Rabu, 13 Maret 2013

ASKEP DERMATITIS



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia mebungkus otot-otot dan organ dalam. Kulit berfungsi melindungi tubuh dari trauma dan merupakan benteng pertahanan terhadap bakteri. Kehilangan panas dan penyimpanan panas diatur melalui vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah kulit atau sekresi kelenjar keringat. Organ-organ adneksa kulit seperti kuku dan rambut telah diketahui mempunyai nilai-nilai kosmetik. Kulit juga merupakan sensasi raba, tekan, suhu, nyeri, dan nikmat berkat jalinan ujung-ujung saraf yang saling bertautan. Secara mikroskopis kulit terdiri dari tiga lapisan: pidermis, dermis, dan lemak subkutan. Epidermis, bagian terluar dari kulit dibagi menjadi dua lapisan utama yaitu stratum korneum dan stratum malfigi. Dermis terletak tepat di bawah pidermis, dan terdiri dari serabut-serabut kolagen, elastin, dan retikulin yang tertanam dalam substansi dasar. Matriks kulit mengandung pembuluh-pembuluh darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis yang sedang tumbuh. Juga terdapat limfosit, histiosit, dan leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi dan invasi benda-benda asing. Di bawah dermis terdapat lapisan lemak subcutan yang merupakan bantalan untuk kulit,, isolasi untuk pertahankan suhu tubuh dan tempat penyimpanan energi.
Salah satu penyakit kulit yang paling sering dijumpai yakni Dermatitis yang lebih dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang mengalami peradangan. Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang kering. Umumnya enzim dapat menyebabkan pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit. Dermatitis tidak berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu. Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada berbeda, antara lain dermatitis.  Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Pada klien dengan Dermatitis”.


1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Seperti apakah anatomi fisiologi dermis?
1.2.2        Apa yang di maksud dengan dermatitis?
1.2.3        Apa saja etiologi dari dermatitis?
1.2.4        Bagaimanakah patofisiologi dermatitis?
1.2.5        Bagaimana manifestasi dermatitis?
1.2.6        Bagaimana penatalaksanaannya?
1.2.7        Bagaimana asuhan keperawatan dermatitis?

1.3  Tujuan
1.3.1        Menjelaskan anatomi fisiologi dermis
1.3.2        Menjelaskan definisi dari dermatitis
1.3.3        Menjelaskan etiologi dari dermatitis
1.3.4        Menjelaskan patofisiologi dari dermatitis
1.3.5        Menjelaskan manifestasi dermatitis
1.3.6        Menjelaskan bagaimana penatalaksanaan dari dermatitis
1.3.7        Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dermatitis





BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi
Kulit merupakan pembatas tubuh dengan lingkungan sekitar karena posisinya yang terletak di bagian  paling luar. Luas kulit dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan.
Klasifikasi berdasar :
ü  Warna :
o    terang (fair skin), pirang, dan hitam
o    merah muda : pada telapak kaki dan tangan bayi
o    hitam kecokelatan : pada genitalia orang dewasa
ü  Jenisnya :
o    Elastis dan longgar : pada palpebra, bibir, dan preputium
o    Tebal dan tegang : pada telapak kaki dan tangan orang dewasa
o    Tipis : pada wajah
o    Lembut : pada leher dan badan
o    Berambut kasar : pada kepala

Klik untuk perbesar gambar


 











Anatomi kulit secara histopatologik
  1. Lapisan Epidermis (kutikel)

