BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia mebungkus
otot-otot dan organ dalam. Kulit berfungsi melindungi tubuh dari trauma dan
merupakan benteng pertahanan terhadap bakteri. Kehilangan panas dan penyimpanan
panas diatur melalui vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah kulit atau sekresi
kelenjar keringat. Organ-organ adneksa kulit seperti kuku dan rambut telah
diketahui mempunyai nilai-nilai kosmetik. Kulit juga merupakan sensasi raba,
tekan, suhu, nyeri, dan nikmat berkat jalinan ujung-ujung saraf yang saling
bertautan. Secara mikroskopis kulit terdiri dari tiga lapisan: pidermis,
dermis, dan lemak subkutan. Epidermis, bagian terluar dari kulit dibagi menjadi
dua lapisan utama yaitu stratum korneum dan stratum malfigi. Dermis terletak
tepat di bawah pidermis, dan terdiri dari serabut-serabut kolagen, elastin, dan
retikulin yang tertanam dalam substansi dasar. Matriks kulit mengandung
pembuluh-pembuluh darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada
epidermis yang sedang tumbuh. Juga terdapat limfosit, histiosit, dan leukosit
yang melindungi tubuh dari infeksi dan invasi benda-benda asing. Di bawah
dermis terdapat lapisan lemak subcutan yang merupakan bantalan untuk kulit,,
isolasi untuk pertahankan suhu tubuh dan tempat penyimpanan energi.
Salah satu penyakit kulit yang paling sering dijumpai yakni
Dermatitis yang lebih dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang
mengalami peradangan. Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul
dalam berbagai jenis, terutama kulit yang kering. Umumnya enzim dapat
menyebabkan pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit. Dermatitis tidak
berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun
demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu.
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi
dan gejala Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu
seperti racun yang terdapat pada berbeda, antara lain dermatitis. Berdasarkan
uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul
“Makalah Asuhan Keperawatan Pada klien dengan Dermatitis”.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Seperti apakah anatomi fisiologi dermis?
1.2.2
Apa yang di maksud dengan dermatitis?
1.2.3
Apa saja etiologi dari dermatitis?
1.2.4
Bagaimanakah patofisiologi dermatitis?
1.2.5
Bagaimana manifestasi dermatitis?
1.2.6
Bagaimana penatalaksanaannya?
1.2.7
Bagaimana asuhan keperawatan dermatitis?
1.3 Tujuan
1.3.1
Menjelaskan anatomi fisiologi dermis
1.3.2
Menjelaskan definisi dari dermatitis
1.3.3
Menjelaskan etiologi dari dermatitis
1.3.4
Menjelaskan patofisiologi dari
dermatitis
1.3.5
Menjelaskan manifestasi dermatitis
1.3.6
Menjelaskan bagaimana penatalaksanaan
dari dermatitis
1.3.7
Menjelaskan asuhan keperawatan pasien
dermatitis
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi
Fisiologi
Kulit
merupakan pembatas tubuh dengan lingkungan sekitar karena posisinya yang
terletak di bagian paling luar. Luas kulit dewasa 1,5 m2 dengan berat
kira-kira 15% berat badan.
Klasifikasi
berdasar :
ü Warna :
o terang (fair skin), pirang, dan
hitam
o merah muda : pada telapak kaki dan
tangan bayi
o hitam kecokelatan : pada genitalia
orang dewasa
ü Jenisnya :
o Elastis dan longgar : pada palpebra,
bibir, dan preputium
o Tebal dan tegang : pada telapak kaki
dan tangan orang dewasa
o Tipis : pada wajah
o Lembut : pada leher dan badan
o
Berambut kasar : pada kepala
Klik untuk perbesar gambar
|
|
Anatomi kulit secara histopatologik
- Lapisan Epidermis (kutikel)
Klik gambar untuk perbesar
|
o Stratum Korneum (lapisan tanduk)
Lapisan
kulit paling luar yang terdiri dari sel gepeng yang mati, tidak berinti,
protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat tanduk)
o
Stratum
Lusidum
Terletak
di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng tanpa inti, protoplasmanya berubah
menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini lebih jelas tampak pada
telapak tangan dan kaki.
o
Stratum
Granulosum (lapisan keratohialin)
Merupakan
2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di
antaranya. Butir kasar terdiri dari keratohialin. Mukosa biasanya tidak
mempunyai lapisan ini.
o Stratum Spinosum (stratum Malphigi)
atau prickle cell layer (lapisan akanta )
Terdiri
dari sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih karena banyak
mengandung glikogen, selnya akan semakin gepeng bila semakin dekat ke
permukaan. Di antara stratum spinosum, terdapat jembatan antar sel (intercellular
bridges) yang terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin.
