Selasa, 02 April 2013

Askep Limfoma non-Hodgkin

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang
Seiring perkembangan era yang semakin maju dimana perkembangan tersebut mencakup seluruh aspek manusia, secara otomatis terjadi pergeseran pola keoendudukan terutama pola penyakit di masyarakat. Semula penyakit terbanyak yang ditemukan adalah penyakit infeksi baik infeksi saluran nafas maupun gastro intestinal kepada penyakit – penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit kanker dan lain sebagainya
Penyakit lymfona non hodgkin adalah salah satu penyakit yang tergolong dalam kasus interne/kasus penyakit dalam pada penyakit ini terjadi proliferasi abnormal sistem lymfoid dan struktur yang membentuknya terutama menyerang kelenjar getah bening. LNH belum diketahui secara pasti penyebabnya oleh karena itu penelitian terus dilakukan untukmengembangkan kasus ini.
Berbagai permasalahan dapat timbul karena kasus ini yang mana permsalahan tersebut dapat menyangkut seluruh aspek kehidupan dari manusia baik secara fisik, psikis, sosial maupun spiritual, secara fisik dapat menimbulkan tergangguanya pola nafas karena ada penekanan atau kesulitan dalam menelan makana sehingga mengakibatkan kurangbnya asupan nutrisi. Secara psikis penyakit ini dapat menimbulkan gangguan konsep diri terutama mengenai body image, ataupun bahkan bisa mengakibatkan perilaku menarik diri, secara sosial bisa mengakibatkan kerusakan interaksi sosial karena perilaku menarik diri atau kurang percaya diri dan secara spiritual bisa menyalahkan Tuhan atas penyakit yang diberikan atau mungkin sebaliknya justru lebih tekun beribadah karena ingin cepat sembuh.Melihat hal dan permasaklahan diatas penulis mencoba mengangkat permasalahan tersebut dalam bentuk asuhan keperawatan dengan harapan paling tidak penulis bisa meringankan beban yang dialami penderita.    


1.2 Rumusan masalah
1.1.1        Bagaimana anatomi dan fisiologi limpa?
1.1.2        Apa pengertian dariLimfoma non-Hodgkin?
1.1.3        Apa etiologi dariLimfoma non-Hodgkin?
1.1.4        Sebutkan klasifikasi dariLimfoma non-Hodgkin?
1.1.5        Bagaimana patofisiologi dan WOC dariLimfoma non-Hodgkin?
1.1.6        Apa saja gejala klinis pada pasien yang mengalami Limfoma non-Hodgkin?
1.1.7        Bagaimana tahapan penyakit dari Limfoma non-Hodgkin?
1.1.8        Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Limfoma non-Hodgkin?
1.1.9        Bagaimanapenatalaksanaan sari Limfoma non-Hodgkin?
1.1.10    Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang mengalamiLimfoma non-Hodgkin?

1.3  Tujuan
1.3.1   Tujuan umum
Menjelaskan tentang Limfoma non-Hodgkin dan bagaimana asuhan keperawatannya

1.3.2   Tujuan khusus
1.3.3        Menjelaskan anatomi dan fisiologi limpa.
1.3.4        Menjelaskan tentang Limfoma non-Hodgkin
1.3.5        Menjelaskan etiologi dari Limfoma non-Hodgkin
1.3.6        Menjelaskan klasifikasi dari Limfoma non-Hodgkin
1.3.7        Menjelaskan patofisiologi dan WOC dari Limfoma non-Hodgkin
1.3.8        Menjelaskan gejala klinis pada pasien yang mengalami Limfoma non-Hodgkin
1.3.9        Menjelaskan tahapan penyakit dari Limfoma non-Hodgkin
1.3.10    Menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada Limfoma non-Hodgkin
1.3.11    Menjelaskan penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien yang mengalami Limfoma non-Hodgkin
1.3.12    Menjelaskan asuhan keperawataan pada pasien yang mengalami Limfoma non-Hodgkin.
1.4    Manfaat
a.    Mengetahui dan menjelaskan apa itu limpoma non hodgkin, cara menanganinya dan bagaimana asuhan keperawatannya.

 BAB ІІ
PEMBAHASAN
2.1.      Anatomi dan  fisiologi.

Sistem limfatik adalah bagian penting sistem kekebalan tubuh yang memainkan peran kunci dalam pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker. Cairan limfatik adalah cairan putih mirip susu yang mengandung protein, lemak dan limfosit (sel darah putih) yang semuanya mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfatik.
Yang membentuk sistem limfatik dan cairan yang mengisis pembuluh ini disebut limfe. Komponen Sistem Limfatik antara lain :
a)   Pembuluh Limfe.
b)   Kelenjar Limfe (nodus limfe).
c)   Limpa.
d)  Tymus.
e)   Sumsum Tulang




