BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Di
amerika serikat, karsinoma esofagus terjadi dua kali lebih sering pada pria
juga pada wanita.ini lebih sering terlihat pada orang Afrika-amerika daripada
orang Kaukasia dan biasanya terjadi pada dekade kelima kehidupan. Kanker
esofagus mempunyai insiden cukup tinggi pada belahan dunia lain, termasuk cina
dan iran bagian utara. Iritasi kronis dipertimbangkan berisiko tinggi
menyebabkan kanker esofagus. Di amerika serikat, kanker esofagus telah
dihubungkan dengan salah cerna alkohol dan penggunaan tembakau. Di belahan
dunia lain, kanker esofagus telah dihubungkan dengan penggunaan pipa opium,
mencerna minuman panas berlebihan, dan defisiensi nutrisi-khususnya kurang buah
dan sayuran. Buah dan sayuran dianggap dapat meningkatkan perbaikan jaringan
yang teriritasi. (Brunner& suddarth,1997)
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Bagaimana anatomi dan
fisiologi esofagus ?
1.2.2
Apa definisi dari
kanker esofagus ?
1.2.3
Apa saja klasifikasi
kanker esofagus ?
1.2.4
Bagaimana patofisiologi
kanker esofagus ?
1.2.5
Bagaimana manifestasi
klinis kanker esofagus ?
1.2.6
Apa saja pemerikasaan
penunjang kanker esofagus?
1.2.7
Bagaimana
penatalaksanaan medis kanker esofagus?
1.2.8
Apa saja komplikasi
yang ditimbulkan oleh kanker esofagus ?
1.2.9
Bagaimana prognosis
dari kanker esofagus ?
1.2.10
Bagaimana pencegahan
dari kanker esofagus ?
1.2.11
Bagaimana asuhan
keperawatan pada klien kanker esofagus ?
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk
mengetahui dan memahami tentang penyakit kanker esofagus
1.3.2
Tujuan Khusus
1.3.2.1
Mahasiswa dapat
mengetahui anatomi dan fisiologi esofagus
1.3.2.2
Mahasiswa dapat
mengetahui definisi dari kanker esofagus
1.3.2.3
Mahasiswa dapat
mengetahui klasifikasi kanker esofagus
1.3.2.4
Mahasiswa dapat
mengetahui patofisiologi kanker esofagus
1.3.2.5
Mahasiswa dapat
mengetahui manifestasi klinis kanker esofagus
1.3.2.6
Mahasiswa dapat
mengetahui pemerikasaan penunjang kanker esofagus
1.3.2.7
Mahasiswa dapat
mengetahui penatalaksanaan medis kanker esofagus
1.3.2.8
Mahasiswa dapat
mengetahui komplikasi yang ditimbulkan oleh kanker esofagus
1.3.2.9
Mahasiswa dapat
mengetahui prognosis dari kanker esofagus
1.3.2.10 Mahasiswa
dapat mengetahui pencegahan dari kanker esofagus
1.3.2.11 Mahasiswa
dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien kanker esofagus
1.4 Manfaat
Calon
perawat dapat mengetahui asuhan keperawatan terhadap klien kanker esofagus .
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Anatomi
Dan Fisiologi Esofagus
Organ ini
merupakan salah satu penyusun system pencernaan yang menghubungkan tekak dengan
lambung yang panjangnya kurang lebih 25 cm. esophagus terdapat pada belakang
trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui kavum toraks menembus
diaphragm dan masuk ke dalam abdomen menuju lambung (gaster). Di mulai dari
faring sampai batas masuk kardiak dibawah lambung. Lapisan dinding esophagus
dari dalam ke luar adalah(Priyanto,2009):
1.
Lapisan
selaput lendir (mukosa)
2.
Lapisan
submukosa
3.
Lapisan
otot melingkar sirkuler
4.
Lapisan
otot memanjang longitudinal.
Esophagus
merupakan suatu organ silindri berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan
berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung.
Esophagus terletak diposterior jantung dan trakea, di arterior vertebra, dan
menembus hiatus diafragma tepat dianterior aorta.Esophagus terutama berfungsi
menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung.
Pada ke dua
ujung esophagus terdapat ototsfingter.Otot krikofaringeus membentuk sfingter
esophagus atas dan terdiri atas
serabut-serabut otot rangka. Bagian esophagus ini secara normal berada
dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali pada waktu menelan. Sfingter
esophagus bagian bawah, walaupun secara anatomis tidak nyata, bertindak sebagai
sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam
esophagus.Dalam keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila makanan masuk
ke dalam lambung atau waktu berdahak atau muntah.
Dinding
esophagus seperti juga bagian lain saluran gastrointestinal, terdiri atas empat
lapisan: mukosa, submukosa, muskularis dan serosa (lapisanluar). Lapisan mukosa
paling dalam terbentuk dari epitel gepeng berlapis yang berlanjut ke faring di
ujung atas; epitel lapisan ini mengalami perubahan mendadak pada perbatasan
esophagus dengan lambung (garis Z) dan menjadi epitel toraks selapis.Mukosa
esophagus dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung
yang sangat asam.Lapisan submukosa mengandung sel-selsekretori yang memproduksi
mucus. Mucus mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa
dari cedera akibat zat kimia.Lapisan otot lapisan luar tersusun longitudinal
dan lapisan dalam tersusun sirkular.Otot yang terdapat di 5% bagianatas
esophagus adalah otot rangka, sedangkan otot diseparuh bagian bawah adalah otot
polos.Bagian diantaranya terdiri dari campuran otot rangka dan otot polos.Berbeda
dengan saluran cerna lainnya, tunika serosa (lapisan luar) esophagus tidak memiliki
lapisan serosa ataupun selaput peritoneum, melainkan lapisan initerdiri atas jaringan
ikat longgar yang menghubungkan esophagus dengan struktur-struktur yang
berdekatan .tidak adanya serosa menyebabkan semakin cepatnya penyebaran sel-sel
tumor (pada kasus kanker esofagus) dan meningkatnya kemungkinan kebocoran setelah
operasi.
Persarafan utama
esophagus di pasok oleh serabut-serabut simpatis dan parasimpatis dari system
saraf otonom.Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus, yang dianggap sebagai
saraf motoric esophagus.Fungsi serabut simpatis masih kurang diketahui.
Selain persyarafan
ekstrinsik tersebut, terdapat jala-jala serabut saraf intraural intrinsic
diantara lapisan otot sirkular dan longitudinal (pleksus auerbach atau mienterikus),
dan tampaknya berperan dalam pengaturan peristaltic esophagus normal. Jala-jala
saraf intrinsic kedua (pleksus meissner) terdapat di submukosa saluran
gastrointestinal, tetapi agak tersebar dalam esophagus.
Fungsi saraf
enteric tidak bergantung pada saraf-saraf ekstrinsik. Stimulasi system simpatis
dan parasimpatis dapat menganktifkan atau menghambat fungsi
gastrointestinal.Ujung saraf bebas dan perivascular juga ditemukan dalam submukosa
esophagus dan ganglia mienterikus.Ujung saraf ini dianggap berperan sebagai mekanoreseptor,
termoosmon kemoreseptor dalam esophagus.Mekanoreseptor menerima rangsangan mekanis
seperti sentuhan, dan kemoreseptor menerima rangsangan kimia dalam
esophagus.Reseptor termo-osmo dapat dipengaruhi oleh suhu tubuh, bau,
danperubahan tekanan osmotic.
Distribusi darah
ke esophagus mengikuti pola segmental.Bagian atas disuplai olehcabang-cabang arteria
tiroidea inferior dan subklavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang
segmental aorta dan arteria bronkiales, sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai
oleh arteria gastrikasinistra dan frenika inferior.
Aliran darah
vena juga mengikuti pola segmental.Vena esophagus daerah leher mengalirkan darah
ke venaazigos dan hemiazigos, dan dibawah diafragma vena esophagus masuk kedalam
vena gastrik asinistra.Hubungan antara vena portadan vena sistemik memungkinkan
pintas dari hati pada kasus hipertensi porta.Aliran kolateral melalui vena
esophagus (vena varikosa esovagus). Vena yang melebar ini dapat pecah,
menyebabkan perdarahan yang bersifat fatal.( Sylvia,2005)
2.2
Definisi
Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel
abnormal yang cenderung menginvasi jaringan di sekitarnya dan menyebar ke
tempat-tempat jauh. Kanker adalah penyakit yang
mempengaruhi sel-sel, unit dasar kehidupan tubuh. Untuk mengerti segala tipe
dari kanker, adalah berguna untuk mengetahuii tentang sel-sel normal dan apa
yang terjadi ketika mereka menjadi bersifat kanker.