Perlekatan antar jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut
nodulus Bizzozero. Di antara sel spinosum juga terdapat pula sel Langerhans.
o
Stratum
Basalis
Terdiri
dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan
dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Sel basal bermitosis dan
berfungsi reproduktif.
ü
Sel
kolumnar => protoplasma basofilik inti lonjong besar, di hubungkan oleh
jembatan antar sel.
ü
Sel
pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell => sel berwarna muda,
sitoplasma basofilik dan inti gelap, mengandung pigmen (melanosomes)
- Lapisan Dermis (korium, kutis vera, true skin) => terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa pada dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.
o
Pars
Papilare
Bagian
yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
o
Pars
Retikulare => bagian bawah yang menonjol ke subkutan.
Terdiri
dari serabut penunjang seperti kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks)
lapisan ini terdiri dari cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat,
dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas,
selanjutnya membentuk ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan
hidroksisilin. Kolagen muda bersifat elastin, seiring bertambahnya usia,
menjadi kurang larut dan makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut
elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf, dan mudah mengembang serta
lebih elastis.
- Lapisan Subkutis (hipodermis)
Lapisan
paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel lemak yang bulat,
besar, dengan inti mendesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini
berkelompok dan dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak
disebut dengan panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di
lapisan ini terdapat saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Lapisan
lemak berfungsi juga sebagai bantalan, ketebalannya berbeda pada beberapa
kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis, di perut lebih tebal (sampai 3
cm).
Vaskularisasi
di kuli diatur pleksus superfisialis (terletak di bagian atas dermis) dan
pleksus profunda (terletak di subkutis)
FUNGSI
KULIT
- Fungsi Proteksi
Kulit
punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan penunjang yang dapat
melindungi tubuh dari gangguan :
o fisis/ mekanis : tekanan, gesekan,
tarikan.
o kimiawi : iritan seperti lisol,
karbil, asam, alkali kuat
o panas : radiasi, sengatan sinar UV
o infeksi luar : bakteri, jamur
Beberapa macam perlindungan :
o Melanosit => lindungi kulit dari
pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning (penggelapan kulit)
o Stratum korneum impermeable terhadap
berbagai zat kimia dan air.
o Keasaman kulit kerna ekskresi
keringat dan sebum => perlindungan kimiawo terhadap infeksi bakteri maupun
jamur
o Proses keratinisasi => sebagai
sawar (barrier) mekanis karena sel mati melepaskan diri secara teratur.
- Fungsi Absorpsi
Permeabilitas
kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil fungsi
respirasi. Kemampuan absorbsinya bergantung pada ketebalan kulit, hidrasi,
kelembaban, metabolisme, dan jenis vehikulum. PEnyerapan dapat melalui celah
antar sel, menembus sel epidermis, melalui muara saluran kelenjar.
- Fungsi Ekskresi
Mengeluarkan
zat yang tidak berguna bagi tubuh seperti NaCl, urea, asam urat, dan amonia.
Pada fetus, kelenjar lemak dengan bantuan hormon androgen dari ibunya
memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya dari cairan amnion, pada waktu lahir
ditemui sebagai Vernix Caseosa.
- Fungsi Persepsi
Kulit
mengandung ujung saraf sensori di dermis dan subkutis. Saraf sensori lebih
banyak jumlahnya pada daerah yang erotik.
o Badan Ruffini di dermis dan subkutis
=> peka rangsangan panas
o Badan Krause di dermis => peka
rangsangan dingin
o Badan Taktik Meissner di papila
dermis => peka rangsangan rabaan
o Badan Merkel Ranvier di epidermis
=> peka rangsangan rabaan
o Badan Paccini di epidemis => peka
rangsangan tekanan
- Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi)
Dengan
cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah
kulit. Kulit kaya pembuluh darah sehingga mendapat nutrisi yang baik. Tonus
vaskuler dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi, dinding
pembuluh darah belum sempurna sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan membuat
kulit bayi terlihat lebih edematosa (banyak mengandung air dan Na)
- Fungsi Pembentukan Pigmen
Karena
terdapat melanosit (sel pembentuk pigmen) yang terdiri dari butiran pigmen
(melanosomes)
- Fungsi Keratinisasi
Keratinosit
dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan
berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel
makin menjadi gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti makin
menghilang dan keratinosit menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini
berlangsung 14-21 hari dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara
mekanis fisiologik.