Klik gambar untuk perbesar


o   Stratum Korneum (lapisan tanduk)
Lapisan kulit paling luar yang terdiri dari sel gepeng yang mati, tidak berinti, protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat tanduk)
o   Stratum Lusidum
Terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng tanpa inti, protoplasmanya berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini lebih jelas tampak pada telapak tangan dan kaki.
o   Stratum Granulosum (lapisan keratohialin)
Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir kasar terdiri dari keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini.
o   Stratum Spinosum (stratum Malphigi) atau prickle cell layer (lapisan akanta )
Terdiri dari sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, selnya akan semakin gepeng bila semakin dekat ke permukaan. Di antara stratum spinosum, terdapat jembatan antar sel (intercellular bridges) yang terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel spinosum juga terdapat pula sel Langerhans.
o   Stratum Basalis
Terdiri dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Sel basal bermitosis dan berfungsi reproduktif.
ü   Sel kolumnar => protoplasma basofilik inti lonjong besar, di hubungkan oleh jembatan antar sel.
ü   Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell => sel berwarna muda, sitoplasma basofilik dan inti gelap, mengandung pigmen (melanosomes)
  1. Lapisan Dermis (korium, kutis vera, true skin) => terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa pada dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.
o      Pars Papilare
Bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
o      Pars Retikulare => bagian bawah yang menonjol ke subkutan.
Terdiri dari serabut penunjang seperti kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri dari cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, selanjutnya membentuk ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat elastin, seiring bertambahnya usia, menjadi kurang larut dan makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf, dan mudah mengembang serta lebih elastis.
  1. Lapisan Subkutis (hipodermis)
Lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel lemak yang bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok dan dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut dengan panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Lapisan lemak berfungsi juga sebagai bantalan, ketebalannya berbeda pada beberapa kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis, di perut lebih tebal (sampai 3 cm).
Vaskularisasi di kuli diatur pleksus superfisialis (terletak di bagian atas dermis) dan pleksus profunda (terletak di subkutis) 

FUNGSI KULIT
  1. Fungsi Proteksi
Kulit punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan penunjang yang dapat melindungi tubuh dari gangguan :
o    fisis/ mekanis : tekanan, gesekan, tarikan.
o    kimiawi : iritan seperti lisol, karbil, asam, alkali kuat
o    panas : radiasi, sengatan sinar UV
o    infeksi luar : bakteri, jamur

Beberapa macam perlindungan :
o    Melanosit => lindungi kulit dari pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning (penggelapan kulit)
o    Stratum korneum impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air.
o    Keasaman kulit kerna ekskresi keringat dan sebum => perlindungan kimiawo terhadap infeksi bakteri maupun jamur
o    Proses keratinisasi => sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel mati melepaskan diri secara teratur.
  1. Fungsi Absorpsi
Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil fungsi respirasi. Kemampuan absorbsinya bergantung pada ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme, dan jenis vehikulum. PEnyerapan dapat melalui celah antar sel, menembus sel epidermis, melalui muara saluran kelenjar.
  1. Fungsi Ekskresi
Mengeluarkan zat yang tidak berguna bagi tubuh seperti NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Pada fetus, kelenjar lemak dengan bantuan hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya dari cairan amnion, pada waktu lahir ditemui sebagai Vernix Caseosa.
  1. Fungsi Persepsi
Kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan subkutis. Saraf sensori lebih banyak jumlahnya pada daerah yang erotik.
o    Badan Ruffini di dermis dan subkutis => peka rangsangan panas
o    Badan Krause di dermis => peka rangsangan dingin
o    Badan Taktik Meissner di papila dermis => peka rangsangan rabaan
o    Badan Merkel Ranvier di epidermis => peka rangsangan rabaan
o    Badan Paccini di epidemis => peka rangsangan tekanan