1.      Anatomi fisiologi sistem limfatik.
a.       Pembuluh limfe.
Pembuluh limfe merupakan jalinan halus kapiler yang sangat kecil atau sebagai rongga limfe di dalam jaringan berbagai organ dalam vili usus terdapat pembuluh limfe khusus yang disebut lakteal yang dijumpai dalam vili usus.
Fisiologi kelenjar limfe hampir sama dengan komposisi kimia plasma darah dan mengandung sejumlah besar limfosit yang mengalir sepanjang pembuluh limfe untuk masuk ke dalam pembuluh darah. Pembuluh limfe yang mengaliri usus disebut lakteal karena bila lemak diabsorpsi dari usus sebagian besar lemak melewati pembuluh limfe. Sepanjang pergerakan limfe sebagian mengalami tarikan oleh tekanan negatif di dalam dada, sebagian lagi didorong oleh kontraksi otot.
Fungsi pembuluh limfe mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi darah, mengankut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah, membawa lemak yang sudah dibuat emulasi dari usus ke sirkulasi darah. Susunan limfe yang melaksanakan ini ialah saluran lakteal, menyaring dan menghancurkan mikroorganisme, menghasilkan zat antibodi untuk melindungi terhadap kelanjutan infeksi.

b.      Kelenjar limfe (nodus limfe)
 Kelenjar ini berbentuk bulat lonjong dengan ukuran kira-kira 10 – 25 mm. Limfe disebut juga getah bening, merupakan cairan yang susunan isinya hampir sama dengan plasma darah dan cairan jaringan. Bedanya ialah dalam cairan limfe banyak mengandung sel darah limfosit, tidak terdapat karbon dioksida, dan mengandung sedikit oksigen. Cairan limfe yang berasal dari usus banyak mengandung zat lemak. Cairan limfe ini dibentuk atau berasal dari  cairan jaringan melalui difusi atau filtrasi ke dalam kapiler – kapler limfe dan seterusnya akan masuk ke dalam peredaran darah melalui vena.
Fungsinya yaitu menyaring cairan limfe dari benda asing, pembentukan limfosit, membentuk antibodi, pembuangan bakteri, membantu reasoprbsi lemak.

c.       Limpa.
Limpa merupakan sebuah organ yang terletak di sebelah kiri abdomen di daerah hipogastrium kiri bawah iga ke-9,-10,-11. Limpa berdekatan pada fundus dan permukaan luarnya menyentuh diafragma. Jalinan struktur jaringan ikat di antara jalinan itu membentuk isi limpa/ pulpa yang terdiri dari jaringan limpa dan sejumlah besar sel – sel darah.
Fungsi limpa sebagai gudang darah seperti hati, limpa banyak mengandung kapiler – kapiler darah, dengan demikian banyak arah yang mengalir dalam limpa, sebagai pabrik sel darah, limfa dapat memproduksi leukosit dan eritrosit terutama limfosit, sebagai tempat pengahancur eritrosit, karena di dala limpa terdapat jaringan retikulum endotel maka limpa tersebut dapat mengancurkan eritrosit sehingga hemoglobin dapat dipisahkan dari zat besinya, mengasilkan zat antibodi.
Limpa menerima darah dari arteri lienalis dan keluar melalui vena lienalis pada vena porta. Darah dari limpa tidak langsung menuju jantung tetapi terlebih dahulu ke hati. Pembuluh darah masuk ke dan keluar melalui hilus yang berbeda di permukaan dalam. Pembuluh darah itu memperdarhi pulpa sehingga dan bercampur dengan unsur limpa.

d.      Thymus.
Kelejar timus terletak di dalam torax, kira – kira pada ketinggian bifurkasi trakea. Warnanya kemerah – merahan dan terdiri dari 2 lobus. Pada bayi baru lahir sangat kecil dan beratnya kira – kira 10 gram atau lebih sedikit; ukurannya bertambah pada masa remaja beratnya dari 30 – 40 gram dan kemudian mengkerut lagi. Fungsinya diperkirakan ada sangkutnya dengan produksi antibody dan sebagai tempat berkembangnya sel darah putih.

e.       Bone marrow / sumsum tulang.
Sumsum tulang (Bahasa Inggris: bone marrow atau medulla ossea) adalah     jaringan lunak yang ditemukan pada rongga interior tulang yang merupakan tempat produksi sebagian besarsel darah baru. Ada dua jenis sumsum tulang: sumsum merah(dikenal juga sebagai jaringan myeloid) dan sumsum kuning. Sel darah merahkeping darah, dan sebagian besar sel darah putihdihasilkan dari sumsum merah. Sumsum kuning menghasilkan sel darah putih dan warnanya ditimbulkan oleh sel-sel lemak yang banyak dikandungnya. Kedua tipe sumsum tulang tersebut mengandung banyak pembuluh dan kapiler darah. Sewaktu lahir, semua sumsum tulang adalah sumsum merah. Seiring dengan pertumbuhan, semakin banyak yang berubah menjadi sumsum kuning. Orang dewasa memiliki rata-rata 2,6 kg sumsum tulang yang sekitar setengahnya adalah sumsum merah. Sumsum merah ditemukan terutama pada tulang pipih seperti tulang pinggultulang dadatengkoraktulang rusuktulang punggung,tulang belikat, dan pada bagian lunak di ujung tulang panjangfemur dan humerus.
Sumsum kuning ditemukan pada rongga interior bagian tengah tulang panjang. Pada keadaan sewaktu tubuh kehilangan darah yang sangat banyak, sumsum kuning dapat diubah kembali menjadi sumsum merah untuk meningkatkan produksi sel darah.

