BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Seiring
perkembangan era yang semakin maju dimana perkembangan tersebut mencakup
seluruh aspek manusia, secara otomatis terjadi pergeseran pola keoendudukan
terutama pola penyakit di masyarakat. Semula penyakit terbanyak yang ditemukan
adalah penyakit infeksi baik infeksi saluran nafas maupun gastro intestinal
kepada penyakit – penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan pembuluh
darah, penyakit kanker dan lain sebagainya
Penyakit lymfona non hodgkin adalah salah satu penyakit yang tergolong dalam kasus interne/kasus penyakit dalam pada penyakit ini terjadi proliferasi abnormal sistem lymfoid dan struktur yang membentuknya terutama menyerang kelenjar getah bening. LNH belum diketahui secara pasti penyebabnya oleh karena itu penelitian terus dilakukan untukmengembangkan kasus ini.
Penyakit lymfona non hodgkin adalah salah satu penyakit yang tergolong dalam kasus interne/kasus penyakit dalam pada penyakit ini terjadi proliferasi abnormal sistem lymfoid dan struktur yang membentuknya terutama menyerang kelenjar getah bening. LNH belum diketahui secara pasti penyebabnya oleh karena itu penelitian terus dilakukan untukmengembangkan kasus ini.
Berbagai
permasalahan dapat timbul karena kasus ini yang mana permsalahan tersebut dapat
menyangkut seluruh aspek kehidupan dari manusia baik secara fisik, psikis,
sosial maupun spiritual, secara fisik dapat menimbulkan tergangguanya pola
nafas karena ada penekanan atau kesulitan dalam menelan makana sehingga
mengakibatkan kurangbnya asupan nutrisi. Secara psikis penyakit ini dapat
menimbulkan gangguan konsep diri terutama mengenai body image, ataupun bahkan
bisa mengakibatkan perilaku menarik diri, secara sosial bisa mengakibatkan
kerusakan interaksi sosial karena perilaku menarik diri atau kurang percaya
diri dan secara spiritual bisa menyalahkan Tuhan atas penyakit yang diberikan
atau mungkin sebaliknya justru lebih tekun beribadah karena ingin cepat
sembuh.Melihat hal dan permasaklahan diatas penulis mencoba mengangkat
permasalahan tersebut dalam bentuk asuhan keperawatan dengan harapan paling
tidak penulis bisa meringankan beban yang dialami penderita.
1.2
Rumusan masalah
1.1.1
Bagaimana
anatomi dan fisiologi limpa?
1.1.2
Apa
pengertian dariLimfoma non-Hodgkin?
1.1.3
Apa
etiologi dariLimfoma non-Hodgkin?
1.1.4
Sebutkan klasifikasi dariLimfoma
non-Hodgkin?
1.1.5
Bagaimana patofisiologi dan
WOC dariLimfoma
non-Hodgkin?
1.1.6
Apa saja gejala klinis pada pasien yang mengalami
Limfoma non-Hodgkin?
1.1.7
Bagaimana tahapan penyakit dari Limfoma
non-Hodgkin?
1.1.8
Bagaimana pemeriksaan
diagnostik dari Limfoma non-Hodgkin?
1.1.9
Bagaimanapenatalaksanaan sari Limfoma
non-Hodgkin?
1.1.10 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang mengalamiLimfoma
non-Hodgkin?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan
umum
Menjelaskan
tentang Limfoma non-Hodgkin dan bagaimana asuhan keperawatannya
1.3.2 Tujuan
khusus
1.3.3
Menjelaskan
anatomi dan fisiologi limpa.
1.3.4
Menjelaskan
tentang Limfoma non-Hodgkin
1.3.5
Menjelaskan
etiologi dari Limfoma non-Hodgkin
1.3.6
Menjelaskan klasifikasi dari Limfoma non-Hodgkin
1.3.7
Menjelaskan patofisiologi dan WOC dari Limfoma non-Hodgkin
1.3.8
Menjelaskan gejala klinis pada pasien yang mengalami Limfoma
non-Hodgkin
1.3.9
Menjelaskan tahapan penyakit dari Limfoma non-Hodgkin
1.3.10 Menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada Limfoma non-Hodgkin
1.3.11 Menjelaskan penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien yang mengalami Limfoma
non-Hodgkin
1.3.12 Menjelaskan asuhan keperawataan pada pasien
yang mengalami Limfoma non-Hodgkin.
1.4 Manfaat
a. Mengetahui
dan menjelaskan apa itu limpoma non hodgkin,
cara menanganinya dan bagaimana asuhan keperawatannya.
BAB ІІ
PEMBAHASAN
2.1.
Anatomi dan fisiologi.
Sistem limfatik adalah bagian penting sistem kekebalan tubuh yang memainkan
peran kunci dalam pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker. Cairan
limfatik adalah cairan putih mirip susu yang mengandung protein, lemak dan
limfosit (sel darah putih) yang semuanya mengalir ke seluruh tubuh melalui
pembuluh limfatik.
Yang membentuk sistem limfatik dan cairan yang mengisis pembuluh ini
disebut limfe. Komponen Sistem Limfatik antara lain :
a)
Pembuluh Limfe.
b)
Kelenjar Limfe (nodus limfe).
c)
Limpa.
d)
Tymus.
e)
Sumsum Tulang
1.
Anatomi fisiologi sistem limfatik.
a.
Pembuluh limfe.
Pembuluh limfe merupakan jalinan halus kapiler yang sangat kecil atau
sebagai rongga limfe di dalam jaringan berbagai organ dalam vili usus terdapat
pembuluh limfe khusus yang disebut lakteal yang dijumpai dalam vili usus.
Fisiologi kelenjar limfe hampir sama dengan komposisi kimia plasma darah
dan mengandung sejumlah besar limfosit yang mengalir sepanjang pembuluh limfe
untuk masuk ke dalam pembuluh darah. Pembuluh limfe yang mengaliri usus disebut
lakteal karena bila lemak diabsorpsi dari usus sebagian besar lemak melewati
pembuluh limfe. Sepanjang pergerakan limfe sebagian mengalami tarikan oleh
tekanan negatif di dalam dada, sebagian lagi didorong oleh kontraksi otot.