Kanker esofagus
adalah suatu keganasan yang terjadi pada esofagus.(Arif,2011). Kanker
esophagus adalah kanker yang mengacu pada setiap bagian di sel jaringan
kerongkongan, displasia terjadi dengan pembentukan penyakit yang ganas,
merupakan salah satu tumor ganas umum dari sistem pencernaan, kemudian rentan
terhadap penyalahgunaan sistemik dan proliferasi.
2.3 Etiologi
2.3.1
Penyebab Primer
Penyebab pasti
kanker esophagus tidak diketahui, tetapi ada beberapa factor yang dapat menjadi
predisposisi yang diperkirakan berperan dalam pathogenesis kanker. Predisposisi
penyebab kanker esophagus biasanya berhubungan dengan terpajannya mukosa
esophagus dari agen berbahaya atau stimulus toksik, yang kemudian menghasilkan
terbentuknya dysplasia yang bisa menjadi karsinoma.
Beberapa factor
juga dapat memberikan kontribusi terbentuknya karsinoma sel skuamosa, seperti
berikut ini(arif,2011) :
1.
Defisiensi
vitamin dan mineral. Menurut beberapa studi, kekurangan riboflavin padaras
china memberikan kontribusi besar terbentuknya kanker esophagus (Doyle C,
2006).
2.
Pada
factor merokok sigaret dan penggunaan alcohol secara kronik merupakan factor
penting yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kanker esophagus (Edmondso,
2008).
3.
Infeksi
papilloma virus pada manusiadan Helicobacter pylory disepakati menjadi factor
yang memberi konstribusi peningkatan risiko kanker esophagus (Fisichella,2009).
Penyakit refluks
gastroesofageal menjadi factor predisposisi utama terjadinya adenokarsinoma pada
esophagus.Factor iritasi dari bahan refluks asam dan garam empedu didapatkan menjadi
penyebab.Sekitar 10-15% pasien yang dilakukan pemeriksaan endoskopik mengalami
dysplasia yang menuju kekondisi adenokarsinoma.Pasien dengan iritasi refluks gastroesofageal
sering berhungan dengan penyakit Barret esophagus yang berisiko menjadi keganasan
(Thornton, 2009).
2.3.2
Penyebab
Sekunder
Penyebab kanker esofagus dapat terjadi karena
metastase dari kanker organ lain.
2.3.3
Faktor
Resiko
Penyebab-penyebab yang tepat dari kanker esophagus tidak diketahui secara
pasti. Bagaimanapun, studi-studi menunjukan bahwa apa saja dari faktor-faktor
berikut dapat meningkatkan risiko mengembangkan kanker esophagus:
1.
Umur
Kanker
esophagus lebih mungkin terjadi ketika orang-orang menjadi tua; kebanyakan
orang-orang yang mengembangkan kanker esophagus adalah berumur diatas 60 tahun.
2.
Kelamin
Kanker
esophagus adalah lebih umum pada pria-pria daripada pada wanita-wanita.
3.
Penggunaan
Tembakau
Merokok
sigaret-sigaret atau menggunakan tembakau yang tidak berasap adalah satu dari
faktor-faktor risiko utama untuk kanker esophagus.
4.
Penggunaan
Alkohol
Penggunaan
alkohol yang kronis dan/atau berat adalah faktor risiko utama yang lain untuk
kanker esophagus. Orang-orang yang menggunakan keduanya alkohol dan tembakau
mempunyai suatu risiko yang terutama tinggi dari kanker esophagus.
Ilmuwan-ilmuwan percaya bahwa senyawa-senyawa ini meningkatkan efek-efek yang
berbahaya lain dari setiapnya.
5.
Barrett's
Esophagus
Iritasi
jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker esophagus. Jaringan-jaringan
pada dasar dari kerongkongan dapat menjadi teiritasi jika asam lambung secara
sering balik masuk kedalam esophagus -- persoalan yang disebut gastric reflux.
Melalui waktu, sel-sel dibagian yang teriritasi dari esophagus mungkin berubah
dan mulai menyerupai sel-sel yang melapisi lambung. Kondisi ini, dikenal
sebagaiBarrett esophagus, adalah kondisi sebelum ganas (premalignant) yang
mungkin berkembang kedalam adenocarcinoma dari esophagus.
6.
Tipe-Tipe
Iritasi Lain.
Penyebab-penyebab
lain dari iritasi atau kerusakan yang signifikan pada lapisan esophagus,
seperti menelan cairan alkali atau senyawa-senyawa caustic (tajam) lain, dapat
meningkatkan risiko mengembangkan kanker esophagus.
7.
Sejarah
Medis
Pasien-pasien
yang telah mempunyai kanker-kanker kepala dan leher lainya mempuyai kesempatan
yang meningkat dari pengembangan suatu kanker kedua pada area kepala dan leher,
termasuk kanker esophagus.
2.4 Klasifikasi
Kanker esofagus dibagi berdasarkan jenis sel
yang terlibat. Mengetahui jenis kanker esofagus yang anda miliki membantu
menentukan pilihan perawatan yang harus anda jalani. Jenis kanker esofagus
antara lain:
1.
Adenocarcinoma
Dimulai
dari sel kelenjar penghasil lendir di dalam esofagus. Adenocarcinoma terjadi
paling sering pada bagian bawah esofagus. Jenis kanker umum di antara orang-orang gemuk dan di antara
orang-orang yang merokok berlebihan.
Ini adalah jenis paling umum kanker
esofagus di kalangan orang Amerika. Ini biasanya dimulai di kelenjar bagian bawah
esofagus. Kondisi yang disebut Barrett's esofagus hasil dari iritasi jangka
panjang di bagian bawah esofagus karena asam re-ketidakstabilan dari perut. Hal
ini menimbulkan risiko adenocarcinoma.Yang tepat penyebab kanker ini tidak
diketahui tetapi beberapa faktor risiko diidentifikasi. Ini terutama adalah hal
yang terus-menerus mengganggu esofagus. Ini bisa menjadi oleh merokok atau
alkohol konsumsi atau asam regurgitasi dari perut.
2.
Squamous
cell carcinoma
Kanker
ini rata dan tipis di permukaan esofagus. Squamous cell carcinoma sering
terjadi di bagian tengah esofagus. Squamous cell carcinoma adalah kanker
esofagus yang umum di seluruh dunia. Jenis kanker berhubungan dengan berlebihan merokok dan
konsumsi alkohol. Hal ini umum di bagian hulu dan tengah esofagus. Di seluruh
dunia itu adalah jenis paling umum kanker esofagus. Di antara Amerika, namun,
nomor yang menurun.Karsinoma sel skuamosa 95% dari semua kanker esofagus di
seluruh dunia.
3.
Jenis langka lainnya
Kanker
esofagus langka antara lain choriocarcinoma,
lymphoma, melanoma, sarcoma dan kanker sel kecil.
2.4.1
Stadium Kanker Esofagus
The American
joint committee on cancer staging membagi stadium tumor berdasarkan TMN system
(table 5.5 dan 5.6).metastasisdarikarsinoma epidermal bermuladarimukosa esophagus
dantumbuh intraluminal sebagaisatu tumor
dimanaseringterdapatulserasipadapermukaannya (Glenn, 2001).
Table 5.5
stadium kanker esophagus dengan menggunakan system TNM
|
|||||
Tumor Primer
(T)
|
KelenjarGetahBening
(KGB)
Regional (N)
|
Metastasia
Jauh (M)
|
|||
TX
|
Tumor primer
tidakdapat di nilai
|
NX
|
Kelenjar getah
bening regional tidak dapat dinilai
|
MX
|
Adanya
metastasis jauh tidak dapat dinilai
|
T0
|
Tumor primer
tidak terbukti
|
N0
|
Tidak ada
metastasis jauh
|
M0
|
Tidak ada
metastasis jauh
|
Tis
|
Carcinoma in
situ
|
N1
|
Ada metastasis
ke KGB regional
|
M1
|
Ada metastasis
jauh
|
T1
|
Invasike
lamina propriaatausubmukosa
|
||||
T2
|
Invasiketunikamuskularispropia
|
||||
T3
|
Invasiketunikaadventisia
|
||||
T4
|
Invasikestruktursekitar
|
||||
(Raymond
Thornton, 2009)
|
2.5 Patofisiologi
Cedera
esofagus akibat pajanan dengan materi kaustik atau dari ingesti berulang cairan
yang sangat panas(seperti teh). Pada akhirnya penyakit refluk gastroesofagus
dapat menstimulasi perkembangan esofagitis barrett dan kanker esofagus (Elizabeth,2009).