- Fungsi Pembentukan Vitamin D
Kulit
mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tapi
kebutuhan vit D tubuh tidak hanya cukup dari hal tersebut. Pemberian vit D
sistemik masih tetap diperlukan.
2.2 Definsi
Dermatitis adalah peradangan pada
kulit ( inflamasi pada kulit ) yang disertai dengan pengelupasan kulit ari (
Brunner dan Suddart, 2000 )
Dermatitis adalah peradangan kulit yang ditandai oleh
rasa gatal
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan
dermis sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-resensi polimorfik (eritema,
edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal). (Adhi Juanda,2005)
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan
dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor
endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema,
edema, papul, vesikel, skuama) dan keluhan gatal (Djuanda,
Adhi, 2005).
Dermatitis adalah peradangan pada kulit (imflamasi
pada kulit) yang disertai dengan pengelupasan kulit ari dan pembentukkan sisik
(Brunner dan Suddart 2000). Jadi dermatitis adalah peradangan kulit yang
ditandai oleh rasa gatal.
Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan
timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang kering. Umumnya enzim dapat
menyebabkan pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit. Dermatitis tidak
berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun
demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu.
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi
dan gejala Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi)
tertentu seperti racun yang terdapat pada berbeda.
Dermatitis lebih dikenal sebagai eksim,
merupakan penyakit kulit yang mengalami peradangan.
·
Jenis Dermatitis
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang
masing-masing memiliki indikasi dan gejala berbeda:
1.
Contact Dermatitis
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan
oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit.
Terdapat 2 tipe dermatitis kontak yang disebabkan oleh
zat yang berkontak dengan kulit yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis
kontak alergik.
a.
Dermaitis
Kontak Iritan :
Kulit berkontak dengan zat iritan dalam waktu dan
konsentrasi cukup, umumnya berbatas relatif tegas. Paparan ulang akan
menyebabkan proses menjadi kronik dan kulit menebal disebut skin hardering.
b.
Dermatitis
Kontak Alergik :
Batas tak tegas. Proses yang mendasarinya ialah reaksi
hipersensitivitas. Lokalisasi daerah terpapar, tapi tidak tertutup kemungkinan
di daerah lain.
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab
alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada tanaman merambat atau
detergen. Indikasi dan gejala antara kulit memerah dan gatal. Jika memburuk,
penderita akan mengalami bentol-bentol yang meradang. Disebabkan kontak
langsung dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit atau alergi. Contohnya
sabun cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih lantai. Alergennya bisa berupa
karet, logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput.
2.
Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai
dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol(likenifikasi)
menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang
karena berbagai ransangan pruritogenik.
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa
berwujud kecil, datar dan dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25
cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah pakaian ketat yang kita kenakan
menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini memicu kita untuk menggaruk
bagian yang terasa gatal. Biasanya muncul pada pergelangan kaki, pergelangan
tangan, lengan dan bagian belakang dari leher.
3.
Seborrheic Dermatitis
Kulit terasa berminyak dan licin; melepuhnya sisi-sisi
dari hidung, antara kedua alis, belakang telinga serta dada bagian
atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan faktor keturunan, muncul saat
kondisi mental dalam keadaan stres atau orang yang menderita penyakit saraf
seperti Parkinson.
4.
Stasis Dermatitis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi
kronik vena(atau hipertensi vena) tungkai bawah. Yang muncul dengan adanya
varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang kering berubah warna menjadi
memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis muncul ketika adanya
akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan kondisi kronis lain pada
kaki juga menjadi penyebab.
5.
Atopic Dermatitis
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif,
disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi
pada keluarga atau penderita (D.A, rinitis alergik, atau asma bronkial).
Kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan
likenifikasi, distribusinya dilipatan(fleksural).