Fungsi pembuluh limfe mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke
dalam sirkulasi darah, mengankut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi
darah, membawa lemak yang sudah dibuat emulasi dari usus ke sirkulasi darah.
Susunan limfe yang melaksanakan ini ialah saluran lakteal, menyaring dan
menghancurkan mikroorganisme, menghasilkan zat antibodi untuk melindungi
terhadap kelanjutan infeksi.
b.
Kelenjar limfe (nodus limfe)
Kelenjar ini berbentuk bulat lonjong dengan ukuran kira-kira 10 – 25
mm. Limfe disebut juga getah bening, merupakan cairan yang susunan isinya
hampir sama dengan plasma darah dan cairan jaringan. Bedanya ialah dalam cairan
limfe banyak mengandung sel darah limfosit, tidak terdapat karbon dioksida, dan
mengandung sedikit oksigen. Cairan limfe yang berasal dari usus banyak
mengandung zat lemak. Cairan limfe ini dibentuk atau berasal
dari cairan jaringan melalui difusi atau filtrasi ke dalam kapiler –
kapler limfe dan seterusnya akan masuk ke dalam peredaran darah melalui vena.
Fungsinya yaitu menyaring cairan limfe dari benda asing, pembentukan
limfosit, membentuk antibodi, pembuangan bakteri, membantu reasoprbsi lemak.
c.
Limpa.
Limpa merupakan sebuah organ yang terletak di sebelah kiri abdomen di
daerah hipogastrium kiri bawah iga ke-9,-10,-11. Limpa berdekatan pada fundus
dan permukaan luarnya menyentuh diafragma. Jalinan struktur jaringan ikat di
antara jalinan itu membentuk isi limpa/ pulpa yang terdiri dari jaringan limpa
dan sejumlah besar sel – sel darah.
Fungsi limpa sebagai gudang darah seperti hati, limpa banyak mengandung
kapiler – kapiler darah, dengan demikian banyak arah yang mengalir dalam limpa,
sebagai pabrik sel darah, limfa dapat memproduksi leukosit dan eritrosit
terutama limfosit, sebagai tempat pengahancur eritrosit, karena di dala limpa
terdapat jaringan retikulum endotel maka limpa tersebut dapat mengancurkan
eritrosit sehingga hemoglobin dapat dipisahkan dari zat besinya, mengasilkan zat
antibodi.
Limpa menerima darah dari arteri lienalis dan keluar melalui vena lienalis
pada vena porta. Darah dari limpa tidak langsung menuju jantung tetapi terlebih
dahulu ke hati. Pembuluh darah masuk ke dan keluar melalui hilus yang berbeda
di permukaan dalam. Pembuluh darah itu memperdarhi pulpa sehingga dan bercampur
dengan unsur limpa.
d.
Thymus.
Kelejar timus terletak di dalam torax, kira – kira pada ketinggian
bifurkasi trakea. Warnanya kemerah – merahan dan terdiri dari 2 lobus. Pada
bayi baru lahir sangat kecil dan beratnya kira – kira 10 gram atau lebih
sedikit; ukurannya bertambah pada masa remaja beratnya dari 30 – 40 gram dan
kemudian mengkerut lagi. Fungsinya diperkirakan ada sangkutnya dengan produksi
antibody dan sebagai tempat berkembangnya sel darah putih.
e.
Bone marrow / sumsum tulang.
Sumsum tulang (Bahasa Inggris: bone marrow atau medulla
ossea) adalah jaringan lunak yang ditemukan pada rongga interior tulang yang
merupakan tempat produksi sebagian besarsel darah baru. Ada dua jenis sumsum
tulang: sumsum merah(dikenal juga sebagai jaringan myeloid)
dan sumsum kuning. Sel darah merah, keping darah, dan sebagian besar sel darah putihdihasilkan dari sumsum merah. Sumsum kuning
menghasilkan sel darah putih dan warnanya ditimbulkan oleh sel-sel lemak yang
banyak dikandungnya. Kedua tipe sumsum tulang tersebut mengandung banyak pembuluh dan kapiler darah. Sewaktu
lahir, semua sumsum tulang adalah sumsum merah. Seiring dengan pertumbuhan,
semakin banyak yang berubah menjadi sumsum kuning. Orang dewasa memiliki
rata-rata 2,6 kg sumsum tulang yang sekitar setengahnya adalah sumsum merah. Sumsum
merah ditemukan terutama pada tulang pipih seperti tulang
pinggul, tulang dada, tengkorak, tulang rusuk, tulang punggung,tulang belikat, dan pada bagian lunak di ujung tulang panjangfemur dan humerus.
Sumsum kuning ditemukan pada rongga interior bagian tengah tulang panjang.
Pada keadaan sewaktu tubuh kehilangan darah yang sangat banyak, sumsum kuning
dapat diubah kembali menjadi sumsum merah untuk meningkatkan produksi sel
darah.
2.
Lokasi-lokasi nodus limfe.
Daerah khusus, tempat terdapat banyak jaringan limfatik adalah palatin
(langit mulut) dan tosil faringeal, kelenjar timus, agregat folikel limfatik di
usus halus, apendiks dan limfa.
3.
Fisiologi sistem limfatik
Fungsi
Sistem limfatik sebagai berikut :
a.
Pembuluh limfatik mengumpulkan cairan berlebih atau cairan
limfe dari jaringan sehingga memungkinkan aliran cairan segar selalu
bersirkulasi dalam jaringan tubuh.
b.
Merupakan pembuluh untuk membawa kembali kelebihan
protein didalam cairan jaringan ke dalam aliran darah.
c.
Nodus menyaring cairan limfe dari infeksi bakteri dan
bahan-bahan berbahaya.
d.
Nodus memproduksi limfosit baru untuk sirkulasi.
e.