Secara fisiologis jaringan
esophagus distratafikasi oleh epitel nonkeratin skuamosa.Karsinoma sel skuamosa
yang meningkat dari epitel terjadi akibat stimulus iritasi kronik agen iritan.Alcohol,
tembakau, dan beberapa komponen nitrogen diidentifikasi sebagai karsinogenik iritan
(Fisichella, 2009).
Penggunaan alcohol dan tembakau
secara prinsip menjadi factor risiko utama terbentuknya karsinoma sel skuamosa.
American cancer society mencatat bahwa kombinasi yang lama antara minum alcohol
dan tembakau akan meningkatkan pembentukan substansi factor risiko yang lebih tinggi.
Nitrosamine dan komponen lain nitrosildi dalam acar (asinan), daging bakar,
atau makanan ikan yang di asinkan memberikan konstribusi peningkatan karsinoma sel
skuamosa pada esophagus (Thornton, 2009).
Pendapat lain
menyebutkan adanya hubungan antara peningkatan kejadian karsinoma sel skuamosa pada
esophagus dengan konsumsi kronik air hangat (Smeltzer, 2002), konsumsi sirih,
asbestos, polusi udara dan diet tinggi bumbu rempah. Akan tetapi, pendapat lain menyebutkan hal sebaliknya,
di mana konsumsi diet tinggi buah dans ayur-sayuran justru menjadi factor
protektif untuk terjadinya karsinoma sel skuamosa (Fisichella, 2009).
Beberapa kondisi media
yang dipercaya meningkatkan karsinoma selskuamosa,
seperti akalasia, striktur, tumor kepala dan leher, penyakit plummer-vinson
syndrome, serta terpajan dari radiasi. Karsinoma sel skuamosa meningkat pada akalasia
setelah periode 20 tahun kemudian.Hal
inidipercaya akibat iritasi yang lama dari material lambung.Pada pasien striktur,
akibat kondisi kontak dengan cairan alkali akan meningkatkan sekitar 3%
karsinoma sel skuamosa setelah 20-40 tahun. Tumor kepala dan leher dihubungkan dengan
karsinoma sel skuamosa yang disebabkanoleh factor penggunaan alcohol
dantembakau.Penyakinplummer-vinson syndrome akanmengalamidisfagia, anemia
defisiensibesi, dan web esophagus.
Kondisiiniakanmenngkatkaninsidenkejadiankarsinomaselskuamosapostkrikoid
(Enzinger, 2003).
Adenokarsinoma
esophagus seringterjadipadabagiantengahdanbagianbawah esophagus. Peningkatan
abnormal mukosa esophageal sering dihubungkan dengan refluksgastro esofagealkronik.
Metaplasia pada stratifikasi normal epitelium skuamosa bagian distal akan terjadi
dan menghasilkan epitelium grandular yang berisi sel-sel goblet yang disebut epitelbarret.
Perubahan genetic pada epitelium meningkatkan kondisi dysplasia dan secara progresif
membentuk adenokarsinoma pada esophagus (Papineni, 2009).
Penyakit refluks gastroesofageal
merupakan factor penting terbentuknya epitel barret.Pada pasien dengan penyakit
refluks gastroesofageal, sekitar 10% menghadirkan epitel barret dan dengan pasien
dengan adanya epitel barret sekitar 1% akan terbentuk adenokarsinoma esophagus.
Oleh karena itu diperlukan untuk dilakukan biopsy endoskopik untuk menurunkan risiko
keganasan pada esophagus (Fisichella, 2009).
Adanya kanker esophagus
bias menghasilkan metastasis ke jaringan sekitar akibat invasi jaringan dan efek
kompresi oleh tumor. Selain itu, komplikasi dapat timbul karena terapi terhadap
tumor.Invasi oleh tumor sering terjadi ke struktur di sekitar mediastinum. Invasi
ke aorta dapat mengakibatkan perdarahan massif; invasi ke pericardium terjadi tamponade
jantung atau syndrome vena kava superior; invasi ke serabut saraf mengakibatkan
suara serak atau disfagia; invasi kesaluran napas mengakibatkan fistula
trakeoesofageal dan esofagopulmonal, yang merupakan komplikasi serius dan progresif
mempercepat kematian. Sering terjadi obstruksi esophagus dan komplikasi yang
paling sering terjadi adalah pneumonia aspirasi yang pada gilirannya akan menyebabkan
abses paru dan empyema. Selain itu, juga dapat terjadi gagal napas yang
disebabkan oleh obstruksi mekanik atau perdarahan. Perdarahan yang terjadi pada
tumornya sendiri dapat menyebabkan anemia defisiensi besi sampai perdarahan akut
massif. Pasien sering tampak malnutrisi, lemah, emasiasi, dan gangguan system
imun yang kemudian akan menyulitkan terapi (Wang,2008).
2.6
Manifestasi
Klinis
2.6.1 Tanda
dan gejala awal kanker esofagus :
1. Pada
tenggorokan terasa aneh, dan tersedak ketika menelan makanan
2. Saat
menelan tulang dada terasa panas, perih atau sakit seperti tertarik
3. Kesulitan
menelan, sehingga tidak bisa makan, sering disertai muntah, nyeri di perut,
penurunan berat badan dan gejala lain
4. Kesulitan
makan yang terus menerus dapat menyebabkan gizi buruk, penurunan berat badan,
chacexia, dapat terjadi penyebaran kanker, tekanan, dan komplikasi lainnya.
Perlu
dicatat, jika mengalami gejala seperti ini, belum tentu terkena kanker
esofagus, bisa juga karena penyakit kerongkongan lainnya, tapi jika mengalami
seperti ini harus segera ke rumah sakit untuk pemeriksaan agar bisa diketahui
apakah penyakit ini disebabkan oleh kanker atau karena penyakit lainnya.
2.6.2 Gejala
klinis menurut elizabeth yaitu (Elizabeth,2009) :
1.
Disfagia
(kesulitanmenelan) merupakan gejala yang sering di keluhkan pasien
2.
Anoreksia
dan diikuti dengan penurunan berat badan
3.
Nyeri
akibat metastase ketulang sering menjadi gejala pertama yang mendorong individu
mencari pertolongan
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1.
Endoskopi
cara
ini banyak digunakan untuk melakukan pemeriksaan penyakit pencernaan (kanker
esofagus, kanker lambung,
dll) .
2.
Pemeriksaan
dengan USG
Untuk menentukan kedalaman lesi dalam
inflirtasi kerongkongan; untuk mengukur pembesaran kelenjar getah bening yang
abnormal pada dinding esophagus; penentuan lokasi lepsi pada dinding
kerongkongan
3.
Pemeriksaan sinar-X
Dapat menentukan lesi, panjang dan suhu
obstruksi, juga bisa menentukan sel-sel kanker belum atau sudah menyerang
bagian lain.
4.
CT Scan
CT
Scan dapat dengan jelas menunjukan hubungan antara esophagus dengan mediastinum
yang berdekatan, tetapi agak sulit mendeteksi dini kanker esophagus.
5.
Pemeriksaan
sitologi esofagus
Pemeriksaan ini sederhana, dengan secara
dini mengecek rasa sakit
2.7
Penatalaksanaan medis
Adapun penatalaksanaan terhadap kanker esofagus(Brunner&
suddarth,1997):
1.
Pengobatan
Apabila kanker esofagus
ditemukan pada tahap awal, sasaran
pengobatan dapat diarahkan ke pengobatan.
2. Pembedahan
Standar penatalaksanan bedah mencakup reseksi total
esofagus(esofagektomi) dengan pengangkatan tumor plus marjin luas bebas tumor
dari esofagus dan nodus limfe di area.
3. Terapi
Radiasi
Penggunaan
terapi radiasi, baik sendiri atau didalam hubungannya dengan bedah praoperasi
atau pascaoperasi, mungkin merupakan pilihan pengobatan.
4. Kemoterapi
Penggunaan
kemoterapi dikombinasi dengan radiasi atau pembedahan juga sedang diteliti.