  1. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi)
Dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya pembuluh darah sehingga mendapat nutrisi yang baik. Tonus vaskuler dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi, dinding pembuluh darah belum sempurna sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan membuat kulit bayi terlihat lebih edematosa (banyak mengandung air dan Na)
  1. Fungsi Pembentukan Pigmen
Karena terdapat melanosit (sel pembentuk pigmen) yang terdiri dari butiran pigmen (melanosomes)
  1. Fungsi Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel makin menjadi gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti makin menghilang dan keratinosit menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung 14-21 hari dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
  1. Fungsi Pembentukan Vitamin D
Kulit mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tapi kebutuhan vit D tubuh tidak hanya cukup dari hal tersebut. Pemberian vit D sistemik masih tetap diperlukan.
2.2 Definsi
Dermatitis adalah peradangan pada kulit ( inflamasi pada kulit ) yang disertai dengan pengelupasan kulit ari ( Brunner dan Suddart, 2000 )
Dermatitis adalah peradangan kulit yang ditandai oleh rasa gatal
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal). (Adhi Juanda,2005)
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama) dan keluhan gatal  (Djuanda, Adhi, 2005).
Dermatitis adalah peradangan pada kulit (imflamasi pada kulit) yang disertai dengan pengelupasan kulit ari dan pembentukkan sisik (Brunner dan Suddart 2000). Jadi dermatitis adalah peradangan kulit yang ditandai oleh rasa gatal.
Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang kering. Umumnya enzim dapat menyebabkan pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit. Dermatitis tidak berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu. Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala  Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada berbeda.
Dermatitis lebih dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang mengalami peradangan.





·         Jenis Dermatitis
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala berbeda:

1.      Contact Dermatitis
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit.
Terdapat 2 tipe dermatitis kontak yang disebabkan oleh zat yang berkontak dengan kulit yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik.



a.      Dermaitis Kontak Iritan :
Kulit berkontak dengan zat iritan dalam waktu dan konsentrasi cukup, umumnya berbatas relatif tegas. Paparan ulang akan menyebabkan proses menjadi kronik dan kulit menebal disebut skin hardering.

b.      Dermatitis Kontak Alergik :
Batas tak tegas. Proses yang mendasarinya ialah reaksi hipersensitivitas. Lokalisasi daerah terpapar, tapi tidak tertutup kemungkinan di daerah lain.
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara kulit memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol yang meradang. Disebabkan kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit atau alergi. Contohnya sabun cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih lantai. Alergennya bisa berupa karet, logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput.

2.       Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol(likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai ransangan pruritogenik.
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah pakaian ketat yang kita kenakan menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini memicu kita untuk menggaruk bagian yang terasa gatal. Biasanya muncul pada pergelangan kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian belakang dari leher.

3.      Seborrheic Dermatitis
Kulit terasa berminyak dan licin; melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara kedua alis, belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan faktor keturunan, muncul saat kondisi mental dalam keadaan stres atau orang yang menderita penyakit saraf seperti Parkinson.

4.      Stasis Dermatitis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena(atau hipertensi vena) tungkai bawah. Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang kering berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis muncul ketika adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan kondisi kronis lain pada kaki juga menjadi penyebab.

5.      Atopic Dermatitis
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (D.A, rinitis alergik, atau asma bronkial). Kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya dilipatan(fleksural).
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-pecah. Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya muncul saat alergi dan seringkali muncul pada keluarga, yang salah satu anggota keluarga memiliki asma. Biasanya dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah atau berkurang tingkat keparahannya selama masa kecil dan dewasa.

2.3 Etiologi
Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar merupakan respon kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain itu alergi makanan juga bisa menyebabkan dermatitis. Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi.
(Arief Mansjoer.1998 ”Kapita selekta”)
Penyebab Dermatitis secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
b)      Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.