Pembuluh limfatik pada organ abdomen membantu absorpsi
nutrisi yang telah dicerna, terutama lemak.
4.
Mekanisme Sirkulasi Limfatik.
Pembuluh limfatik bermuara kedalam vena-vena besar yang mendekati jantung
dan disini terdapat tekanan negatif akibat gaya isap ketika jantung mengembang
dan juga gaya isap torak pada gerakan inspirasi.
Tekanan timbul pada pembuluh limfatik, seperti halnya pada vena, akibat
kontraksi otot-otot, dan tekanan luar ini akan mendorong cairan limfe ke depan
karena adanya katup yang mencegah aliran balik ke belakang. Juga terdapat
tekanan ringan dari cairan jaringan akibat ada rembesan konstan cairan segar
dari kapiler-kapiler darah. Apabila terdapat hambatan pada aliran cairan limfe
yang melalui sistem limfatik, terjadilah edema, yaitu pembengkakan jaringan
akibat adanya kelebihan caiaran yang terkumpul didalamnya. Edema juga bisa
terjadi akibat obstruksi vena, karena vena juga berfungsi mengalirkan sebagian
cairan jaringan.
2.2.
Definisi
Limfoma non-Hodgkin adalah suatu
kelompok penyakit heterogen yang dapat didefinisikan sebagai keganasan jaringan
limfoid selain penyakit Hodgkin. Manifestasinya sama dengan penyakit Hodgkin,
namun penyakit ini biasanya sudah menyebar keseluruh system limfatik sebelum
pertama kali terdiagnosis. Apabila penyakitnya masih terlokalisasi, radiasi
merupakan penanganan pilihan. Jika terdapat keterlibatan umum, digunakan
kombinasi kemoterapi. Pemberian dosis rendah pada penderita HIV-positif
dianjurkan untuk mencegah terjadinya infeksi berat yang potensial mematikan.
Seperti pada penyakit Hodgkin, infeksi merupakan masalah utama. Keterlibatan
system saraf pusat juga sering terjadi.
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan
(kanker) yang berasal dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar
ke seluruh tubuh. Beberapa dari limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam
beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa
bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.
Limfoma malignum
non-Hodgkin atau Limfoma non-Hodgkin adalah suatu keganasan kelenjar limfoid
yang bersifat padat. Limfoma nonhodgkin hanya dikenal sebagai suatu
limfadenopati lokal atau generalisata yang tidak nyeri. Namun sekitar sepertiga
dari kasus yang berasal dari tempat lain yang mengandung jaringan limfoid (
misalnya daerah orofaring, usus, sumsum tulang, dan kulit. Meskipun bervariasi
semua bentuk limfoma mempunyai potensi untuk menyebar dari asalnya sebagai penyebaran dari satu kelenjar kekelenjar
lain yang akhirnya menyebar ke limfa, hati, dan sumsum tulang.
Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa
gangguan proliferatif tidak terkendali dari
jaringan limfoid (limfosit B dan sistem sel limfosit T).
Limfoma atau Kanker Getah Bening adalah
tipe kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah
bening. Sel tersebut cepat menggandakan diri dan tumbuh secara tidak
terkontrol. Limfoma Non Hodgkin sering disingkat jadi LNH.
Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh
tubuh, maka selain di kelenjar getah bening tempat yang paling sering terkena
Limfoma adalah limpa dan sumsum tulang. Selain itu bisa terbentuk di perut,
hati atau yang jarang sekali di otak. Seringkali lebih dari satu bagian tubuh
terserang oleh penyakit ini. Limfoma pada otak atau urat saraf tulang belakang
disebut limfoma susunan saraf pusat (SSP).
Penyakit Limfoma dapat menyerang
disegala usia, namun lebih sering menyerang usia tua 65 tahun.
2.3.
Etiologi
Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para
pakar cenderung berpendapat bahwa terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh
rangsangan imunologis persisten yang menimbulkan proliferasi jaringan limfoid
tidak terkendali. Diduga ada hubungan dengan virus Epstein Barr LNH kemungkinan
ada kaitannya dengan factor keturunan karena ditemukan fakta bila salah satu
anggota keluarga menderita LNH maka risiko anggota keluarga lainnya terjangkit
tumor ini lebih besar disbanding dengan orang lain yang tidak termasuk keluarga
itu. Pada penderita AIDS : semakin lama hidup semakin besar risikonya menderita
limfoma.
Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara
lain :
a)
Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang
berhubungan dengan terjadinya LNH antara lain adalah :severe combined
immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency,
Wiskott Aldrich syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan
dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula
dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan jenisnya beragam.
b)
Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit
sporadic. Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan
dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui.
c)
Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan
yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan
dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut
organic.
d) Diet dan
Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan
tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV4,5.
2.4.
Klasifikasi
limfoma non-Hodgkin.
Ada
2klasifikasi besar penyakit ini yaitu:
1. Limfoma non
Hodgkin agresif.
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai
limfoma non Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan
namanya, limfoma non Hodgkin agresif ini tumbuh dengan cepat. Meskipun
nama ‘agresif’ kedengarannya sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan
respon sangat baik terhadap pengobatan.Meskipun pasien yang penyakitnya tidak
berespon baik terhadap standar pengobatan lini pertama,sering berhasil baik
dengan kemoterapi dan transplantasi sel induk. Pada kenyataannya, limfoma
nonHodgkin agresif lebih mungkin mengalami kesembuhan total daripada limfoma non Hodgkin indolen.
2.
Limfoma non Hodgkin indolen.
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal
sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin
indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak
menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terditeksi untuk beberapa
saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan, seperti ketika pasien
mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan
pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala,
suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada,
mungkin menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan
ditemukan terjadi akibat limfoma non Hodgkin. Gejala yang paling sering adalah
pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher,
ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin mempunyai gejala
lain dari limfoma non Hodgkin. Karena limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat
dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam
stadium lanjut saat pertama terdiagnosis.
2.5.