5. Terapi
Laser
Penggunaan
dari sinar yang berintensitas tinggi untuk menghancurkan sel-sel tumor. Terapi
laser mempengaruhi sel-sel hanya di area yang dirawat. Dokter mungkin
menggunakan terapi laser untuk menghancurkan jaringan yang bersifat kanker dan
membebaskan rintangan dalam kerongkongan ketika kanker tidak dapat dikeluarkan
dengan operasi. Pembebasan dari rintangan dapat membantu mengurangi
gejala-gejala, terutama persoalan-persoalan menelan.
6. Photodynamic
therapy
(PDT)
Tipe
dari terapi laser, melibatkan penggunaan dari obat-obat yang diserap oleh
sel-sel kanker; ketika dipaparkan pada sinar khusus, obat-obat menjadi aktif
dan menghancurkan sel-sel kanker. Dokter mungkin menggunakan PDT untuk
membebaskan gejala-gejala dari kanker esophagus seperti sulit menelan.
Namun kanker sering ditemukan pada tahap akhir, yang membuat paliasi merupakan
sartu-satunya tujuan terapi yang dapat diterima.Pengobatan dapat mencakup
pembedahan, radiasi,kemoterapi, atau kombinasi modalitas ini dan tergantung
luasnya penyakit.
2.8
Komplikasi
Bermetastase ke organ yang
lain yang belum terkena kanker, misal lambung , limfe dll.
2.9 Prognosis
Prognosis kanker esofagus biasanya buruk, tetapi mengalami perbaikan
dengan teknik diagnostik yang lebih baik sehingga memungkinkan pengenalan
penyakit dan terapi lebih dini.(Elizabeth,2009)
pengelompokan
stadium dan prediksi bertahan hidup
|
||||
Stadium
|
TNM
|
Bertahan hidup
selama 5 tahun
|
||
Stadium 0
|
Tis
|
NO
|
MO
|
75%
|
Stadium I
|
T1
|
NO
|
MO
|
50%
|
Stadium IIA
|
T2
|
NO
|
MO
|
40%
|
T3
|
NO
|
MO
|
||
Stadium IIB
|
T1
|
N1
|
MO
|
20%
|
T1
|
N1
|
MO
|
||
Stadium III
|
T3
|
N1
|
MO
|
15%
|
T4
|
No
|
MO
|
||
Stadium IVa
|
Setiap T
|
Setiap Nss
|
M1a
|
<1%
|
Stadium IVb
|
Setiap T
|
Setiap N
|
M1b
|
<1%
|
(Raymond
Thornton, 2009)
|
2.10 Pencegahan
Langkah
untuk mengurangi risiko kanker esofagus seperti:
1. Berhenti merokok atau mengunyah
tembakau.
2. Hindari meminum alkohol atau minum
dalam batas wajar.
3. Makan lebih banyak buah dan sayur
4. Jaga berat badan sehat
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ESOFAGUS
1.
Pengkajian
a. Identitas
Pasien
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pekerjaan :
Agama :
Suku :
Alamat :
b. Keluhan
Utama : nyeri saat menelan,
c. Riwayat
Penyakit Sekarang : terasa nyeri saat menelan dan berhenti saat tidak menelan,
BB menurun, nafas berbau busuk
d. Riwayat
Penyakit Dahulu : pasien tidak pernah
mengalami penyakit ini sebelumnya
e. Riwayat
Penyakit Keluarga : keluarga pasien tidak pernah mempunyai penyakit seperti
ini.
f. Pemeriksaan
Fisik
B1 : Normal 16 x/menit
B2 : Normal TD 120/85 mmHg, Nadi 85 x/menit
B3 : Cemas
B4 : Normal
B5 : nyeri saat menelan, BB menurun
B6 : Kelemahan
2.
Diagnosa Keperawatan
1. Pemenuhan
informasi b.d adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi,
rencana pembedahan esofagus, dan rencana perawatan rumah.
2. Risiko
injuri b.d. pascaprosedur reseksi esofagus
3. Aktual
/ risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan batuk menurun,
nyeri pascaoperasi.
4. Risiko
tnggi nutrisi kurang dari kebutuhantubuh b.d. kurangnya intake makanan yang
adekuat.
5. Nyeri
b.d. iritasi mukosa esofagus,respons pembedahan
6. Resiko
tinggi infeksi b.d. adanya port de entree
dari luka pembedahan.
7. Kecemasan
b.d. prognosis penyakit misinterpretasi informasi.
c. Intervensi Keperawatan
1.
Pemenuhan informasi b.d
adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana
pembedahan esofagus, dan rencana perawatan rumah.
Tujuan:
Dalam waktu 1 x 24 jam informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria
evaluasi:
-
Pasien mampu
menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
-
Pasien termotivasi
untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang prosedur
diagnostik, intervensi kemoterapi, radiasi, pembedahan esofagus, dan rencana
perawatan rumah .
|
Tingkat pengetahuan dipengaruhi
oleh kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan yang
sesuai dengan kondisi individu pasien. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan
tersebut perawat dapat lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai
dengan pengetahuan pasien secara efisien dan efektif.
|
Jelaskan dan lakukan intervensi
prosedur diagnostik radiografi dengan barium .
|
Pemeriksaan radiografi dengan
barium tidak menyebabkan rasa sakit. Perawat mempersiapkan informed consent setelah pasien
mendapatkan penjelasan. Persiapan dan penjelasan yang rasional sesuai tingkat
individu akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemeriksaan dagnostak.
|
Jelaskan dan lakukan intervensi
pada pasien yang akan dilakukan pemeriksaan diagnostik dan terapi secara
endoskopik .
|
Pasien sangat penting untuk
mengetahui bahwa pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk
mendiagnosis karsinoma esofagus, terutama untuk membedakan antara karsinoma
epidermal dan adenokarsinoma. Pengetahuan ini dapat memberikan pengetahuan
pasien dan akan meningkatkan tingkat kooperatif dari pasien.
|
Jelaskan tentang terapi dengan
kemoterapi .
|
Pasien perlu mengetahui bahwa
kemoterapi diberikan sebagai pelengkap terapi operasi dan terapi radiasi.
|
Jelaskan tentang terapi radiasi .
|
Pengetahuan tentang karsinoma
esofagus bersifat radiosensitif dan pada kebanyakan pasien, radiasi eksternal
memberikan efek penyusutan tumor sehingga akan menambah semangat pada pasien
untuk melakukan terapi.
|
Jelaskan dan lakukan pemenuhan
atau persiapan pembedahan meliputi :
·
Diskusikan jadwal
pembedahan.
·
Diskusikan lamanya
pembedahan.
·
Lakukan pendidikan
kesehatan preoperatif.
|
Pasien dan keluarga mengetahui
jadwal pembedahan, lamanya pembedahan dan pendidikan kesehatan preoperatif.
|
2.
Risiko injuri b.d.
pascaprosedur reseksi esofagus
Tujuan:
dalam waktu 2 x 24 jam pascaintervensi reseksi esofagus, pasien tidak menjalami
injuri.
Kriteria
evaluasi:
-
TTV dalam batas normal.
-
Kondisi kepatenan
selang dada optimal.
-
Tidak terjadi infeksi
pada insisi.
Intervensi
|
Rasional
|
Lakukan perawatan diruang
intensif.
|
Untuk menurunkan risiko injuri
dan agar memudahkan intervensi pasien selama 48 jam dirawat diruang intensif.
|
Kaji faktor-faktor yang
meningkatkan risiko injury.
|
Pada saat pasca operasi, pada
pasien akan terdapat banyak drain pada tubuh pasien. Keterampilan keperawatan
kritis diperlukan agar pengkajian vital dapat sistematis dilakukan.
|
Kaji status neurologis dan
laporkan apabila terdapat perubahan status neurologis.
|
Pengkajian status neurologis
dilakukan pada setiap pergantian sif jaga. Setiap adanya perubahan status
neurologis merupakan salah satu tanda terjadi komplikasi bedah. Penurunan
responsivitas, perubahan pupil, gangguan atau kelemahan yang bersifat satu
sisi (unilateral), ketidakmampuan dalam kontrol nyeri atau perubahan
neurologis lainnya perlu dilaporkan pada tim medis untuk mendapatkan
intervensi selanjutnya.
|
Pertahankan status hemodinamik
yang optimal.
·
Lakukan hidrasi awal
pascaoperasi.
|
Pasien akan mendapat cairan
intravena sebagai pemeliharaan status hemodinamik.