2.      Lokasi-lokasi nodus limfe.
Daerah khusus, tempat terdapat banyak jaringan limfatik adalah palatin (langit mulut) dan tosil faringeal, kelenjar timus, agregat folikel limfatik di usus halus, apendiks dan limfa.

3.      Fisiologi sistem limfatik
Fungsi Sistem limfatik sebagai berikut :
a.       Pembuluh limfatik mengumpulkan cairan berlebih atau cairan limfe dari jaringan sehingga memungkinkan aliran cairan segar selalu bersirkulasi dalam jaringan tubuh.
b.      Merupakan pembuluh untuk membawa kembali kelebihan protein didalam cairan  jaringan ke dalam aliran darah.
c.       Nodus menyaring cairan limfe dari infeksi bakteri dan bahan-bahan berbahaya.
d.      Nodus memproduksi limfosit baru untuk sirkulasi.
e.       Pembuluh limfatik pada organ abdomen membantu absorpsi nutrisi yang telah dicerna, terutama lemak.

4.      Mekanisme Sirkulasi Limfatik.
Pembuluh limfatik bermuara kedalam vena-vena besar yang mendekati jantung dan disini terdapat tekanan negatif akibat gaya isap ketika jantung mengembang dan juga gaya isap torak pada gerakan inspirasi.
Tekanan timbul pada pembuluh limfatik, seperti halnya pada vena, akibat kontraksi otot-otot, dan tekanan luar ini akan mendorong cairan limfe ke depan karena adanya katup yang mencegah aliran balik ke belakang. Juga terdapat tekanan ringan dari cairan jaringan akibat ada rembesan konstan cairan segar dari kapiler-kapiler darah. Apabila terdapat hambatan pada aliran cairan limfe yang melalui sistem limfatik, terjadilah edema, yaitu pembengkakan jaringan akibat adanya kelebihan caiaran yang terkumpul didalamnya. Edema juga bisa terjadi akibat obstruksi vena, karena vena juga berfungsi mengalirkan sebagian cairan jaringan.



2.2.      Definisi
 
Limfoma non-Hodgkin adalah suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat didefinisikan sebagai keganasan jaringan limfoid selain penyakit Hodgkin. Manifestasinya sama dengan penyakit Hodgkin, namun penyakit ini biasanya sudah menyebar keseluruh system limfatik sebelum pertama kali terdiagnosis. Apabila penyakitnya masih terlokalisasi, radiasi merupakan penanganan pilihan. Jika terdapat keterlibatan umum, digunakan kombinasi kemoterapi. Pemberian dosis rendah pada penderita HIV-positif dianjurkan untuk mencegah terjadinya infeksi berat yang potensial mematikan. Seperti pada penyakit Hodgkin, infeksi merupakan masalah utama. Keterlibatan system saraf pusat juga sering terjadi.
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.
Limfoma malignum non-Hodgkin atau Limfoma non-Hodgkin adalah suatu keganasan kelenjar limfoid yang bersifat padat. Limfoma nonhodgkin hanya dikenal sebagai suatu limfadenopati lokal atau generalisata yang tidak nyeri. Namun sekitar sepertiga dari kasus yang berasal dari tempat lain yang mengandung jaringan limfoid ( misalnya daerah orofaring, usus, sumsum tulang, dan kulit. Meskipun bervariasi semua bentuk limfoma mempunyai potensi untuk menyebar dari asalnya  sebagai penyebaran dari satu kelenjar kekelenjar lain  yang akhirnya menyebar ke limfa, hati, dan sumsum tulang.
Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan proliferatif tidak terkendali dari  jaringan limfoid (limfosit B dan sistem sel limfosit T).
Limfoma atau Kanker Getah Bening adalah tipe kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening. Sel tersebut cepat menggandakan diri dan tumbuh secara tidak terkontrol. Limfoma Non Hodgkin sering disingkat jadi LNH.
Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, maka selain di kelenjar getah bening tempat yang paling sering terkena Limfoma adalah limpa dan sumsum tulang. Selain itu bisa terbentuk di perut, hati atau yang jarang sekali di otak. Seringkali lebih dari satu bagian tubuh terserang oleh penyakit ini. Limfoma pada otak atau urat saraf tulang belakang disebut limfoma susunan saraf pusat (SSP).
Penyakit Limfoma dapat menyerang disegala usia, namun lebih sering menyerang usia tua 65 tahun.

2.3.      Etiologi
Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat bahwa terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologis persisten yang menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. Diduga ada hubungan dengan virus Epstein Barr LNH kemungkinan ada kaitannya dengan factor keturunan karena ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LNH maka risiko anggota keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar disbanding dengan orang lain yang tidak termasuk keluarga itu. Pada penderita AIDS : semakin lama hidup semakin besar risikonya menderita limfoma.
Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain :
a)      Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH antara lain adalah :severe combined immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott Aldrich syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan jenisnya beragam.
b)      Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui.
c)      Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organic.
d)     Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV4,5.