Patofisiologi
Telah diketahui bahwa perjalan penyakit
LNH terjadi secara limfogen dengan melibatkan rantai kelenjar getah bening yang
saling berhubungan dan merambat dari satu tempat ketempat yang berdekatan.
Meskipun demikian, hubungan antara kelenjar getah bening pada leher kiri dan
daerah aorta pada LNH jenis folikular tidak sejelas seperti apa yang terlihat
pada LNH jenis difus.
Walaupun pada LNH timbul gejala-gejala
konstitusional (demam, penurunan berat badan, berkeringat pada malam hari) :
namun insidennya lebih rendah dari pada penyakit Hodgkin. Ditemukan adanya
limfadenopati difus tanpa rasa nyeri, Dapat menyerang satu atau seluruh
kelenjar limfe perifer.
Biasanya adenopati hilus tidak
ditemukan, tetapi sering ditemukan adanya efusi pleura. Kira-kira 20% atau
lebih penderita menunjukkan gejala-gejala yang berkaitan dengan pembesaran
kelenjar limfe retroperitoneal atau mesentrium dan timbul bersama nyeri abdomen
atau defekasi yang tidak teratur. Sering didapatkan dapat menyerang lambung dan
usus halus yang ditandai dengan gejala yang mirip dengan gejala tukak lambung,
anoreksia, penurunan berat badan, nausea, hematemesis, dan melena.
Penyakit-penyakit susunan saraf pusat walaupun jarang terjadi tetap dapat
timbul pada limfoma histisitik difus (imunoblastik sel besar).
Criteria
diagnosis medic LNH adalah sebagai berikut:
1.
Riwayat pembesaran kelenjar getah bening
atau timbulnya massa tumor ditempat lain.
2.
Riwayat demam yang tidak jelas
3.
Penurunan berat badan 10% dalam waktu
enam bulan
4.
Keringat malam yang banyak tanpa sebab
yang sesuai
5.
Pemeriksaan histopatologis tumor sesuai
dengan LNH
2.6.
Manifestasi
klinis.
Gejala umum
penderita limfoma non-Hodgkin yaitu :
a. Pembesaran
kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit.
b. Demam.
c. Keringat
malam.
d. Rasa lelah
yang dirasakan terus menerus.
e. Gangguan
pencernaan dan nyeri perut.
f. Hilangnya
nafsu makan.
g. Nyeri tulang.
h. Bengkak pada
wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena.
i.
Limphadenopaty.
Gejala
|
Penyebab
|
Kemungkinan timbulnya gejala
|
Gangguan
pernafasan
Pembengkakan wajah |
Pembesaran
kelenjar getah bening di dada
|
20-30%
|
Hilang
nafsu makan
Sembelit berat Nyeri perut atau perut kembung |
Pembesaran
kelenjar getah bening di perut
|
30-40%
|
Pembengkakan
tungkai
|
Penyumbatan
pembuluh getah bening di selangkangan atau perut
|
10%
|
Penurunan
berat badan
Diare Malabsorbsi |
Penyebaran
limfoma ke usus halus
|
10%>
|
Pengumpulan
cairan di sekitar paru-paru
(efusi pleura) |
Penyumbatan
pembuluh getah bening di dalam dada
|
20-30%
|
Daerah
kehitaman dan menebal di kulit yang terasa gatal
|
Penyebaran
limfoma ke kulit
|
10-20%
|
Penurunan
berat badan
Demam Keringat di malam hari |
Penyebaran
limfoma ke seluruh tubuh
|
50-60%
|
Anemia
(berkurangnya jumlah sel darah merah) |
Perdarahan
ke dalam saluran pencernaan
Penghancuran sel darah merah oleh limpa yang membesar & terlalu aktif Penghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal (anemia hemolitik) Penghancuran sumsum tulang karena penyebaran limfoma Ketidakmampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah karena obat atau terapi penyinaran |
30%, pada
akhirnya bisa mencapai 100%
|
Mudah
terinfeksi oleh bakteri
|
Penyebaran
ke sumsum tulang dan kelenjar getah bening, menyebabkan berkurangnya
pembentukan antibody
|
20-30%
|
1.
Limfadenopati superficial. Sebagian
besar pasien datang dengan pembesaran kelenjar getah bening asimetris yang
tidak nyeri pada satu atau lebih region kelenjar getah bening perifer.
2.
Gejala konstitusional. Demam, keringat
pada malam hari dan penurunan berat badan lebih jarang terjadi dibandingkan
pada penyakit Hodgkin. Adanya gejala tersebut biasanya menyertai penyakit
diseminata. Dapat terjadi anemia dan infeksi dengan jenis yang ditemukan pada
penyakit Hodgkin.
3.
Gangguan orofaring. Pada 5-10% pasien,
terdapat penyakit distruktur limfoid orofaringeal (cincin waldeyer) yang dapat
menyebabkan timbulnya keluhan “sakit tenggorok” atau napas berbunyi atau tersumbat.
4.
Anemia, netropenia dengan infeksi, atau
trombositopenia dengan purpura mungkin merupakan gambaran pada penderita
penyakit sumsum tulang difus. Sitopenia juga dapat disebabkan oleh autoimun.
5.
Penyakit abdomen. Hati dan limpa sering
kali membesar dan kelenjar getah bening retroperitoneal atau mesenterika sering
terkena. Saluran gastrointestinal adalah lokasi ekstranodal yang paling sering
terkena setelah sumsum tulang dan pasien dapat datang dengan gejala abdomen
akut.
6.
Organ lain. Kulit, otak, testis dan
tiroid sering terkena. Kulit juga secara primer terkena pada dua jenis limfoma
sel T yang tidak umum dan sindrom sezary.
2.7.
Tahapan
penyakit
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II
sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium
III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
a.
Stadium I :
Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah
bening.
b.
Stadium II :
Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening,
tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut.
c.
Stadium III :
Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening,
serta pada dada dan perut.
d.
Stadium IV :
Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada satu organ
lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak.
Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam manajemen LNH
yang bertujuan untuk mengetahui status penyakit dan memilih pengobatan yang
relevan serta memudahkan evaluasi hasil terapi. Klasifikasi yang populer
digunakan adalah klasifikasi menurut Arnn Arborr (1971) sebagai berikut:
STADIUM
|
INTERPRETASI
|
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
|
Terserang satu kelenjar limfe pada
daerah tertentu atau ekstra limfatik
Terserang lebih dari satu kelenjar
limfe di daerah di atas diafragma dengan atau tanpa ekstra limfatik
Terserang kelenjar limfe diatas
dan di bawah diafragma atau disertai
limfoma ekstra limfatik, limpa atau keduanya.
Tersebar menyeluruh pada organ ekstra limfatik dengan atau tanpa
melibatkan kelenjar limfe.
|
2.8.
Pemeriksaan
diagnostic.
1.
Pemeriksaan laboratorium lengkap,
meliputi hal berikut.
2.
Darah tepi lengkap termasuk retikulosit
dab LED
3.
Gula darah
4.
Fungsi hati termasuk y-GT, albumin, dan
LDH
5.
Fungsi ginjal
6.
Immunoglobulin.
7.
Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa
tumor untuk mengetahui subtype LNH, bila perlu sitologi jarum halus (FN HB)
ditempat lain yang dicurigai.
8.
Aspirasi dan biopsy sumsum tulang
9.
Ct-Scan atau USG abdomen, untuk
mengetahui adanya pembesaran kelenjar getah bening pada aorta abdominal atau
KGB lainnya, massa tumor abdomen, dan metastase kebagian intraabdominal.
10. Pencitraan
toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran kelenjar media stinum, bila
perlu CT scan toraks.
11. Pemeriksaan
THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat dilanjutkan dengan
tindakan gastroskopi
12. Jika
diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk melihat keterlibatan
tulang.
13. Jika
diperlukan biopsy hati (terbimbing)
14. Catat
performance status
15. Stadium
berdasarkan aun amor
16. Untuk
ekstra nodal stadium berdasarkan criteria yang ada.
Tabel
tes diagnostic dan interpretasi pada klien LNH
Jenis pemeriksaan
|
Interpretasi hasil
|
Hitung darah lengkap:
a) Sel
darah putih (SDP)
|
Variasi normal, menurun atau meningkat secara
nyata.
|
b) Diferensial
SDP
|
Neutofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia
mungkin ditemukan. Limfofenia sebagai gejala lanjut.
|
c) Sel
darah merah dan Hb/Ht
|
Menurun
|
Eritrosit
d) Morfologi
SDM
|
Normositik, hipokromik ringan sampai sedang
|
e) Kerapuhan
eritrosit osmotik
|
Meningkat
|
Laju endap darah (LED)
|
Meningkat selam tahap aktif (inflamasi,
malignansi)
|
Trombosit
|
Menurun (sumsum tulang digantikan oleh limfomi
atau hipersplenisme)
|
Test comb
|
Reaksi positif (anemia hemolitik), reaksi negative
pada tahap lanjut.
|
Alkalin fosfatase
|
Mungkin meningkat bila tulang terkena
|
Kalsium serum
|
Meningkat pada eksaserbasi
|
BUN
|
Mungkin meningkat bila ginjal terlibat
|
Globulkin
|
Hipogammaglobulinemia umum dapat terjadi pada penyakit
lanjut
|
Foto toraks, vertebra, ekstremitas proksimal serta
nyeru tekan pada area pelvis
|
Dilakukan untuk area yang terkena dan membantu
penetapan stadium penyakit
|
CT scan dada, abdominal, tulang
|
Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan
memastikan keterlibatan nodus limfe mediatinum, abdominal, dan keterlibatan
tulang.
|
USG abdominal
|
Mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus
limferetroperitoneal
|
Biopsy sumsum tulang
|
Menentukan keterlibatan sumsum tulang, invasi
sumsum tulang terlihat pada tahap luas.
|
Biopsy nodus limfe
|
Memastikan klasifikasi diagnosis limfoma
|
2.9.
Penatalaksanaan
1.
Therapy Medik.
Konsultasi
dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B).
a. Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
1)
Tanpa keluhan :
tidak perlu therapy.Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide
dengan dosis permulaan po tiap hari atau 1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4
minggu.
2)
Bila resisten
dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian seperti pada LH diatas
3)
Limfona non
hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)
4)
Untuk stadium I
B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah sebagai terapy utama
5)
Untuk stadium I
A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy anjuran
6)
Minimal :
seperti therapy LH
7)
Ideal : Obat
kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin, prednison (CHOP)
dengan dosis :
8)
C
:
Cyclofosfamide
800 mg/m 2 iv hari I
9)
H
: hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I
10)
O
: Oncovin
1,4 mg/ m 2 iv hari I
11)
P
:
Prednison
60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
12)
Perkiraan
selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu
13)
Lymfoma non –
hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)
14)
Stadium IA :
kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant
15)
Untuk stadium
lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama
16)
Minimal :
kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan sedang (CHOP)
17)
Ideal : diberi
Pro MACE – MOPP atau MACOP – B.
2.
Therapy radiasi
dan bedah.
Konsultasi dengan ahli radiotherapy dan ahli onkology bedah, selanjutnya
melalui yim onkology ( di RS type A dan B).
Penatalaksanaan
penderita LNH bergantung pada golongan histologisnya. Karenapengobatannya
bersifat simptomatis maka penderita LNH derajat keganasan rendah tidak perlu
ditentukan tingkat penyakitnya. Pengobatan hanya diberikan untuk menghilangkan
gejala klinis akibat tumornya.