2.4 Patofisiologi
1.      Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.
ü  Dermatitis Kontak Alergi
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
·         Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein.
Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell).
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition).
Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.
·         Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.
ü  Toleransi Imunologis
Struktur kimia, dosis dan cara penyajian dari suatu antigen sangat menentukan potensi sensitivitasnya. Pada aplikasi pertama dari antigen akan menggerakkan dua mekanisme yang berlawanan yaitu sensitisasi (pembentukan T helper cell) dan toleransi imunitas spesifik (pembentukan T supresor cell). Kedua keadaan imunologik ini selanjutnya dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor eksternal seperti pemberian glukokortikoid topikal atau sistemik, radiasi sinar ultra violet dan riwayat dermatitis atopik. Apabila dosis tinggi dari antigen disapukan secara epikutan maka dapat timbul toleransi.Kemungkinan oleh karena sejumlah besar antigen menghindari sel Langerhans epidermal.
Toleransi imunologis dapat dirangsang oleh penggunaan bahan kimia yang sejenis seperti propilgallat (antioksidan dalam makanan) dan 2-4-dinitro-1-klorobenzen terhadap dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat menurunkan sensitivitas DNCB, bahkan dapat menjadi tidak responsive. Hal ini disebut proses hardening (pengerasan). Namun proses hardening tidak timbul pada setiap orang dan dapat hilang bila terjadi pemutusan hubungan dengan bahan kontak alergen. Hiposensitisasi dapat dicapai dengan pemberian awal bahan allergen berstruktur sejenis dalam dosis rendah yang kemudian ditingkatkan secara bertahap. Hal ini dapat diterapkan pada sulfonamid dan poison ivy. Akibatnya ambang rangsang untuk reaksi positif terhadap uji tempel akan meningkat.
Namun keadaan desensitisasi penuh tidak dapat dicapai. Hiposensitisasi merupakan keseimbangan antara sel efektor dan supresor. Keadaan toleransi ini dapat dirusak oleh siklofosfamid yang secara selektif menghambat sel supresor. Bila ini gagal secara teoritik dapat dilakukan induksi secara intra vena sehingga timbul tolerans terhadap alergen yang diberikan. Menurut Adam hal ini akan merangsang makrofag di limpa untuk membentuk sel T supresor dan menimbulkan toleransi imunitas spesifik. Secara teoritik dapat timbul keadaan quenching yaitu terjadinya potensiasi dari respon alergi dan iritan sehingga kombinasi dari bahan-bahan kimia dapat menimbulkan efek pemedaman yaitu berkurangnya ekspresi atau induksi sensitivitas.
2.5 Manifestasi Klinis
Dermatitis gejala bervariasi dengan segala bentuk kondisi yang berbeda. Mulai dari ruam kulit ruam bergelombang atau termasuk lecet. Meskipun setiap jenis dermatitis memiliki gejala yang berbeda, ada tanda-tanda tertentu yang umum untuk mereka semua, termasuk kemerahan pada kulit, bengkak , gatal-gatal dan lesi kulit dan kadang-kadang berdarah dan jaringan parut. Selain itu, daerah kulit yang muncul gejala-gejala cenderung berbeda dengan setiap jenis dermatitis. Gejala-gejala dermatitis kontak biasanya muncul di tempat di mana alergen masuk ke kontak dengan kulit. Selain itu, gejala neurodermatitis terbatas ke area tunggal, sering leher , pergelangan tangan , lengan , paha atau pergelangan kaki .
Lebih jarang, gejala utama dari kondisi ini yang gatal kulit mungkin muncul di daerah kelamin , seperti vulva atau skrotum . [4] Gejala dermatitis jenis ini mungkin sangat intens dan dapat datang dan pergi. Dermatitis kontak iritan biasanya lebih menyakitkan dari gatal.
Meskipun gejala dermatitis atopik bervariasi dari orang ke orang, gejala yang paling umum adalah kering, gatal, kulit merah. Khas daerah kulit yang terkena meliputi lipatan lengan, bagian belakang lutut , pergelangan tangan , wajah dan tangan . Jarang mungkin ada retak di belakang telinga, dan ruam berbagai lainnya pada setiap bagian tubuh. [5] Gatal adalah gejala utama dari kondisi ini.  Herpetiformis Dermatitis termasuk gejala gatal, menyengat dan rasa panas. Papula dan vesikula biasanya hadir. The benjolan merah kecil berpengalaman dalam hal ini jenis dermatitis biasanya sekitar 1 cm, berwarna merah dan dapat ditemukan secara simetris dikelompokkan atau didistribusikan pada atas atau bawah punggung, pantat , siku , lutut , leher, bahu , dan kulit kepala . [ 6] Kurang sering, ruam dapat muncul di dalam mulut atau dekat rambut .
Gejala-gejala dermatitis seboroik di sisi lain, cenderung muncul secara bertahap, dari atau berminyak scaling kering kulit kepala ( ketombe ) untuk rambut rontok . Dalam penyebab parah, jerawat dapat muncul di sepanjang garis rambut, belakang telinga, di alis , di jembatan dari hidung , di sekitar hidung, di dada , dan di punggung atas. [7] Pada bayi baru lahir , kondisi tersebut menyebabkan tebal dan berwarna kekuningan ruam kulit kepala, sering disertai dengan ruam popok .
Perioral dermatitis mengacu pada bergelombang ruam merah di sekitar mulut.