2.4.      Klasifikasi limfoma non-Hodgkin.
Ada 2klasifikasi besar  penyakit ini yaitu:
1.      Limfoma non Hodgkin agresif.
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin agresif  ini tumbuh dengan cepat. Meskipun nama ‘agresif’ kedengarannya sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan respon sangat baik terhadap pengobatan.Meskipun pasien yang penyakitnya tidak berespon baik terhadap standar pengobatan lini pertama,sering berhasil baik dengan kemoterapi dan transplantasi sel induk. Pada kenyataannya, limfoma nonHodgkin agresif lebih mungkin mengalami kesembuhan total daripada limfoma non Hodgkin indolen.
2.      Limfoma non Hodgkin  indolen.
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah.  Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terditeksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada, mungkin menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma non Hodgkin. Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Karena limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat pertama terdiagnosis.



2.5.      Patofisiologi
Telah diketahui bahwa perjalan penyakit LNH terjadi secara limfogen dengan melibatkan rantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan dan merambat dari satu tempat ketempat yang berdekatan. Meskipun demikian, hubungan antara kelenjar getah bening pada leher kiri dan daerah aorta pada LNH jenis folikular tidak sejelas seperti apa yang terlihat pada LNH jenis difus.
Walaupun pada LNH timbul gejala-gejala konstitusional (demam, penurunan berat badan, berkeringat pada malam hari) : namun insidennya lebih rendah dari pada penyakit Hodgkin. Ditemukan adanya limfadenopati difus tanpa rasa nyeri, Dapat menyerang satu atau seluruh kelenjar limfe perifer.
Biasanya adenopati hilus tidak ditemukan, tetapi sering ditemukan adanya efusi pleura. Kira-kira 20% atau lebih penderita menunjukkan gejala-gejala yang berkaitan dengan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal atau mesentrium dan timbul bersama nyeri abdomen atau defekasi yang tidak teratur. Sering didapatkan dapat menyerang lambung dan usus halus yang ditandai dengan gejala yang mirip dengan gejala tukak lambung, anoreksia, penurunan berat badan, nausea, hematemesis, dan melena. Penyakit-penyakit susunan saraf pusat walaupun jarang terjadi tetap dapat timbul pada limfoma histisitik difus (imunoblastik sel besar).
Criteria diagnosis medic LNH adalah sebagai berikut:
               1.         Riwayat pembesaran kelenjar getah bening atau timbulnya massa tumor ditempat lain.
               2.         Riwayat demam yang tidak jelas
               3.         Penurunan berat badan 10% dalam waktu enam bulan
               4.         Keringat malam yang banyak tanpa sebab yang sesuai
               5.         Pemeriksaan histopatologis tumor sesuai dengan LNH

2.6.      Manifestasi klinis.
Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu :
a.       Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit.
b.      Demam.
c.       Keringat malam.
d.      Rasa lelah yang dirasakan terus menerus.
e.       Gangguan pencernaan dan nyeri perut.
f.       Hilangnya nafsu makan.
g.      Nyeri tulang.
h.      Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena.
i.        Limphadenopaty.
Gejala
Penyebab
Kemungkinan timbulnya gejala
Gangguan pernafasan
Pembengkakan wajah
Pembesaran kelenjar getah bening di dada
20-30%
Hilang nafsu makan
Sembelit berat
Nyeri perut atau perut kembung
Pembesaran kelenjar getah bening di perut
30-40%
Pembengkakan tungkai
Penyumbatan pembuluh getah bening di selangkangan atau perut
10%
Penurunan berat badan
Diare
Malabsorbsi
Penyebaran limfoma ke usus halus
10%>
Pengumpulan cairan di sekitar paru-paru
(efusi pleura)
Penyumbatan pembuluh getah bening di dalam dada
20-30%
Daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa gatal
Penyebaran limfoma ke kulit
10-20%
Penurunan berat badan
Demam
Keringat di malam hari
Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh
50-60%
Anemia
(berkurangnya jumlah sel darah merah)
Perdarahan ke dalam saluran pencernaan
Penghancuran sel darah merah oleh limpa yang membesar & terlalu aktif
Penghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal (anemia hemolitik)
Penghancuran sumsum tulang karena penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah karena obat atau terapi penyinaran
30%, pada akhirnya bisa mencapai 100%
Mudah terinfeksi oleh bakteri
Penyebaran ke sumsum tulang dan kelenjar getah bening, menyebabkan berkurangnya pembentukan antibody
20-30%

               1.         Limfadenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri pada satu atau lebih region kelenjar getah bening perifer.
               2.         Gejala konstitusional. Demam, keringat pada malam hari dan penurunan berat badan lebih jarang terjadi dibandingkan pada penyakit Hodgkin. Adanya gejala tersebut biasanya menyertai penyakit diseminata. Dapat terjadi anemia dan infeksi dengan jenis yang ditemukan pada penyakit Hodgkin.
               3.         Gangguan orofaring. Pada 5-10% pasien, terdapat penyakit distruktur limfoid orofaringeal (cincin waldeyer) yang dapat menyebabkan timbulnya keluhan “sakit tenggorok” atau napas berbunyi atau tersumbat.
               4.         Anemia, netropenia dengan infeksi, atau trombositopenia dengan purpura mungkin merupakan gambaran pada penderita penyakit sumsum tulang difus. Sitopenia juga dapat disebabkan oleh autoimun.
               5.         Penyakit abdomen. Hati dan limpa sering kali membesar dan kelenjar getah bening retroperitoneal atau mesenterika sering terkena. Saluran gastrointestinal adalah lokasi ekstranodal yang paling sering terkena setelah sumsum tulang dan pasien dapat datang dengan gejala abdomen akut.
               6.         Organ lain. Kulit, otak, testis dan tiroid sering terkena. Kulit juga secara primer terkena pada dua jenis limfoma sel T yang tidak umum dan sindrom sezary.