Penderita
LNH derajat keganasan tinggi harus diobati dengan kemoterapi apabila
penyakitnya telah mencapai stadium 2 atau lebih, karena itu prosedur diagnostik
hanya dilakukan pada mereka yang setelah pemeriksaan fisik dan laboratorium
memberi kesan masih mungkin berada pada stadium 1. Prosedur diagnostik lengkap
dilakukan
Pada penderita
LNH derajat keganasan menengah yang setelah pemeriksaan fisik dan laboratorium
memberi kesan masih mungkin berada pada stadium 2.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pernapasan
Gejala : dipnea pada
saat aktivitas, nyeri dada
Tanda :
1) Dipnea,
takipnea
2) Batuk
non produktif
3) Tanda-tanda
distress pernapasan (frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, penggunaan
otot bantu pernapasan, stridor, sianosis)
4) Parau
(paralisis paringeal akibat tekanan pembesaran kelenjar limfe terhadap saraf
laringeal)
b. Sirkulasi
Gejala : palpitasi,
nyeri dada
Tanda :
1) Takikardia,
disritmia
2) Sianosis
wajah akibat obstruksi drainase vena karena pembesaran kelenjar limfe (jarang
terjadi)
3) Ikterus
sclera/umum akibat kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu (tanda lanjut)
4) Pucat
(anemia), diaphoresis, dan keringat malam
c. Neurosensori
Gejala :
1) Nyeri
saraf (neuralgia) yang menunjukkan terjadinya kompresi akar saraf oleh
pembesaran kelenjar limfe pada brakial, lumbal dan pleksus sacral
2) Kelemahan
otot, parastesi
Tanda :
1) Status
mental letargi, menarik diri, kurang minat/perhatian terhadap keadaan sekitar
2) Paraplegia
(kompresi batang spinal, keterlibatan diskus intervertebralis, kompresi suplai
darah terhadap batang spinal)
d. Nyeri
dan kenyamanan
Gejala :
1) Nyeri
tekan pada nodus yang terkena, misalnya: pada sekitar mediastinum, nyeri dada,
nyeri punggung (kompresi vertebral), nyeri tulang (keterlibatan tulang
limfomatus)
Tanda : focus pada diri
sendiri, perilaku hati-hati
e. Integritas
ego
Gejala :
1) Gejala-gejala
stress yang berhubungan dengan ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan peran
dalam keluarga, prosedur diagnostic dan terapi, serta masalah financial (biaya
pemeriksaan dan pengobatan, kehilangan pekerjaan)
Tanda
: perilaku menarik diri, marah dan pasif agresif
f. Keamanan
Gejala
:
1) Riwayat
infeksi (sering terjadi) karena abnormalitas system imun seperti infeksi herpes
sistemik, TB, toksoplasmosis, atau infeksi bacterial.
2) Riwayat
ulkus/perforasi/perdarahan gaster
3) Demam
pel ebstein (peningkatan suhu malam hari sampai beberapa minggu), diikuti demam
menetap dan keringat malam tanpa menggigil
4) Integritas
kulit: kemerahan, pruritus umum, vitiligo (hipopigmentasi)
Tanda :
1) Demam
(suhu tubuh > 3800C) menetap dengan etiologi yang tidak dapat
dijelaskan, tanpa gejala infeksi
2) Kelenjar
limfe asimetris, tidak ada nyeri, membengkak/membesar terutama kelenjar limfe servikal
(kiri>kanan), nodus aksila dan mediastinum
3) Pembesaran
tonsil
4) Pruritus
umum
5) Sebagian
area kehilangan melanin (vitiligo)
g. Eliminasi
Gejala :
1)
Perubahan karakteristik urine dan/atau
feses
2)
Riwayat obstruksi usus, sindrom
malabsopsi (infiltrasi kelenjar limfe retroperitoneal)
Tanda
:
1) Nyeri
tekan kuadran kanan atas, hepatomegali
2) Nyeri
tekan kuadran kiri atas, splenomegali
3) Penurunan
keluaran urin, warna lebih gelap/pekat, anuria (obstruksi uretral, gagal
ginjal)
4) Disfungsi
usus dan kandung kemih (kompresi spinal cord pada gejala lanjut)
h. Makanan
dan cairan
Gejala :
1) Anoreksia
2) Disfagia
(tekanan pada esophagus)
3) Penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan ³10% dalam 6
bulan tanpa upaya diet pembatasan
Tanda :
1) Pembengkakan
pada wajah, leher, rahang, atau ekstremitas atas (kompresi vena cava superior)
2) Edema
ekstremitas bawah, asites(kompresi vena cava inferior oleh pembesaran kelenjar
limfe intradominal)
i. Aktivitas/istirahat
Gejala
:
1) Kelelahan,
kelemahan, atau malaise umum
2) Kehilangan
produktivitas dan penurunan toleransi aktivitas
3) Kebutuhan
tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda
:
1) Penurunan
kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan
kelelahan.
j. Seksualitas
Gejala : masalah fertilitas, kehamilan,
dan penurunan libido akibat efek terapi
k. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala :
1) Pengetahuan
tentang factor risiko dalam keluarga
2) Pengetahuan
tentang factor risiko lingkungan (pemajanan agen karsinogenik kimiawi)
2.
Diagnose keperawatan
1) Bersihan
Jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan secret pada jalan
napas sekunder dan obstruksi trakeobronkhial akibat pembesaran kelenjar limfe
servikal, mediastinum.
2) Nyeri
akut yang berhungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran kelenjar limfe,
efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkat produksi asam laktat
jaringan local.
3) Resiko
tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan system
imunitas tubuh dan terapi imunosupresif (supresi tulang belakang).
4) Intoleransi
aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolic (proses
keganasan) dan perubahan kimiawi tubuh sebagai efek kemoterapi.
5) Koping
individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis
penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.
6) Kecemasan
individu dan keluarga yang berhubungan dengan prognosis sakit.
3.
