga kesehatan
tubuh kita.