Jenis cairan yang digunakan kombinasi dari NaCl
0,9% dan RL dengan jumlah 100-200 ml/jam dan dilakukan pada 12-16 jam pertama
setelah pembedahan (Mackenzie, 2004). Cairan ini akan membantu memelihara
keadekuatan sirkulasi dari volume darah sebagai proteksi pada organ vital dan
mencegah kondisi hipovolemia pascabedah (Sideranko, 1993).
|
·
Pantau kondisi status
cairan sebelum memberikan cairan kristaloid atau komponen darah.
|
Pada periode immediete pascaoperasi pemberian cairan kristaloid atau komponen
darah dilakukan setelah pasien tidak mengalami kelebihan cairan. Hal ini
perlu diperhatikan perawat karna pada intervensi esofagotomi juga dibersihkan
jaringan limfatik mediastinum. Hilangnya limfatik pada mediastinum memberikan
predisiposisi terjadinya edema pulmonal karena berkurangnya drainase limfatik
pada sistem respirasi (Gregoire, 1998). Kondisi malnutrisi dan kurang protein
juga akan menambah berat kondisi edema pulmonal.
|
·
Pantau pengeluaran
urine rutin.
·
Evaluasi secara
hati-hati dan dokumentasikan intake dan output cairan.
|
Pasien pasca prosedur
esofagektomi akan mengalami transudasi
cairan ke interstisial. Perawat memantau produksi urine dalam kisaran 30ml/jam
sebagai batas dalam pemberian rehidrasi optimal (Gregoire, 1998).
Perawat mendokumentasikan jumlah
urine dan jam pada saat pencatatan. Perawat memeriksa kepatenan jalan urine
pada tempatnya.
|
Monitor kondisi selang
nasogastrik.
|
Secara umum pasien
pascaesofagektomi akan terpasang selang nasogastrik. Perawat berusaha untuk
tidak mengubah posisi, mengangkat, memanipulasi, atau mengirigasi selang
kecuali memang diperlukan untuk terapi. Hal ini untuk menurunkan resiko kerusakan anastomosis.
Perawat selalu memonitor pengeluaran dari selang dan menjaga kepatenan
selang.
|
3.
Aktual / risiko
ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan batuk menurun, nyeri
pascaoperasi.
Tujuan : Dalam waktu 2
x 24 jam pascabedah esofagektomi, bersihan jalan napas pasien tetap normal.
Kriteria hasil :
-
Jalan napas bersih, tidak ada akumulasi
darah pada jalan napas.
-
Tidak ada penggunaan otot bantu napas.
-
RR dalam batas normal 12-20 x/menit.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji dan monitor jalan napas.
|
Deteksi awal untuk interpretasi
intervensi selanjutnya.
Salah satu cara untuk mengetahui
apakah pasien bernapas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak tangan di
atas hidung dan mulut pasien untuk merasakan hembusan napas. Gerakan toraks
dan diafragma tidak selalu menandakan pasien bernapas.
|
Beri oksigen 3 liter/menit
|
Pemberian oksigen dilakukan pada
fase awal pascaoperasi.
Pemenuhan oksigen dapat membantu
meningkatkan PaO2 di cairan otak yang akan mempengaruhi pengaturan
pernapasan.
|
Bersihkan sekresi pada jalan napas dan lakukan suctioning apabila kemampuan
mengevakuasi sekret tidak efektif.
|
Kesulitan pernapasan dapat
terjadi akibat skresi lendir yang berlebihan. Membalikkan pasien dari satu
sisi ke sisi lainnya mungkin cairan yang terkumpul untuk keluar dari sisi
mulut. Jika gigi pasien mengatup, mulut dapat dibuka secara manual dengan
spatel lidah yang dibungkus kasa, tetapi hati-hati.
|
4.
Risiko tnggi nutrisi
kurang dari kebutuhantubuh b.d. kurangnya intake makanan yang adekuat.
Tujuan
: Setelah 3 x 24 jam pada pasien nonoperasi dan setelah 7 x 24 jam pascabedah,
intake nutrisi dapat optimal dilaksanakan.
Kriteria
evaluasi :
-
Pasien dapat
menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.
-
Terjadi penurunan
gejala refluk esofagus, meliputi : odinofigia berkurang, pirosis berkurang, RR
dalam batas normal 12-20 x/menit.
-
Berat badan pada hari
ke-7 pascabedah meningkat 0,5 kg.
Intervensi
|
Rasional
|
Intervensi :
·
Anjurkan pasien makan
dengan perlahan dan mengunyah makanan saksama.
·
Evaluasi adanya
alergi makanan dan kontraindikasi makanan.
·
Sajikan makanan
dengan cara yang menarik.
·
Fasilitas pasien memperoleh
diet biasa yang disukai pasien (sesuai indikasi
·
Pantau intake dan
output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik(sekali seminggu).
·
Lakukan dan ajarkan
perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, serta sebelum dan sesudah
intervensi/pemeriksaan peroral.
|
Makanan dapat lewat dengan mudah
ke lambung.
Beberapa pasien mungkin mengalami
alergi terhadap beberapa komponen makanan tertentu dan beberapa penyakit
lain, sperti diabetes milkitus, hipertensi, gout, dan lainnya sehingga
memberikan manifestasi terhadap persiapan komposisi makanan yang akan
diberikan.
Membantu merangsang nafsu makan.
Memperhitungkan keinginan
individu dapat memperbaiki intake nutrisi.
Berguna dalam mengukur
keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
Menurunkan rasa tidak enak karena
sisa makanan juga bau obat yang dapat merangsang muntah.
|
Intervensi pascabedah
·
Kaji kondisi dan
toleransi gastrointestinal pasca-esofagektomi.
·
Lakukan perawatan
mulut.
·
Masukkan 10-20 ml
cairan sodium klorida setiap sif jaga melalui selang nasogastrik.
·
Berikan nutrisi cair
melalui selang nasogastrik pada hari kedua atau ketiga pascbedah atau pesanan
dari medis.
·
Kolaborasi untuk
pemeriksaan fluroskopi menelan setelah hari ketujuh.
|
Setelah esofagektomi pasien tidak
boleh mendapat asupan apapun dari mulut dalam waktu 7 x 24 jam untuk
menghindari kebocoran pada anastomosis atau formasi fistula. Pasien akan
memakai selang nasogastrik yang terpasang pada alat pengisap berkelanjutan
dengan tekanan rendah (low-level
continous or intermitten suction). Obat-obatan oral akan dihancurkan dan
dimasukkan melalui selang nasogastrik dan tidak boleh ditelan.
Intervensi untuk menurunkan
risiko infeksi oral.
Pembersian ini selain untuk
menjaga kepatenan selang nasogastrik juga untuk memningkatkan penyembuhan
pada area pasca-esofagektomi.
Pemberian nutrisi cair dilakukan
untuk memenuhi intake nutrisi melalui gastrointestinal.penentuan hari nharus
dikolaborasikan dengan tim medis yang merawat pasien karena tim medis
mengetahui bagaimana kondisi jarinan pada saat dilakukan intervensi
esofagektomi.
Tujuan pemeriksaan ini adalah
untuk mendeteksi kemampuan jaringan pascabedah.
|
5. Nyeri
b.d. iritasi mukosa esofagus,respons pembedahan
Tujuan : dalam waktu 7 x 24 jam
pascabedah,nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi:
-
Secara subjektif
pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi.
-
Skala nyeri 0-1 (0-4).
-
TTV dalam batas
normal,wajah pasien rileks.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda
nyeri nonfarmakologi dan noninvasif.
|
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
|
Lakukan manajemen nyeri keperawatan, meliputi:
·
kaji nyeri dengan
pendekatan PQRST ( lihat tabel 21)
·
Istirahatkan pasien
pada saat nyeri muncul.
·
Ajarkan teknik
relaksasi pernafasan dalam pada saat nyeri muncul.
·
Ajarkan teknik
distraksi pada saat nyeri.
|
Manajemen nyeri merupakan kunci dari
penatalaksanaan pasien pascaoperasi, keadekuatan kontrol nyeri pasca operasi
esofagektomi merupakan unsur yang paling penting dalam menurunkan mortalitas
dan morbiditas (Makenzie,2004) Tsui
(1997) melaporkan dengan keadekuatan kontrol nyeri akan menurunkan risiko
gangguan Kardivaskular,mempercepat hari rawat, dan menurunkan tingkat
kematian pasca esofagektomi transtorakal. Penelitian ini memberikan arti
penting pada perawat yang melakukan
manajemen nyeri keperawatan agar
kondisi nyeri yang dilaporkan
pasien tidak disepelekan dan harus
dilakukan intervensi sesuai dengan tingkat toleransi individu.