Intervensi keperawatan
Bersihan
Jalan napas tidak efektif
yang berhubungan dengan peningkatan secret pada jalan napas sekunder dan
obstruksi trakeobronkhial akibat pembesaran kelenjar limfe servikal, mediastinum.
|
|
Tujuan
: dalam waktu 1x24 jam jalan napas klien kembali efektif
Criteria
: secara subjektif pernyataan sesak berkurang , RR 26-24 kali/menit, tidak
ada penggunaan ototaksesori, tidak terdengar bunyi napas tambahan.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji/awasi
frekuensi pernapasan, kedalaman, irama, adanya dispnea, penggunaan otot bantu
pernapasan dan gangguan ekspansi dada.
|
Perubahan
seperti takipnea, dipsnea, penggunaan otot aksesori dapat mengindikasikan
berlanjutnya keterlibatan kelenjar limfe mediastinal yang membutuhkan
intervensi lebih lanjut.
|
Bantu
perubahan posisi secara periodic
|
Meningkatkan
aerasi semua segmen paru dan membantu mobilisasi sekresi.
|
Ajarkan
teknik napas dalam (bibir, diafragma, abdomen)
|
Meningkatkan
aerasi semua segmen paru dan membantu mobilisasi sekresi.
|
Kaji/awasi
warna kulit, perhatikan adanya tanda pucat/sianosis
|
Proliferasi
sel darah putih dapat menurunkan kapasitas pembawa oksigen darah dan
menimbulkan hipoksemia.
|
Kaji
respon pernapasan terhadap aktivitas
|
Penurunan
oksigenasi seluler menurunkan toleransi aktivitas, istirahat menurunkan
kebutuhan oksigen serta mencegah kelelahan dan dispnea.
|
Observasi
distensi vena leher, nyeri kepala, pusing, edema preorbital, dispnea, stridor
|
Klien
LNH dengan sindrom vena cava superior dan obstruksi jalan napas menunjukkan
kedaruratan onkologis.
|
Nyeri akut yang
berhungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran kelenjar limfe, efek
sekunder pemberian agen antileukimia, peningkat produksi asam laktat jaringan
local.
|
|
Tujuan:
dalam waktu 3x24 jam terdapat penurunan respon nyeri
Criteria:
secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, secara objektif
didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi
penurunan perfusi perifer.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Catat
karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, serta lama dan penyebarannya
|
Variasi
penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian
|
Lakukan
manejemen nyeri keperawatan:
f)
Atur posisi fisiologis
|
Posisi
fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang mengalami
nyeri sekunder dari iskemia
|
g)
Istirahatkan klien
|
Istirahat
akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer, sehingga akan
menurunkan kebutuhan oksigen jaringan
|
h)
Manajemen lingkungan: lingkungan
tenang dan batasi pengunjung
|
Lingkungan
tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung
akan membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang berada diruangan
|
i)
Ajarkan teknik relaksasi
pernapasan dalam
|
Meningkatkan
asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia
jaringan
|
j)
Ajarkan teknik distraksi pada
saat nyeri
|
Distraksi
(pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme
peningkatan produksi endorvin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri
untuk tidak dikirimkan kekorteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri
|
k)
Lakukan manajemen sentuhan
|
Manajemen
sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu
menurunkan nyeri. Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan
otomatis membantu suplai darah dan oksigen kearea nyeri dan menurunkan
sensasi nyeri
|
Kolaborasi
pemberian terapi.
a)
Analgetik
|
Digunakan
untuk mengurangi nyeri sehubungan dengan hematoma otot yang besar dan perdarahan
sendi
Analgetika
oral non oploid diberikan menghindari ketergantungan terhadap narkotika pada
nyeri kronis.
|
b)
Kemoterapi
|
Pemberian
disesuaikan dengan derajat penyakit
|
c)
Radiasi
|
Terapi
terpilih untuk penderita dengan penyakit ekstranodal yang terbatas adalah
radiasi, radioterapi local, atau radioterapi dengan lapangan yang luas,
terutama pada kasus limfoma histiositik difus.
Penderita
|
Resiko tinggi
terhadap infeksi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan system imunitas
tubuh dan terapi imunosupresif (supresi tulang belakang).
|
|
Tujuan:
dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi infeksi
Criteria:
kien dan keluarga mampu mengidentifikasi factor risiko yang dapat dikurangi
serta menyebutkan tanda dan gejaladini infeksi
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Monitor
TTV
|
Adanya
infeksi akan bermanifestasi pada perubahan TTV.
Demam
atau hipotermia mungkin mengindikasikan munculnya infeksi pada klien
granulositopenik.
|
Kaji
dan catat factor yang meningkatkan risiko infeksi
|
Menjadi
data dasar dan meminimalkan risiko infeksi
|
Lakukan
tindakan untuk mencegah pemajanan pada sumber yang diketahui atau potensial
terhadap infeksi.
a)
Pertahankan isolasi protektif
sesuai kebijakan institusional
b)
Pertahankan teknik mencuci tangan
dengan cermat
c)
Beri hygiene yang baik
d)
Batasi pengunjung yang sedang
demam, flu, atau infeksi
e)
Berikan hygiene parianal 2 kali
sehari setiap BAB
f)
Batasi bunga segar dan sayur
segar
g)
Gunakan protocol perawatan mulut
|
Kewaspadaan
meminimalkan pemajanan klien terhadap bakteri, virus, dan pathogen jamur,
baik eksogen ,aupun endogen
|
Laporkan
bila ada perubahan tanda vital
|
Perubahan
tanda-tanda vital merupakan tanda terjadinya sepsis, terutama bila terjadi
peningkatan suhu tubuh
|
Jelaskan
alasan kewaspadaan dan pantangan
|
Pengertian
klien dapat memperbaiki kepatuhan dan mengurangi factor risiko
|
Yakinkan
klien dan keluarganya bahwa peningkatan kerentanan pada infeksi hanya
sementara
|
Granulositopenia
dapat menetap 6-12 minggu. Pengertian tentang sifat sementaragranulositopenia
dapat membantu mencegah kecemasan klien dan keluarganya
|
Minimalkan
prosedur invasive
|
Prosedur
tertentu dapat menyebabkan trauma jaringan, meningkatkan kerentanan infeksi
|
Kolaborasi
pemberian antibiotika
|
Menurunkan
kehadiran organism endogen
|
Pantau
laboratorium sel darah putih
|
Mengonfirmasikan
keterlibatan sel darah putih terhadap infeksi
|
Koping individu atau keluarga tidak efektif yang
berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan
peran.