2.6 Penatalaksanaan
1.      Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2.      Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3.      Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4.      Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5.      Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.
6.      Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
7.      Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.











BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Anamnesa
Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien adalah :
1.      Identitas / Data demografi
2.      Riwayat penyakit sekarang
3.      Riwayat penyakit dahulu
4.      Aktifitas istirahat
5.      Neurosensori
6.      Nyeri/kenyamanan
7.      Pembelajaran/pengajaran

Pemeriksaan Fisik

1.      Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan epidermis dan kekakuan kulit.               
2.      Nyeri akut b/d agen cedera fisik, adanya vesikel atau bula, erosi, papula, garukan berulang
3.      Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis.

3.      Rencana Keperawatan
Ø  Kerusakan  integritas kulit  b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi,  penebalan  epidermis dan kekakuan kulit.  
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kondisi kulit klien   menunjukkan perbaikan.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan:
·         Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
·         Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak.
Intervensi :
a.       Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
b.      Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
c.       Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
Kolaborasi: oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.

Ø  Nyeri b/d agen cedera fisik, adanya vesikel atau bula, erosi, papula, garukan berulang.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam, rasa nyeri pasien dapat berkurang
Kriteria Hasil:
·         Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.
·         Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
·         Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur atau istirahat dengan tepat.
Intervensi:
a.       Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas skala nyeri (0-10 )
Rasional: dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi dan untuk intervensi selanjutnya.
b.      Ajarkan tehnik relaksasi progresif, nafas dalam guided imagery.
Rasional: membantu klien untuk mengurangi persepsi nyeri atau mangalihkan perhatian klien dari nyeri.
Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi topikal maupun sistemik; pentoksifilin
 Rasional: pemberian obat membantu mengurangi efek peradangan.
Ø  Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai.
Kriteria Hasil :
·         Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
·         Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
·         Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
·         Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
·         Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
·         Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan.
Intervensi :
a.       Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
b.      Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
c.       Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional:   klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
d.      Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
 Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu  terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
e.       Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
f.       Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.




BAB 4
PENUTUP
4.2 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya dapat kita ambil sebuah kesimpulan bahwa penyakit dermatitis merupakan peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis pada kulit.
Kemudian asuhan keperawatan dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar klien dan mengembalikan kondisi klien seoptimal mungkin dengan cara memberikan beberapa tindakan dan perawatan secara profesional.
4.2 Saran
a.       Diharapkan selalu menjaga kebersihan tubuh untuk menghindari penyakit dermatitis
b.      Memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang mengalami penyakit dermatitis secara profesional
c.       Memberikan pendidkan kesehatan kepada masyarakat tentangkebersihan diri dan pola diet yang baik.




Daftar Pustaka
Djuanda A, Djuanda S, Hamzah M, Aisah S editor. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Edisi kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,1993
Leung DYM, Tharp M, Boguniewi CZ. Atopic Dermatitis. Dalam: Friedbergin, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, Fitzpatrik TB, ads. Fitzpatrik’s Dermatology In General Medicine. New York Mc Graw-Hill, 1999: 1464-80
Doenges,Marlyn.E dkk.2001.Rencana asuhan keperawatan.Edisi:3.Jakarta:penerbit buku kedokteran,EGC 
Kapita selekta kedokteran II.2001.Edisi 3.Jakarta:Media Aesculapius
Google.co.id.Kata kunci “Askep Dermatitis”
Patofisiologi II.2001.Edisi 3.Jakarta Penerbit buku kedokteran,EGC 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar