Selasa, 02 April 2013

Askep Koagulasi intravascular diseminata (KID) Stikes NHM

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Koagulasi intravascular diseminata (KID) merupakan salah satu kedaruratan medis,karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera. Tetapi tidak semua KID digolongkan dalam darurat medis,hanya KID fulminan atau akut sedang KID derajat yang terendah atau kompensasi bukan suatu keadaan darurat. Namun perlu di waspadai bahwa KID derajat rendah dapat berubah menjadi KID fulminan,sehingga memerlukan pengobatan segera.
Banyak penyakit yang sudah di kenal dan sering mencetuskn KID. Akibat banyaknya penyakit yang dapat mencetuskannya gejala klinis KID menjadi sangat bervariasi pula. Hal ini juga mungkin salah satu penyabab mengapa banyak istilah yang dipakai untuk KID  seperti konsumsi koagulopati,hiperfibrinolisis,defibrinasi dan sindrom trombohemoragik. Istilah yang paling akhir ini lebih menggambarkan gejala klinis karena dihubungkan dengan patofisiologis. Istilah yang paling umum diterima sekarang ini adalah KID. Trombohemoragik menggambarkan terjadinya thrombosis bersamaan dengan perdarahan. Kedua manifestasi klinik ini dapat terjadi bersamaan pada KID. Tetapi para dokter lebih sering memperhatikan perdarahan daripada akibat thrombosis padahal morbiditas dan mortalitas lebih banyak dipengaruhi thrombosis.
Keberhasilan pengobatan selain ditentukan keberhasilan mengatasi penyakit dasar yang mencetuskan KID juga ditentukan oleh akibat KID itu sendiri.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1    Bagaimana sistem sirkulasi pembekuan darah?
1.2.2    Apa definisi dari koagulasi intravaskular desiminata ?
1.2.3    Apa etiologi dari koagulasi intravaskular desiminata?
1.2.4    Apa saja klasifikasi dari koagulasi intravaskular desiminata ?
1.2.5    Bagaimana patofisiologi dari koagulasi intravaskular desiminata ?
1.2.6    Bagaimana manifestasi klinis dari koagulasi intravaskular desiminata ?
1.2.7    Bagaimana pemeriksaan penunjang dari koagulasi intravaskular desiminata ?
1.2.8    Bagaimana penatalaksanaan medis dari koagulasi intravaskular desiminata ?
1.2.9    Apa prognosis dari koagulasi intravaskular desiminata ?
1.2.10  Apa saja Komplikasi dari koagulasi intravaskular desiminata ?
1.3 Tujuan
      1.3.1 Umum
Untuk mengetahui tentang koagulasi intravaskular desminta dan mengetahui asuhan keperatan tentang koagulasi intravaskular desminata.
      1.3.2 Khusus
     1.3.2.1Mengatahui sistem sirkulasi pembekuan darah.
     1.3.2.2  Mengatahui definisi dari koagulasi intravaskular desiminata
     1.3.2.3  Mengetahui etiologi dari koagulasi intravaskular desiminata
                 1.3.2.4  Mengetahui klasifikasi dari koagulasi intravaskular desiminata
                 1.3.2.5  Mengetahui patofisiologi dari koagulasi intravaskular desiminata
                 1.3.2.6  Mengetahui manifestasi klinis dari koagulasi intravaskular desiminata
                 1.3.2.7  Mengetahui pemeriksaan penunjang dari koagulasi intravaskular desiminata
                 1.3.2.8  Mengetahui penatalaksanaan dari koagulasi intravaskular desiminta
                 1.3.2.9  Mengetahui prognosis dari koagulasi intravaskular desiminata
                 1.3.2.10 Mengeathui komplikasi dari koagulasi intravaskular desiminata.

1.3  Manfaat
Dari makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca dapat memahami pengertian dan asuhan keperawatan dari koagulasi intravaskular diseminata. Dan dapat mencegah terjadinya penyakit tersebut.Mengetahui tanda dan gejala sehingga kita sebagai perawat mampu bertindak sesuai dengan asuhan keperawatan.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Sistem Pembekuan Darah
2.1.1        Faktor Pembekuan Darah
Ada 13 faktor pembekuan darah, yaitu :
Faktor I
Fibrinogen: sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein plasma dan diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini menyebabkan masalah pembekuan darah afibrinogenemia atau hypofibrinogenemia.
Faktor II
Prothrombin: sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma dan diubah menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh pembelahan dengan mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen trombin kemudian emotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan faktor menyebabkan hypoprothrombinemia.
Faktor III
Jaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang berasal dari beberapa sumber yang berbeda dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru. Jaringan Tromboplastin penting dalam pembentukan prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan.
Faktor IV
Kalsium: sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase pembekuan darah.
Faktor V
Proaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan panas, yang hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan prothrombin trombin yang aktif. Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal, mengarah pada kecenderungan berdarah yang langka yang disebut parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator globulin.