2.7.      Tahapan penyakit
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
a.    Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah bening.
b.   Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut.
c.    Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut.
d.   Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak.
Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam manajemen LNH yang bertujuan untuk mengetahui status penyakit dan memilih pengobatan yang relevan serta memudahkan evaluasi hasil terapi. Klasifikasi yang populer digunakan adalah klasifikasi menurut Arnn Arborr (1971) sebagai berikut:
STADIUM
INTERPRETASI
Stadium I

Stadium II

Stadium III

Stadium IV
Terserang satu kelenjar limfe pada daerah tertentu atau ekstra limfatik
Terserang lebih dari satu kelenjar limfe di daerah di atas diafragma dengan atau tanpa ekstra limfatik
Terserang kelenjar limfe diatas dan di bawah diafragma  atau disertai limfoma ekstra limfatik, limpa atau keduanya.
Tersebar menyeluruh pada organ ekstra limfatik dengan atau tanpa melibatkan kelenjar limfe.

2.8.      Pemeriksaan diagnostic.
               1.      Pemeriksaan laboratorium lengkap, meliputi hal berikut.
               2.      Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dab LED
               3.      Gula darah
               4.      Fungsi hati termasuk y-GT, albumin, dan LDH
               5.      Fungsi ginjal
               6.      Immunoglobulin.
               7.      Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui subtype LNH, bila perlu sitologi jarum halus (FN HB) ditempat lain yang dicurigai.
               8.      Aspirasi dan biopsy sumsum tulang
               9.      Ct-Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar getah bening pada aorta abdominal atau KGB lainnya, massa tumor abdomen, dan metastase kebagian intraabdominal.
             10.    Pencitraan toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran kelenjar media stinum, bila perlu CT scan toraks.
             11.    Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat dilanjutkan dengan tindakan gastroskopi
             12.    Jika diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk melihat keterlibatan tulang.
             13.    Jika diperlukan biopsy hati (terbimbing)
             14.    Catat performance status
             15.    Stadium berdasarkan aun amor
             16.    Untuk ekstra nodal stadium berdasarkan criteria yang ada.
Tabel tes diagnostic dan interpretasi pada klien LNH
Jenis pemeriksaan
Interpretasi hasil
Hitung darah lengkap:
a)    Sel darah putih (SDP)

Variasi normal, menurun atau meningkat secara nyata.
b)   Diferensial SDP
Neutofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia mungkin ditemukan. Limfofenia sebagai gejala lanjut.
c)    Sel darah merah dan Hb/Ht
Menurun
Eritrosit
d)   Morfologi SDM

Normositik, hipokromik ringan sampai sedang
e)    Kerapuhan eritrosit osmotik
Meningkat
Laju endap darah (LED)
Meningkat selam tahap aktif (inflamasi, malignansi)
Trombosit
Menurun (sumsum tulang digantikan oleh limfomi atau hipersplenisme)
Test comb
Reaksi positif (anemia hemolitik), reaksi negative pada tahap lanjut.
Alkalin fosfatase
Mungkin meningkat bila tulang terkena
Kalsium serum
Meningkat pada eksaserbasi
BUN
Mungkin meningkat bila ginjal terlibat
Globulkin
Hipogammaglobulinemia umum dapat terjadi pada penyakit lanjut
Foto toraks, vertebra, ekstremitas proksimal serta nyeru tekan pada area pelvis
Dilakukan untuk area yang terkena dan membantu penetapan stadium penyakit
CT scan dada, abdominal, tulang
Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan memastikan keterlibatan nodus limfe mediatinum, abdominal, dan keterlibatan tulang.
USG abdominal
Mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limferetroperitoneal
Biopsy sumsum tulang
Menentukan keterlibatan sumsum tulang, invasi sumsum tulang terlihat pada tahap luas.
Biopsy nodus limfe
Memastikan klasifikasi diagnosis limfoma


2.9.      Penatalaksanaan
1.      Therapy Medik.
Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B).
a.       Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
1)      Tanpa keluhan : tidak perlu therapy.Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide dengan dosis permulaan po tiap hari atau 1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4 minggu.
2)      Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian seperti pada LH diatas
3)      Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)
4)      Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah sebagai terapy utama
5)      Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy anjuran
6)      Minimal : seperti therapy LH
7)      Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin, prednison (CHOP) dengan dosis :
8)      C    : Cyclofosfamide              800 mg/m 2 iv hari I
9)      H    : hydroxo – epirubicin       50 mg/ m 2 iv hari I
10)  O    : Oncovin                          1,4 mg/ m 2 iv hari I
11)  P     : Prednison                        60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
12)  Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu
13)  Lymfoma non – hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)
14)  Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant
15)  Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama
16)  Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan sedang (CHOP)
17)  Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP – B.