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal,
kulit menebal, dan pecah-pecah. Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang
lutut. Dermatitis biasanya muncul saat alergi dan seringkali muncul pada
keluarga, yang salah satu anggota keluarga memiliki asma. Biasanya dimulai
sejak bayi dan mungkin bisa bertambah atau berkurang tingkat keparahannya
selama masa kecil dan dewasa.
2.3 Etiologi
Penyebab dermatitis
belum diketahui secara pasti. Sebagian besar merupakan respon kulit terhadap
agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain itu alergi makanan juga
bisa menyebabkan dermatitis. Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi.
(Arief Mansjoer.1998 ”Kapita selekta”)
Penyebab Dermatitis
secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
b)
Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.
2.4
Patofisiologi
1. Dermatitis
Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan
kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam
beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi
melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti
sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan
dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin
yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor
sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan
limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin,
prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan
menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen
dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan
keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya
dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak
melalui fase sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu :
iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada
pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka
yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi,
misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada
terjadinya kerusakan tersebut.
ü Dermatitis Kontak Alergi
Pada dermatitis kontak alergi, ada
dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi
dermatitis ini yaitu :
·
Fase
Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase
induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu
yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau
pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian
hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE
(Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier
yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein.
Protein ini terletak pada membran
sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte
Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell).
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition).
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition).
Selanjutnya sel Langerhans
dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T
untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T
sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh
tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak
berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama
14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut
telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis
kontak alergik.
·
Fase
elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen
terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah
tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan
mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya
IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang
keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang
langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid.
Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin
sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya
timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan
tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan
peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi
antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta
pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF
gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel
T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan
memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin
berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa
mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya
menekan atau meredakan peradangan.
ü Toleransi Imunologis
Struktur kimia, dosis dan cara
penyajian dari suatu antigen sangat menentukan potensi sensitivitasnya. Pada
aplikasi pertama dari antigen akan menggerakkan dua mekanisme yang berlawanan
yaitu sensitisasi (pembentukan T helper cell) dan toleransi imunitas spesifik
(pembentukan T supresor cell). Kedua keadaan imunologik ini selanjutnya dapat
dimodifikasi oleh faktor-faktor eksternal seperti pemberian glukokortikoid
topikal atau sistemik, radiasi sinar ultra violet dan riwayat dermatitis
atopik. Apabila dosis tinggi dari antigen disapukan secara epikutan maka dapat
timbul toleransi.Kemungkinan oleh karena sejumlah besar antigen menghindari sel
Langerhans epidermal.
Toleransi imunologis dapat
dirangsang oleh penggunaan bahan kimia yang sejenis seperti propilgallat
(antioksidan dalam makanan) dan 2-4-dinitro-1-klorobenzen terhadap
dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat menurunkan sensitivitas DNCB, bahkan
dapat menjadi tidak responsive. Hal ini disebut proses hardening (pengerasan).
Namun proses hardening tidak timbul pada setiap orang dan dapat hilang bila
terjadi pemutusan hubungan dengan bahan kontak alergen. Hiposensitisasi dapat
dicapai dengan pemberian awal bahan allergen berstruktur sejenis dalam dosis
rendah yang kemudian ditingkatkan secara bertahap. Hal ini dapat diterapkan
pada sulfonamid dan poison ivy. Akibatnya ambang rangsang untuk reaksi positif
terhadap uji tempel akan meningkat.
Namun keadaan desensitisasi penuh
tidak dapat dicapai. Hiposensitisasi merupakan keseimbangan antara sel efektor
dan supresor. Keadaan toleransi ini dapat dirusak oleh siklofosfamid yang
secara selektif menghambat sel supresor. Bila ini gagal secara teoritik dapat
dilakukan induksi secara intra vena sehingga timbul tolerans terhadap alergen
yang diberikan. Menurut Adam hal ini akan merangsang makrofag di limpa untuk
membentuk sel T supresor dan menimbulkan toleransi imunitas spesifik. Secara
teoritik dapat timbul keadaan quenching yaitu terjadinya potensiasi dari respon
alergi dan iritan sehingga kombinasi dari bahan-bahan kimia dapat menimbulkan
efek pemedaman yaitu berkurangnya ekspresi atau induksi sensitivitas.