Pendekatan PQRST dapat secara komprehensif
menggali kondisi nyeri pasien. Apabila pasien mengalami skala nyeri 3 (0-4),
hal ini merupakan peringatan yang perlu perawat waspadai karena memberikan
manifestasi klinik yang bervariasi dari komplikasi pasca operasi
Esofagektomi.
Istirahat secara fisiologis akan menurunkan
kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
Meningkatkan intake oksigen sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder dari iskemia intestinal.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
stimilus internal.
|
6. Resiko
tinggi infeksi b.d. adanya port de entree
dari luka pembedahan.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Bersihkan luka dan
drainase dengan cairan antiseptik jenis iodine providum dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar.
·
Bersihkan bekas sisa
iodine providum dengan alkohol 70%
atau normal salin dengan cara swabbing
dari arah dalam ke luar.
·
Tutup luka dengan
kasa steril dan tutup dengan plester adhesif yang menyeluruh menutupi kasa.
|
Pembersihan
debris (sisa fagositosis, jaringan mati) dan kuman sekitar luka dengan
mengoptimalkan kelebihan dari iodine providum sebagai antiseptik dan dengan
arah dari dalam keluar dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luka.
Antiseptik
iodine providum mempunyai kelemahan dalam menurunkan proses epitelisasi
jaringan sehingga memperlambat pertumbuhan luka, maka harus dibersihkan dengan
alkohol atau normal salin.
Penutupan
secara menyeluruh dapat menghindari konstaminasi dari benda atau udara yang
bersentuhan dengan luka bedah.
|
Angkat
drainase pascabedah sesuai pesanan medis.
|
Pelepasan
sesuai indikasi bertujuan untuk menurunkan risiko infeksi.
|
Kolaborasi
penggunaan antibiotik.
|
Antibiotik
injeksi diberikan selama tiga hari pascaoperasi yang kemudian dilanjutkan
antibiotik oral sampai jahitan dilepas. Peran perawat mengkaji adanya reaksi
dan riwayat alergi antibiotik, serta memberikan antibiotik sesuai pesanan
dokter.
|
7. Kecemasan
b.d. prognosis penyakit misinterpretasi informasi.
Tujuan: Dalam waktu 1 x
24 jam pasien secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.
Kriteria:
-
Pasien mampu
mengungkapkan perasaannya kepada perawat.
-
Pasien dapat
mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan perubahan koping yang
digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
-
Pasien dapat mencatat
penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar; pasien dapat rileks dan
tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi
|
Rasional
|
Monitor respons fisik, seperti
kelemahan, perubahan tanda vital, dan gerakan yang berulang-ulang. Catat
kesesuaian respons verbal dan non verbal selama komunikasi.
|
Digunakan dalam mengevaluasi
derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi
verbal.
|
Anjurkan pasien dan keluarga
untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya.
|
Memberikan kesempatan untuk
berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang
berlebihan.
|
Beri dukungan praoperasi.
|
Hubungan emosional yang baik
antara perawat dan pasien akan mempengaruhi penerimaan pasien dengan operasi.
Aktif mendengar semua kekhawatiran dan keprihatinan pasien adalah bagian
penting dari evaluasi praoperatif. Keterbukaan mengenal tindakan operasi yang
akan dilakukan, pilihan anestesi, dan perubahan atau kejadian pascaoperatif
yang diharapkan akan menghilangkan banyak ketakutan tak berdasar dengan
anestesi. Bagian sebagian besar pasien, operasi adalah suatu peristiwa hidup
yang bermakna. Kemampuan dokter dan perawat untuk memandang pasien dan
keluarganya sebagai manusia yang layak untuk didengarkan dan dimintai
pendapat, ikut menentukan hasil pembedahan. Egbert dkk. (1963, dikutip
gruendemann, 2006) memperlihatkan bahwa kecemasan pasien yang dikunjungi dan
dimintai pendapat sebelum dioperasi akan berkurang saat tiba di kamar operasi
dibandingkan mereka yang hanya sekedar diberi pramedikasi dengan
fenobarbital. Kelompok yang mendapat pramedikasi melaporkan rasa mengantuk,
tetapi tetap merasa cemas.
|
Berikan privasi untuk pasien dan
orang terdekat.
|
Memberi waktu untuk
mengekspresikan perasaan, serta menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi.
Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien melayani aktivitasdan
pengalihan (misal membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.
|
Beri kesempatan kepada pasien
untuk mengungkapkan asietasnya.
|
Pasien yang divonis mengalami
kanker esofagus mempunyai tingkat penerimaan yang bervariasi. Dengan
pendekatan yang baik sesuai dengan toleransi individu, maka ungkapan yang
dikemukakan pasien dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang
tidak diekspresikan.
|
Kolaborasi: berikan anticemas
sesuai indikasi contohnya diazepam.
|
Meningkatkan relaksasi dan
menurunkan kecemasan.
|
Catat reaksi dari
pasien/keluarga. Berikan kesempatan untuk mendiskusikan
perasaannya/konsentrasinya, dan harapan masa depan.
|
Anggota keluarga dengan
responsnya pada apa yang terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan kepada
pasien.
|
D. Implementasi
1. Pemenuhan
informasi b.d adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi,
rencana pembedahan esofagus, dan rencana perawatan rumah.
Intervensi
|
Rasional
|
Mengkaji tingkat pengetahuan pasien tentang prosedur
diagnostik, intervensi kemoterapi, radiasi, pembedahan esofagus, dan rencana
perawatan rumah .
|
Tingkat pengetahuan dipengaruhi
oleh kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan yang
sesuai dengan kondisi individu pasien. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan
tersebut perawat dapat lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai
dengan pengetahuan pasien secara efisien dan efektif.
|
Menjelaskan dan lakukan
intervensi prosedur diagnostik radiografi dengan barium .
|
Pemeriksaan radiografi dengan
barium tidak menyebabkan rasa sakit. Perawat mempersiapkan informed consent setelah pasien
mendapatkan penjelasan. Persiapan dan penjelasan yang rasional sesuai tingkat
individu akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemeriksaan dagnostak.
|
Menjelaskan dan lakukan
intervensi pada pasien yang akan dilakukan pemeriksaan diagnostik dan terapi
secara endoskopik .
|
Pasien sangat penting untuk
mengetahui bahwa pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk
mendiagnosis karsinoma esofagus, terutama untuk membedakan antara karsinoma
epidermal dan adenokarsinoma. Pengetahuan ini dapat memberikan pengetahuan
pasien dan akan meningkatkan tingkat kooperatif dari pasien.
|
Menjelaskan tentang terapi dengan
kemoterapi .
|
Pasien perlu mengetahui bahwa
kemoterapi diberikan sebagai pelengkap terapi operasi dan terapi radiasi.
|
Menjelaskan tentang terapi
radiasi .
|
Pengetahuan tentang karsinoma
esofagus bersifat radiosensitif dan pada kebanyakan pasien, radiasi eksternal
memberikan efek penyusutan tumor sehingga akan menambah semangat pada pasien
untuk melakukan terapi.
|
Menjelaskan dan lakukan pemenuhan
atau persiapan pembedahan meliputi :
·
Diskusikan jadwal
pembedahan.
·
Diskusikan lamanya
pembedahan.
·
Lakukan pendidikan
kesehatan preoperatif.
|
Pasien dan keluarga mengetahui
jadwal pembedahan, lamanya pembedahan dan pendidikan kesehatan preoperatif.
|
2.
Risiko injuri b.d.
pascaprosedur reseksi esofagus
Tujuan:
dalam waktu 2 x 24 jam pascaintervensi reseksi esofagus, pasien tidak menjalami
injuri.
Kriteria
evaluasi:
-
TTV dalam batas normal.
-
Kondisi kepatenan
selang dada optimal.
-
Tidak terjadi infeksi
pada insisi.