|
|
Tujuan:
dalam waktu 1x24 jam klien atau keluarga mampu mengembangkan koping yang
positif
Criteria
evaluasi: klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, mampu
menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap
situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara
yang akurat tanpa harga diri yang negative.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji
perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan.
|
Menentukan
bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan
intervensi.
|
Identifikasi
arti kehilangan atau disfungsi pada klien
|
Beberapa
klien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan
sedikit penyesuaian diri. Sedangkan yang lain mempunyai kesulitan
membandingkan mengenal dan mengatur kekurangan.
|
Anjurkan
klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk permusuhan dan kemarahan
|
Menunjukkan
penerimaan, membantu klien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan
perasaan tersebut.
|
Catat
ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan
menyatakan inilah kematian
|
Mendukung
penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negative terhadap gambaran
tubuh dan kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan
emosional.
|
Berikan
informasi status kesehatan pada klien dan keluarga
|
Klien
dengan hemophilia sering memerlukan bantuan dalam menghadapi kondisi kronis,
keterbatasan ruang kehidupan, dan kenyataan bahwa kondisi tersebut merupakan
penyakit yang akan diturunkan kegenerasi berikutnya.
|
Dukung
mekanisme koping efektif
|
Sejak
masa kanak-kanak, klien dibantu untuk menerima dirinya sendiri dan
penyakitnya serta mengidentifikasi aspek positif dari kehidupan mereka.
Mereka harus didorong untuk merasa berarti dan tetap mandiri dengan mencegah
trauma yang dapat menyebabkan episode perdarahan akut dan mengganggu kegiatan
normal.
|
Hindari
factor peningkatan stress emosional
|
Perawat
harus mengetahui pengaruh stress tersebut secara professional dan personal
serta menggali semua sumber dukungan untuk mereka sendiri, begitu juga untuk
klien dan keluarganya.
|
Bantu
dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
|
Membantu
meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area
kehidupan.
|
Anjurkan
orang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal
untuk dirinya
|
Menghidupkan
kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta
mempengaruhi proses rehabilitasi.
|
Dukung
perilaku atau usaha seperti peningkatan minat dan partisipasi dalam aktivitas
rehabilitasi
|
Klien
dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu
dimasa mendatang.
|
Dukung
penggunaan alat-alat yang dapat mengadaptasikan klien, tongkat, alat bantu
jalan, tas panjang untuk kateter.
|
Meningkatkan
kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan posisi
untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial.
|
Monitor
gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, lethargi, dan rendah diri.
|
Dapat
mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari
stroke dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut.
|
Kolaborasi:
rujuk pada ahli neuro psikologi dan konseling bila ada indikasi.
|
Dapat
memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan.
|
Kecemasan individu
dan keluarga yang berhubungan dengan prognosis sakit.
|
|
Tujuan:
dalam waktu 1x24 jam kecemasan klien berkurang
Criteria:
klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dan
mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhinya, kooperatif
terhadap tindakan, wajah rileks.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji
tanda verbal dan non verbal kecemasan, damping klien dan lakukan tindakan
bila menunjukkan perilaku merusak.
|
Reaksi
verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dan gelisah.
|
Hindari
konfrontasi
|
Konfrontasi
dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin
memperlambat penyebabkan.
|
Mulai
melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang
dan suasana penuh istirahat.
|
Mengurangi
ragsangan eksternal yang tidak perlu.
|
Tingkatkan
control sensasi klien
|
Control
sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan
informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap
sumber-sumber koping (pertahankan diri) yang positif, serta membantu latihan
relaksasi dan teknik-teknik pengalihan dan memberikan respons balik yang
positif.
|
Orientasikan
klien terhadap prosedurrutin dan aktivitas yang diharapkan.
|
Orientasi
dapat menurunkan kecemasan
|
Beri
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya.
|
Dapat
menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak dapat
diekspresikan.
|
Berikan
privasi untuk klien dan orang terdekat.
|
Memberi
waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku
adaptasi.
Adanya
keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan
(misalnya: membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.
|
Kolaborasi:
berikan anticemas sesuai indikasi contohnya diazepam.
|
Meningkatkan
relaksasi dan menurunkan kecemasan.
|
BAB
ΙΙΙ
3.2. Kesimpulan
Limfomanon-Hodgkin
adalah suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat didefinisikan sebagai
keganasan jaringan limfoid selain penyakit Hodgkin. Manifestasinya sama dengan
penyakit Hodgkin, namun penyakit ini biasanya sudah menyebar keseluruh system
limfatik sebelum pertama kali terdiagnosis. Apabila penyakitnya masih
terlokalisasi, radiasi merupakan penanganan pilihan. Jika terdapat keterlibatan
umum, digunakan kombinasi kemoterapi. Pemberian dosis rendahpada penderita
HIV-positif dianjurkan untuk mencegah terjadinya infeksi berat yang potensial
mematikan. Seperti pada penyakit Hodgkin, infeksi merupakan masalah utama.
Keterlibatan system saraf pusat juga sering terjadi.
3.3. Saran
Diharapkan
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi referensi bagi
para mahasiswa keperawatan maupun pembacanya dalam pembuatan Asuhan Keperawatan
tentang penyakit Limphoma Non Hodgkin.
Kami
sebagai penyusun menyadari adanya kekurangan yang terdapat dalam makalah ini,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembacanya bagi
kami sebagai penyusun makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://keperawatanhaerilanwar.blogspot.com/2012/08/asuhan-keperawatanpada-klien-limfoma.htmldiakses tanggal 20 November2012 pukul 20.00 WIB
http://viozaax.wordpress.com/2006/11/25/limfoma-non-hodgkin-kanker-getah-bening/diakses tanggal 20 November2012 pukul 20.00 WIB