2.5 Manifestasi Klinis
Dermatitis
gejala bervariasi dengan segala bentuk kondisi yang berbeda. Mulai dari ruam
kulit ruam bergelombang atau termasuk lecet. Meskipun setiap jenis dermatitis
memiliki gejala yang berbeda, ada tanda-tanda tertentu yang umum untuk mereka
semua, termasuk kemerahan pada kulit, bengkak , gatal-gatal dan lesi kulit dan kadang-kadang berdarah dan
jaringan parut. Selain itu, daerah kulit yang muncul gejala-gejala cenderung
berbeda dengan setiap jenis dermatitis. Gejala-gejala dermatitis kontak
biasanya muncul di tempat di mana alergen masuk ke kontak dengan kulit. Selain
itu, gejala neurodermatitis terbatas ke area tunggal, sering leher , pergelangan
tangan , lengan , paha atau pergelangan
kaki .
Lebih jarang, gejala
utama dari kondisi ini yang gatal kulit mungkin muncul di daerah kelamin , seperti vulva atau skrotum . [4] Gejala dermatitis jenis ini mungkin sangat intens dan
dapat datang dan pergi. Dermatitis kontak iritan biasanya lebih menyakitkan dari gatal.
Meskipun gejala
dermatitis atopik bervariasi dari orang ke orang, gejala yang paling umum
adalah kering, gatal, kulit merah. Khas daerah kulit yang terkena meliputi
lipatan lengan, bagian belakang lutut , pergelangan tangan , wajah dan tangan . Jarang mungkin ada retak di belakang telinga, dan
ruam berbagai lainnya pada setiap bagian tubuh. [5] Gatal adalah gejala utama dari kondisi ini. Herpetiformis Dermatitis termasuk gejala
gatal, menyengat dan rasa panas. Papula dan vesikula
biasanya hadir. The benjolan merah kecil berpengalaman dalam hal ini jenis
dermatitis biasanya sekitar 1 cm, berwarna merah dan dapat ditemukan secara
simetris dikelompokkan atau didistribusikan pada atas atau bawah punggung, pantat , siku , lutut , leher, bahu , dan kulit kepala . [ 6] Kurang sering, ruam dapat muncul di dalam mulut atau dekat rambut .
Gejala-gejala
dermatitis seboroik di sisi lain, cenderung muncul secara bertahap, dari atau
berminyak scaling kering kulit kepala ( ketombe ) untuk rambut rontok .
Dalam penyebab parah, jerawat dapat muncul di sepanjang garis rambut, belakang
telinga, di alis , di jembatan dari hidung , di sekitar hidung,
di dada , dan di punggung atas. [7] Pada bayi baru lahir ,
kondisi tersebut menyebabkan tebal dan berwarna kekuningan ruam kulit kepala,
sering disertai dengan ruam popok .
Perioral dermatitis
mengacu pada bergelombang ruam merah di sekitar mulut.
2.6 Penatalaksanaan
1.
Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan
penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan
eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan
proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada
sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan
hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans
kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel
T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini
meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan
demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %,
halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok
secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan,
dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap
hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit
dan erupsi akneiformis.
2. Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai
efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet
di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi
timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat
mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan
hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga
menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA
(PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan
histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel
Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase
induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang
diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat
berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang
ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3.
Siklosporin
A
Pemberian siklosporin A topikal
menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi
pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya
absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4.
Antibiotika
dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh
S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada
keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin)
dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5.
Imunosupresif
topikal
Obat-obatan baru yang bersifat
imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja
dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti
IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini
akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek
samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang
berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding
dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1%
sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi
kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak
mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya
dengan pemakaian secara oral.
6.
Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah
untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak
terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya
reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A,
bradikinin dan asetilkolin.
7.
Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang
atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik
adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki
kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka
efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus
peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat
badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi.
Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi
molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari
limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
BAB 3
ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Anamnesa
Anamnesa
yang dapat dilakukan pada klien adalah :
1. Identitas
/ Data demografi
2. Riwayat
penyakit sekarang
3. Riwayat
penyakit dahulu
4. Aktifitas
istirahat
5. Neurosensori
6. Nyeri/kenyamanan
7. Pembelajaran/pengajaran
Pemeriksaan Fisik
1.
Kerusakan
integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan epidermis dan
kekakuan kulit.
2.
Nyeri akut b/d agen cedera fisik,
adanya vesikel atau bula, erosi, papula,
garukan berulang
3.
Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis.
3. Rencana Keperawatan
Ø Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan
epidermis dan kekakuan kulit.
Tujuan
: Setelah diberikan tindakan
keperawatan diharapkan kondisi kulit klien
menunjukkan perbaikan.
Kriteria
hasil :
Klien
akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya
peradangan, ditandai dengan:
·
Mengungkapkan
peningkatan kenyamanan kulit.
·
Berkurangnya
derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena
garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak.
Intervensi
:
a.
Mandi
paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim
yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala
meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam
saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk
mencegah penguapan air dari kulit.
b.
Gunakan
air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi
yang akan meningkatkan pruritus.
c.
Gunakan
sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi
busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab
lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering
dapat meningkatkan keluhan.
Kolaborasi: oleskan/berikan salep atau krim
yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan
kulit.
Ø Nyeri b/d agen cedera fisik, adanya vesikel
atau bula, erosi, papula, garukan berulang.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan
keperawatan 3x24 jam, rasa nyeri pasien dapat berkurang
Kriteria
Hasil:
·
Melaporkan
nyeri berkurang/ terkontrol.
·
Menunjukkan
ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
·
Berpartisipasi
dalam aktivitas dan tidur atau istirahat dengan tepat.
Intervensi:
a.
Observasi
keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas skala nyeri (0-10
)
Rasional: dapat mengidentifikasi terjadinya
komplikasi dan untuk intervensi selanjutnya.
b.
Ajarkan
tehnik relaksasi progresif, nafas dalam guided imagery.
Rasional: membantu klien untuk mengurangi
persepsi nyeri atau mangalihkan perhatian klien dari nyeri.
Kolaborasi: Berikan obat sesuai
indikasi topikal maupun sistemik; pentoksifilin
Rasional: pemberian obat membantu mengurangi
efek peradangan.
Ø Ganguan citra tubuh b/d penyakit
dermatitis
Tujuan: Setelah diberikan asuhan
keperawatan 3x24 jam pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien
tercapai.
Kriteria
Hasil :
·
Mengembangkan
peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
·
Mengikuti
dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
·
Melaporkan
perasaan dalam pengendalian situasi.
·
Menguatkan
kembali dukungan positif dari diri sendiri.
·
Mengutarakan
perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
·
Menggunakan
teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan
penampilan.
Intervensi
:
a.
Kaji
adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri
sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan
menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap
dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
b.
Identifikasi
stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara
stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap
kondisi kulitnya.
c.
Berikan
kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan
pengalaman didengarkan dan dipahami.
d.
Nilai
rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan
kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk
menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas
situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
e.
Dukung
upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan
penerimaan diri dan sosialisasi.
f.
Mendorong
sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan
sosialisasi.
BAB 4
PENUTUP
4.2 Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya dapat kita ambil sebuah
kesimpulan bahwa penyakit dermatitis merupakan peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis pada
kulit.
Kemudian asuhan keperawatan dilakukan sebagai
upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar klien dan mengembalikan kondisi klien
seoptimal mungkin dengan cara memberikan beberapa tindakan dan perawatan secara
profesional.
4.2 Saran
a. Diharapkan
selalu menjaga kebersihan tubuh untuk menghindari penyakit dermatitis
b. Memberikan
asuhan keperawatan kepada klien yang mengalami penyakit dermatitis secara
profesional
c. Memberikan
pendidkan kesehatan kepada masyarakat tentangkebersihan diri dan pola diet yang
baik.
Daftar
Pustaka
Djuanda
A, Djuanda S, Hamzah M, Aisah S editor. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Edisi
kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,1993
Leung
DYM, Tharp M, Boguniewi CZ. Atopic Dermatitis. Dalam: Friedbergin, Eisen AZ,
Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, Fitzpatrik TB, ads. Fitzpatrik’s
Dermatology In General Medicine. New York Mc Graw-Hill, 1999: 1464-80
Doenges,Marlyn.E dkk.2001.Rencana asuhan
keperawatan.Edisi:3.Jakarta:penerbit buku kedokteran,EGC
Kapita selekta kedokteran II.2001.Edisi
3.Jakarta:Media Aesculapius
Google.co.id.Kata kunci “Askep Dermatitis”
Patofisiologi II.2001.Edisi 3.Jakarta Penerbit
buku kedokteran,EGC