2.      Therapy radiasi dan bedah.
Konsultasi dengan ahli radiotherapy dan ahli onkology bedah, selanjutnya melalui yim onkology ( di RS type A dan B).
Penatalaksanaan penderita LNH bergantung pada golongan histologisnya. Karenapengobatannya bersifat simptomatis maka penderita LNH derajat keganasan rendah tidak perlu ditentukan tingkat penyakitnya. Pengobatan hanya diberikan untuk menghilangkan gejala klinis akibat tumornya.
Penderita LNH derajat keganasan tinggi harus diobati dengan kemoterapi apabila penyakitnya telah mencapai stadium 2 atau lebih, karena itu prosedur diagnostik hanya dilakukan pada mereka yang setelah pemeriksaan fisik dan laboratorium memberi kesan masih mungkin berada pada stadium 1. Prosedur diagnostik lengkap dilakukan
Pada penderita LNH derajat keganasan menengah yang setelah pemeriksaan fisik dan laboratorium memberi kesan masih mungkin berada pada stadium 2.





BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.       Pernapasan
Gejala : dipnea pada saat aktivitas, nyeri dada
Tanda :
1)      Dipnea, takipnea
2)      Batuk non produktif
3)      Tanda-tanda distress pernapasan (frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, penggunaan otot bantu pernapasan, stridor, sianosis)
4)      Parau (paralisis paringeal akibat tekanan pembesaran kelenjar limfe terhadap saraf laringeal)
b.      Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri dada
Tanda :
1)   Takikardia, disritmia
2)   Sianosis wajah akibat obstruksi drainase vena karena pembesaran kelenjar limfe (jarang terjadi)
3)   Ikterus sclera/umum akibat kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu (tanda lanjut)
4)   Pucat (anemia), diaphoresis, dan keringat malam

c.       Neurosensori
Gejala :
1)   Nyeri saraf (neuralgia) yang menunjukkan terjadinya kompresi akar saraf oleh pembesaran kelenjar limfe pada brakial, lumbal dan pleksus sacral
2)   Kelemahan otot, parastesi


Tanda :
1)   Status mental letargi, menarik diri, kurang minat/perhatian terhadap keadaan sekitar
2)   Paraplegia (kompresi batang spinal, keterlibatan diskus intervertebralis, kompresi suplai darah terhadap batang spinal)

d.      Nyeri dan kenyamanan
Gejala :
1)   Nyeri tekan pada nodus yang terkena, misalnya: pada sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral), nyeri tulang (keterlibatan tulang limfomatus)
Tanda : focus pada diri sendiri, perilaku hati-hati

e.       Integritas ego
Gejala :
1)   Gejala-gejala stress yang berhubungan dengan ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan peran dalam keluarga, prosedur diagnostic dan terapi, serta masalah financial (biaya pemeriksaan dan pengobatan, kehilangan pekerjaan)
Tanda : perilaku menarik diri, marah dan pasif agresif

f.       Keamanan
Gejala :
1)   Riwayat infeksi (sering terjadi) karena abnormalitas system imun seperti infeksi herpes sistemik, TB, toksoplasmosis, atau infeksi bacterial.
2)   Riwayat ulkus/perforasi/perdarahan gaster
3)   Demam pel ebstein (peningkatan suhu malam hari sampai beberapa minggu), diikuti demam menetap dan keringat malam tanpa menggigil
4)   Integritas kulit: kemerahan, pruritus umum, vitiligo (hipopigmentasi)
Tanda :
1)   Demam (suhu tubuh > 3800C) menetap dengan etiologi yang tidak dapat dijelaskan, tanpa gejala infeksi
2)   Kelenjar limfe asimetris, tidak ada nyeri, membengkak/membesar terutama kelenjar limfe servikal (kiri>kanan), nodus aksila dan mediastinum
3)   Pembesaran tonsil
4)   Pruritus umum
5)   Sebagian area kehilangan melanin (vitiligo)

g.      Eliminasi
Gejala :
1)      Perubahan karakteristik urine dan/atau feses
2)      Riwayat obstruksi usus, sindrom malabsopsi (infiltrasi kelenjar limfe retroperitoneal)
Tanda :
1)      Nyeri tekan kuadran kanan atas, hepatomegali
2)      Nyeri tekan kuadran kiri atas, splenomegali
3)      Penurunan keluaran urin, warna lebih gelap/pekat, anuria (obstruksi uretral, gagal ginjal)
4)      Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi spinal cord pada gejala lanjut)

h.      Makanan dan cairan
Gejala :
1)      Anoreksia
2)      Disfagia (tekanan pada esophagus)
3)      Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan ³10% dalam 6 bulan tanpa upaya diet pembatasan