Intervensi
|
Rasional
|
Melakukan perawatan diruang
intensif.
|
Untuk menurunkan risiko injuri
dan agar memudahkan intervensi pasien selama 48 jam dirawat diruang intensif.
|
Mengkaji faktor-faktor yang
meningkatkan risiko injury.
|
Pada saat pasca operasi, pada
pasien akan terdapat banyak drain pada tubuh pasien. Keterampilan keperawatan
kritis diperlukan agar pengkajian vital dapat sistematis dilakukan.
|
Mengkaji status neurologis dan
laporkan apabila terdapat perubahan status neurologis.
|
Pengkajian status neurologis
dilakukan pada setiap pergantian sif jaga. Setiap adanya perubahan status
neurologis merupakan salah satu tanda terjadi komplikasi bedah. Penurunan
responsivitas, perubahan pupil, gangguan atau kelemahan yang bersifat satu
sisi (unilateral), ketidakmampuan dalam kontrol nyeri atau perubahan
neurologis lainnya perlu dilaporkan pada tim medis untuk mendapatkan
intervensi selanjutnya.
|
Mempertahankan status hemodinamik
yang optimal.
·
Melakukan hidrasi
awal pascaoperasi.
|
Pasien akan mendapat cairan
intravena sebagai pemeliharaan status hemodinamik.
Jenis cairan yang digunakan kombinasi dari NaCl
0,9% dan RL dengan jumlah 100-200 ml/jam dan dilakukan pada 12-16 jam pertama
setelah pembedahan (Mackenzie, 2004). Cairan ini akan membantu memelihara
keadekuatan sirkulasi dari volume darah sebagai proteksi pada organ vital dan
mencegah kondisi hipovolemia pascabedah (Sideranko, 1993).
|
·
Memantau kondisi
status cairan sebelum memberikan cairan kristaloid atau komponen darah.
|
Pada periode immediete pascaoperasi pemberian cairan kristaloid atau komponen
darah dilakukan setelah pasien tidak mengalami kelebihan cairan. Hal ini
perlu diperhatikan perawat karna pada intervensi esofagotomi juga dibersihkan
jaringan limfatik mediastinum. Hilangnya limfatik pada mediastinum memberikan
predisiposisi terjadinya edema pulmonal karena berkurangnya drainase limfatik
pada sistem respirasi (Gregoire, 1998). Kondisi malnutrisi dan kurang protein
juga akan menambah berat kondisi edema pulmonal.
|
·
Memantau pengeluaran
urine rutin.
·
Mengevaluasi secara
hati-hati dan dokumentasikan intake dan output cairan.
|
Pasien pasca prosedur
esofagektomi akan mengalami transudasi
cairan ke interstisial. Perawat memantau produksi urine dalam kisaran
30ml/jam sebagai batas dalam pemberian rehidrasi optimal (Gregoire, 1998).
Perawat mendokumentasikan jumlah
urine dan jam pada saat pencatatan. Perawat memeriksa kepatenan jalan urine
pada tempatnya.
|
Memonitor kondisi selang
nasogastrik.
|
Secara umum pasien
pascaesofagektomi akan terpasang selang nasogastrik. Perawat berusaha untuk
tidak mengubah posisi, mengangkat, memanipulasi, atau mengirigasi selang
kecuali memang diperlukan untuk terapi. Hal ini untuk menurunkan resiko kerusakan anastomosis.
Perawat selalu memonitor pengeluaran dari selang dan menjaga kepatenan
selang.
|
3.
Aktual / risiko
ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan batuk menurun, nyeri pascaoperasi.
Intervensi
|
Rasional
|
Mengkaji dan monitor jalan napas.
|
Deteksi awal untuk interpretasi
intervensi selanjutnya.
Salah satu cara untuk mengetahui
apakah pasien bernapas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak tangan di
atas hidung dan mulut pasien untuk merasakan hembusan napas. Gerakan toraks
dan diafragma tidak selalu menandakan pasien bernapas.
|
Memberi oksigen 3 liter/menit
|
Pemberian oksigen dilakukan pada
fase awal pascaoperasi.
Pemenuhan oksigen dapat membantu
meningkatkan PaO2 di cairan otak yang akan mempengaruhi pengaturan
pernapasan.
|
Membersihkan sekresi pada jalan napas dan lakukan suctioning apabila kemampuan
mengevakuasi sekret tidak efektif.
|
Kesulitan pernapasan dapat
terjadi akibat skresi lendir yang berlebihan. Membalikkan pasien dari satu
sisi ke sisi lainnya mungkin cairan yang terkumpul untuk keluar dari sisi
mulut. Jika gigi pasien mengatup, mulut dapat dibuka secara manual dengan
spatel lidah yang dibungkus kasa, tetapi hati-hati.
|
4.
Risiko tnggi nutrisi
kurang dari kebutuhantubuh b.d. kurangnya intake makanan yang adekuat.
Intervensi
|
Rasional
|
Intervensi :
·
Menganjurkan pasien
makan dengan perlahan dan mengunyah makanan saksama.
·
Mngevaluasi adanya
alergi makanan dan kontraindikasi makanan.
·
Menyajikan makanan
dengan cara yang menarik.
·
Memfasilitas pasien
memperoleh diet biasa yang disukai pasien (sesuai indikasi
·
memantau intake dan
output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik(sekali seminggu).
·
Melakukan dan ajarkan
perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, serta sebelum dan sesudah
intervensi/pemeriksaan peroral.
|
Makanan dapat lewat dengan mudah
ke lambung.
Beberapa pasien mungkin mengalami
alergi terhadap beberapa komponen makanan tertentu dan beberapa penyakit
lain, sperti diabetes milkitus, hipertensi, gout, dan lainnya sehingga
memberikan manifestasi terhadap persiapan komposisi makanan yang akan
diberikan.
Membantu merangsang nafsu makan.
Memperhitungkan keinginan
individu dapat memperbaiki intake nutrisi.
Berguna dalam mengukur keefektifan
nutrisi dan dukungan cairan.
Menurunkan rasa tidak enak karena
sisa makanan juga bau obat yang dapat merangsang muntah.
|
Intervensi pascabedah
·
Mengkaji kondisi dan
toleransi gastrointestinal pasca-esofagektomi.
·
Melakukan perawatan mulut.
·
Memasukkan 10-20 ml
cairan sodium klorida setiap sif jaga melalui selang nasogastrik.
·
memberikan nutrisi
cair melalui selang nasogastrik pada hari kedua atau ketiga pascbedah atau
pesanan dari medis.
·
Mengkolaborasi untuk
pemeriksaan fluroskopi menelan setelah hari ketujuh.
|
Setelah esofagektomi pasien tidak
boleh mendapat asupan apapun dari mulut dalam waktu 7 x 24 jam untuk
menghindari kebocoran pada anastomosis atau formasi fistula. Pasien akan
memakai selang nasogastrik yang terpasang pada alat pengisap berkelanjutan
dengan tekanan rendah (low-level
continous or intermitten suction). Obat-obatan oral akan dihancurkan dan
dimasukkan melalui selang nasogastrik dan tidak boleh ditelan.
Intervensi untuk menurunkan
risiko infeksi oral.
Pembersian ini selain untuk
menjaga kepatenan selang nasogastrik juga untuk memningkatkan penyembuhan
pada area pasca-esofagektomi.
Pemberian nutrisi cair dilakukan
untuk memenuhi intake nutrisi melalui gastrointestinal.penentuan hari nharus
dikolaborasikan dengan tim medis yang merawat pasien karena tim medis
mengetahui bagaimana kondisi jarinan pada saat dilakukan intervensi
esofagektomi.
Tujuan pemeriksaan ini adalah
untuk mendeteksi kemampuan jaringan pascabedah.
|
5. Nyeri
b.d. iritasi mukosa esofagus,respons pembedahan
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Menjelaskan dan bantu pasien dengan tindakan
pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasif.
|
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
|
Melakukan manajemen nyeri keperawatan, meliputi:
·
mengkaji nyeri dengan
pendekatan PQRST ( lihat tabel 21)
·
Mengistirahatkan
pasien pada saat nyeri muncul.
· Mengajarkan
teknik relaksasi pernafasan dalam pada saat nyeri muncul.
· Mengajarkan
teknik distraksi pada saat nyeri.
|
Manajemen nyeri merupakan kunci dari
penatalaksanaan pasien pascaoperasi, keadekuatan kontrol nyeri pasca operasi
esofagektomi merupakan unsur yang paling penting dalam menurunkan mortalitas
dan morbiditas (Makenzie,2004) Tsui
(1997) melaporkan dengan keadekuatan kontrol nyeri akan menurunkan risiko
gangguan Kardivaskular,mempercepat hari rawat, dan menurunkan tingkat
kematian pasca esofagektomi transtorakal. Penelitian ini memberikan arti
penting pada perawat yang melakukan
manajemen nyeri keperawatan
agar kondisi nyeri yang dilaporkan
pasien tidak disepelekan dan harus
dilakukan intervensi sesuai dengan tingkat toleransi individu.
Pendekatan PQRST dapat secara komprehensif
menggali kondisi nyeri pasien. Apabila pasien mengalami skala nyeri 3 (0-4),
hal ini merupakan peringatan yang perlu perawat waspadai karena memberikan
manifestasi klinik yang bervariasi dari komplikasi pasca operasi
Esofagektomi.
Istirahat secara fisiologis akan menurunkan
kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
Meningkatkan intake oksigen sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder dari iskemia intestinal.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
stimilus internal.
|
6. Resiko
tinggi infeksi b.d. adanya port de entree
dari luka pembedahan.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Membersihkan luka dan
drainase dengan cairan antiseptik jenis iodine providum dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar.
·
Membersihkan bekas
sisa iodine providum dengan alkohol
70% atau normal salin dengan cara swabbing
dari arah dalam ke luar.
·
Menutup luka dengan
kasa steril dan tutup dengan plester adhesif yang menyeluruh menutupi kasa.
|
Pembersihan
debris (sisa fagositosis, jaringan mati) dan kuman sekitar luka dengan
mengoptimalkan kelebihan dari iodine providum sebagai antiseptik dan dengan
arah dari dalam keluar dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luka.
Antiseptik
iodine providum mempunyai kelemahan dalam menurunkan proses epitelisasi
jaringan sehingga memperlambat pertumbuhan luka, maka harus dibersihkan
dengan alkohol atau normal salin.
Penutupan
secara menyeluruh dapat menghindari konstaminasi dari benda atau udara yang
bersentuhan dengan luka bedah.
|
Mengangkat
drainase pascabedah sesuai pesanan medis.
|
Pelepasan
sesuai indikasi bertujuan untuk menurunkan risiko infeksi.
|
Mengkolaborasi
penggunaan antibiotik.
|
Antibiotik
injeksi diberikan selama tiga hari pascaoperasi yang kemudian dilanjutkan
antibiotik oral sampai jahitan dilepas. Peran perawat mengkaji adanya reaksi
dan riwayat alergi antibiotik, serta memberikan antibiotik sesuai pesanan
dokter.
|
7. Kecemasan
b.d. prognosis penyakit misinterpretasi informasi.
Intervensi
|
Rasional
|
Memonitor respons fisik, seperti
kelemahan, perubahan tanda vital, dan gerakan yang berulang-ulang. Catat
kesesuaian respons verbal dan non verbal selama komunikasi.
|
Digunakan dalam mengevaluasi
derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi
verbal.
|
Menganjurkan pasien dan keluarga
untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya.
|
Memberikan kesempatan untuk
berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang
berlebihan.
|
Memberi dukungan praoperasi.
|
Hubungan emosional yang baik
antara perawat dan pasien akan mempengaruhi penerimaan pasien dengan operasi.
Aktif mendengar semua kekhawatiran dan keprihatinan pasien adalah bagian
penting dari evaluasi praoperatif. Keterbukaan mengenal tindakan operasi yang
akan dilakukan, pilihan anestesi, dan perubahan atau kejadian pascaoperatif
yang diharapkan akan menghilangkan banyak ketakutan tak berdasar dengan
anestesi. Bagian sebagian besar pasien, operasi adalah suatu peristiwa hidup
yang bermakna. Kemampuan dokter dan perawat untuk memandang pasien dan
keluarganya sebagai manusia yang layak untuk didengarkan dan dimintai
pendapat, ikut menentukan hasil pembedahan. Egbert dkk. (1963, dikutip
gruendemann, 2006) memperlihatkan bahwa kecemasan pasien yang dikunjungi dan
dimintai pendapat sebelum dioperasi akan berkurang saat tiba di kamar operasi
dibandingkan mereka yang hanya sekedar diberi pramedikasi dengan
fenobarbital. Kelompok yang mendapat pramedikasi melaporkan rasa mengantuk,
tetapi tetap merasa cemas.
|
Memberikan privasi untuk pasien
dan orang terdekat.
|
Memberi waktu untuk
mengekspresikan perasaan, serta menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi.
Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien melayani aktivitasdan
pengalihan (misal membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.
|
Memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengungkapkan asietasnya.
|
Pasien yang divonis mengalami
kanker esofagus mempunyai tingkat penerimaan yang bervariasi. Dengan
pendekatan yang baik sesuai dengan toleransi individu, maka ungkapan yang
dikemukakan pasien dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang
tidak diekspresikan.
|
Mengkolaborasi: berikan anticemas
sesuai indikasi contohnya diazepam.
|
Meningkatkan relaksasi dan
menurunkan kecemasan.
|
Mencatat reaksi dari pasien/keluarga.
Berikan kesempatan untuk mendiskusikan perasaannya/konsentrasinya, dan
harapan masa depan.
|
Anggota keluarga dengan
responsnya pada apa yang terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan kepada
pasien.
|
E. Evaluasi
Evaluasi
yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan adalah sebagai
berikut.
1. Terpenuhinya
informasi pemeriksaan diagnostik, intervensi kemoterapi,radiasi, dan prabedah.
2. Tidak
mengalami injuri dan komplikasi pascabedah.
3. Pasien
tidak mengalami penurunan berat badan.
4. Terjadi
penurunan respons nyeri.
5. Tidak
terjadi infeksi pascabedah.
6. Kecemasan
pasien berkurang.
F. Discharge Planning
1. Keluarga
pasien diberitahu efek dari perawatan medis dari terapi radiasi, kemoterapi dll
2. Keluarga
pasien diberitahu untuk pemberian asupan makanan yang bernutrisi dengan
konsistensi halus atau lembek karena esofagus masih terasa nyeri setelah
pembedahan
3. Keluarga
pasien diberitahu cara mengurangi nyeri dengan cara sebagai berikut :
- Mengistirahatkan pasien pada saat nyeri
muncul.
-
Mengajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam pada saat nyeri muncul.
-
Mengajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
4.
Keluarga pasien diajarkan perawatan luka pasca-operasi
5.
Keluarga pasien diberitahu waktu dan dosis obat yang diberikan untuk pasien
6. Keluarga pasien diberitahu waktu
kontrol ke rumah sakit untuk mengetahui perkembangan keadaan pasien
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kanker
esophagus adalah kanker yang mengacu pada setiap bagian di sel jaringan
kerongkongan.
Makanan yang mengandung banyak nitrosamine, seperti makanan berjamur atau acar, Mencerna minuman panas
berlebihan, Kebiasaan
buruk seperti merokok, minum minuman keras,
dan Esofagitis yang tak teratasi. Sedangkan factor resikonya yaitu Umur, Kelamin,
Penggunaan Tembakau, Penggunaan Alkohol, Barrett's Esophagus dan Tipe-Tipe
Iritasi Lain.
Dimana tanda dan gejalanya yaitu: Pada
tenggorokan terasa aneh, dan tersedak ketika menelan makanan, Saat menelan tulang
dada terasa panas, perih atau sakit seperti tertarik, dan Kesulitan menelan,
sehingga tidak bisa makan, sering disertai muntah, nyeri di perut, penurunan
berat badan dan gejala lain
4.2 Saran
Untuk
mencegah kanker esofagus,ikutilah langkah berikut :
1.
Berhenti merokok atau mengunyah tembakau.
2.
Hindari meminum alkohol atau minum dalam batas wajar.
3.
Makan lebih banyak buah dan sayur
4.
Jaga berat badan sehat
DAFTAR PUSTAKA
Brunner &Suddarth.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi
8. Vol 1. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. BukuSakuPatofisiologi.
Edisi 3. Jakarta: EGC
Muttaqin,Arif.
2011. Gangguan gastrointestinal.
Jakarta :Salemba Medika
Price, Sylvia
Anderson. 2005. Patofisiologi:
KonsepKlinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Priyanto, Agus dan Sri Lestari. 2009. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta:
SalembaMedika
Anonim. Cancer Esofagus.http://www.asiancancer.com/indonesian/cancer-topics
/eso phageal-cancer/. Diakses tanggal 24
Februari 2013 pukul 15.00
Kadek,netiari.2012. Kanker
Esofagus.http://netii-netiari.blogspot.com/2012/03/ca-esofagus
.html. Diakses tanggal 24 Februari 2013 pukul
16.00