Tanda :
1)      Pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau ekstremitas atas (kompresi vena cava superior)
2)      Edema ekstremitas bawah, asites(kompresi vena cava inferior oleh pembesaran kelenjar limfe intradominal)
i.     Aktivitas/istirahat
Gejala :
1)      Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum
2)      Kehilangan produktivitas dan penurunan toleransi aktivitas
3)      Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda :
1)      Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan kelelahan.

j.     Seksualitas
Gejala : masalah fertilitas, kehamilan, dan penurunan libido akibat efek terapi
k.   Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala :
1)      Pengetahuan tentang factor risiko dalam keluarga
2)      Pengetahuan tentang factor risiko lingkungan (pemajanan agen karsinogenik kimiawi)

2.         Diagnose keperawatan
1)      Bersihan Jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan secret pada jalan napas sekunder dan obstruksi trakeobronkhial akibat pembesaran kelenjar limfe servikal, mediastinum.
2)      Nyeri akut yang berhungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkat produksi asam laktat jaringan local.
3)      Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan system imunitas tubuh dan terapi imunosupresif (supresi tulang belakang).
4)      Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolic (proses keganasan) dan perubahan kimiawi tubuh sebagai efek kemoterapi.
5)      Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.
6)      Kecemasan individu dan keluarga yang berhubungan dengan prognosis sakit.

3.         Intervensi keperawatan
Bersihan Jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan secret pada jalan napas sekunder dan obstruksi trakeobronkhial akibat pembesaran kelenjar limfe servikal, mediastinum.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam jalan napas klien kembali efektif
Criteria : secara subjektif pernyataan sesak berkurang , RR 26-24 kali/menit, tidak ada penggunaan ototaksesori, tidak terdengar bunyi napas tambahan.
Intervensi
Rasional
Kaji/awasi frekuensi pernapasan, kedalaman, irama, adanya dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan dan gangguan ekspansi dada.
Perubahan seperti takipnea, dipsnea, penggunaan otot aksesori dapat mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan kelenjar limfe mediastinal yang membutuhkan intervensi lebih lanjut.
Bantu perubahan posisi secara periodic
Meningkatkan aerasi semua segmen paru dan membantu mobilisasi sekresi.
Ajarkan teknik napas dalam (bibir, diafragma, abdomen)
Meningkatkan aerasi semua segmen paru dan membantu mobilisasi sekresi.
Kaji/awasi warna kulit, perhatikan adanya tanda pucat/sianosis
Proliferasi sel darah putih dapat menurunkan kapasitas pembawa oksigen darah dan menimbulkan hipoksemia.
Kaji respon pernapasan terhadap aktivitas
Penurunan oksigenasi seluler menurunkan toleransi aktivitas, istirahat menurunkan kebutuhan oksigen serta mencegah kelelahan dan dispnea.
Observasi distensi vena leher, nyeri kepala, pusing, edema preorbital, dispnea, stridor
Klien LNH dengan sindrom vena cava superior dan obstruksi jalan napas menunjukkan kedaruratan onkologis.

Nyeri akut yang berhungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkat produksi asam laktat jaringan local.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam terdapat penurunan respon nyeri
Criteria: secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, secara objektif didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan perfusi perifer.
Intervensi
Rasional
Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, serta lama dan penyebarannya
Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian
Lakukan manejemen nyeri keperawatan:
f)       Atur posisi fisiologis
Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang mengalami nyeri sekunder dari iskemia
g)      Istirahatkan klien
Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer, sehingga akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan
h)      Manajemen lingkungan: lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada diruangan
i)        Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam
Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan
j)        Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorvin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan kekorteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri
k)      Lakukan manajemen sentuhan
Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai darah dan oksigen kearea nyeri dan menurunkan sensasi nyeri
Kolaborasi pemberian terapi.
a)      Analgetik

Digunakan untuk mengurangi nyeri sehubungan dengan hematoma otot yang besar dan perdarahan sendi
Analgetika oral non oploid diberikan menghindari ketergantungan terhadap narkotika pada nyeri kronis.
b)      Kemoterapi
Pemberian disesuaikan dengan derajat penyakit
c)      Radiasi
Terapi terpilih untuk penderita dengan penyakit ekstranodal yang terbatas adalah radiasi, radioterapi local, atau radioterapi dengan lapangan yang luas, terutama pada kasus limfoma histiositik difus.
Penderita

Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan system imunitas tubuh dan terapi imunosupresif (supresi tulang belakang).
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi infeksi
Criteria: kien dan keluarga mampu mengidentifikasi factor risiko yang dapat dikurangi serta menyebutkan tanda dan gejaladini infeksi
Intervensi
Rasional
Monitor TTV
Adanya infeksi akan bermanifestasi pada perubahan TTV.
Demam atau hipotermia mungkin mengindikasikan munculnya infeksi pada klien granulositopenik.
Kaji dan catat factor yang meningkatkan risiko infeksi
Menjadi data dasar dan meminimalkan risiko infeksi
Lakukan tindakan untuk mencegah pemajanan pada sumber yang diketahui atau potensial terhadap infeksi.
a)      Pertahankan isolasi protektif sesuai kebijakan institusional
b)      Pertahankan teknik mencuci tangan dengan cermat
c)      Beri hygiene yang baik
d)     Batasi pengunjung yang sedang demam, flu, atau infeksi
e)      Berikan hygiene parianal 2 kali sehari setiap BAB
f)       Batasi bunga segar dan sayur segar
g)      Gunakan protocol perawatan mulut
Kewaspadaan meminimalkan pemajanan klien terhadap bakteri, virus, dan pathogen jamur, baik eksogen ,aupun endogen
Laporkan bila ada perubahan tanda vital
Perubahan tanda-tanda vital merupakan tanda terjadinya sepsis, terutama bila terjadi peningkatan suhu tubuh
Jelaskan alasan kewaspadaan dan pantangan
Pengertian klien dapat memperbaiki kepatuhan dan mengurangi factor risiko
Yakinkan klien dan keluarganya bahwa peningkatan kerentanan pada infeksi hanya sementara
Granulositopenia dapat menetap 6-12 minggu. Pengertian tentang sifat sementaragranulositopenia dapat membantu mencegah kecemasan klien dan keluarganya
Minimalkan prosedur invasive
Prosedur tertentu dapat menyebabkan trauma jaringan, meningkatkan kerentanan infeksi
Kolaborasi pemberian antibiotika
Menurunkan kehadiran organism endogen
Pantau laboratorium sel darah putih
Mengonfirmasikan keterlibatan sel darah putih terhadap infeksi

Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam klien atau keluarga mampu mengembangkan koping yang positif
Criteria evaluasi: klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negative.
Intervensi
Rasional
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan.
Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi.
Identifikasi arti kehilangan atau disfungsi pada klien
Beberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri. Sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan mengenal dan mengatur kekurangan.
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk permusuhan dan kemarahan
Menunjukkan penerimaan, membantu klien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut.
Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan inilah kematian
Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negative terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional.
Berikan informasi status kesehatan pada klien dan keluarga
Klien dengan hemophilia sering memerlukan bantuan dalam menghadapi kondisi kronis, keterbatasan ruang kehidupan, dan kenyataan bahwa kondisi tersebut merupakan penyakit yang akan diturunkan kegenerasi berikutnya.
Dukung mekanisme koping efektif
Sejak masa kanak-kanak, klien dibantu untuk menerima dirinya sendiri dan penyakitnya serta mengidentifikasi aspek positif dari kehidupan mereka. Mereka harus didorong untuk merasa berarti dan tetap mandiri dengan mencegah trauma yang dapat menyebabkan episode perdarahan akut dan mengganggu kegiatan normal.
Hindari factor peningkatan stress emosional
Perawat harus mengetahui pengaruh stress tersebut secara professional dan personal serta menggali semua sumber dukungan untuk mereka sendiri, begitu juga untuk klien dan keluarganya.
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan.
Anjurkan orang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya
Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi.
Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat dan partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi
Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu dimasa mendatang.
Dukung penggunaan alat-alat yang dapat mengadaptasikan klien, tongkat, alat bantu jalan, tas panjang untuk kateter.
Meningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial.
Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, lethargi, dan rendah diri.
Dapat mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut.
Kolaborasi: rujuk pada ahli neuro psikologi dan konseling bila ada indikasi.
Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan.

Kecemasan individu dan keluarga yang berhubungan dengan prognosis sakit.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam kecemasan klien berkurang
Criteria: klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dan mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks.
Intervensi
Rasional
Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, damping klien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.
Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dan gelisah.
Hindari konfrontasi
Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyebabkan.
Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
Mengurangi ragsangan eksternal yang tidak perlu.
Tingkatkan control sensasi klien
Control sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahankan diri) yang positif, serta membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan dan memberikan respons balik yang positif.
Orientasikan klien terhadap prosedurrutin dan aktivitas yang diharapkan.
Orientasi dapat menurunkan kecemasan
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya.
Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak dapat diekspresikan.
Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.
Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi.
Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya: membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.
Kolaborasi: berikan anticemas sesuai indikasi contohnya diazepam.
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
BAB ΙΙΙ

3.2.       Kesimpulan
Limfomanon-Hodgkin adalah suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat didefinisikan sebagai keganasan jaringan limfoid selain penyakit Hodgkin. Manifestasinya sama dengan penyakit Hodgkin, namun penyakit ini biasanya sudah menyebar keseluruh system limfatik sebelum pertama kali terdiagnosis. Apabila penyakitnya masih terlokalisasi, radiasi merupakan penanganan pilihan. Jika terdapat keterlibatan umum, digunakan kombinasi kemoterapi. Pemberian dosis rendahpada penderita HIV-positif dianjurkan untuk mencegah terjadinya infeksi berat yang potensial mematikan. Seperti pada penyakit Hodgkin, infeksi merupakan masalah utama. Keterlibatan system saraf pusat juga sering terjadi.

3.3.       Saran
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi referensi bagi para mahasiswa keperawatan maupun pembacanya dalam pembuatan Asuhan Keperawatan tentang penyakit Limphoma Non Hodgkin.
Kami sebagai penyusun menyadari adanya kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembacanya bagi kami sebagai penyusun makalah ini.








DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, Lyana. 2002. Kapita Selekta Hematologi. EGC. Jakarta