Faktor VI
Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V, tetapi tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.
Faktor VII
Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabildan panas dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X. Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau diperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi faktor akselerator dan stabil.
Faktor VIII
Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak (dalam konser dengan faktor von Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah resesif terkait-X sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic globulin dan faktor antihemophilic A.
Faktor IX
Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan terlibat dalam jalur intrinsik dari pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi faktor X. hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan faktor antihemophilic B.
Faktor X
Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai jalur umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal ini dapat membelah dan mengaktifkan prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan disebut juga thrombokinase.



Faktor XI
Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil yang terlibat dalam jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX. Lihat juga kekurangan faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.
Faktor XII
Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak dengan kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai jalur intrinsik dari koagulasi dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan kecenderungan trombosis.
Faktor XIII
Fibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah faktor koagulasi yang merubah fibrin monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut dalam urea, fibrin yang memungkinkan untuk membentuk pembekuan darah. Kekurangan faktor ini memberikan kecenderungan seseorang hemorrhagic. Disebut juga fibrinase dan protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga disebut transglutaminase.
2.1.2        Mekanisme Pembekuan Darah



Darah sangatlah penting untuk kesehatan dalam kehidupan kita. Jika kita terkena luka bisa menyebabkan kehilangan darah yang parah. Trombosit menyebabkan darah membeku, menutup luka kecil, tetapi luka besar perlu dirawat dengan segera untuk mencegah terjadinya kekurangan darah. Kerusakan pada organ dalam bisa menyebabkan luka dalam yang parah atau hemorrhage.
Kemampuan untuk meminimalisisasi kehilangan darah melalui pembukaan sistem vaskuler merupakan persyaratan yang penting. Penutupan yang cepat atas kerusakan pada pembuluh darah kecil merupakan tugas dari trombosit. Walaupun begitu, tambalan yang lebih permanen dan kuat merupakan hasil dari generasi fibrin fibriler yang tidak larut dari prekursor fibrinogen dalam larutan protein plasmanya pada proses pembekuan darah. Kegagalan dari homesotasis primer akibat gangguan trombosit atau koagulasi, masing-masing dapat memberikan ancaman hidup akibat pendarahan. Sebaliknya, pengaktifan trombosit atau pembekuan darah yang tidak tepat dapat menyebabkan sumbatan vaskuler, iskemia, dan kematian jaringan.
Reaksi pembekuan darah dapat dirangsang melalui jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik












a.    Jalur intrinsik: semua faktor yang dibutuhkan untuk reaksi ini ada di dalam pembuluh darah
Langkah-langkah jalur intrinsik, yaitu pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena trauma, kemudian faktor XII yang teraktivasi ini akan mengaktifkan faktor XI, kemudian faktor XI yang teraktivasi ini akan mengaktifkan faktor IX, faktor IX yang teraktivasi bekerja sama dengan faktor VIII terakivasi dan dengan fosfolipid trombosit dan faktor 3 dari trombosit yang rusak, akan mengkatifkan faktor X. Disini jelas bahwa bila faktor VIII atau trombosit kurang maka langkah ini akan terhambat. Faktor VIII adalah faktor yang tidak dimiliki oleh penderita hemofilia. Trombosit tidak dimiliki oleh penderita trombositopenia. Faktor X yang teraktivasi akan bergabung dengan faktor V dan trombosit untuk membentuk suatu kompleks yang disebut aktivator protrombin.
b.    Jalur ekstrinsik : membutuhkan kontak dengan faktor jaringan di luar pembuluh darah untuk memulai pembekuan darah, faktor yang dibutuhkan adalah jaringan di luar pembuluh darah.
Langkah-langkah jalur ekstrinsik, yaitu pelepasan faktor jaringan atau tromboplastin jaringan, selanjutnya mengaktifasi faktor X yang dibentuk oleh kompleks lipoprotein dari faktor jaringan dan bergabung dengan faktor VII, kemudian dengan hadirnya ion Ca2+ akan membentuk faktor X yang teraktivasi. Selanjutnya faktor X yang teraktivasi tersebut akan segera berikatan dengan fosfolipid jaringan, juga dengan faktor V untuk membenuk senyawa yang disebut aktivator protrombin.
Langkah-langkah jalur intrinsik, yaitu pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena trauma, kemudian faktor XII yang teraktivasi ini akan mengaktifkan faktor XI, kemudian faktor XI yang teraktivasi ini akan mengaktifkan faktor IX, faktor IX yang teraktivasi bekerja sama dengan faktor VIII terakivasi dan dengan fosfolipid trombosit dan faktor 3 dari trombosit yang rusak, akan mengkatifkan faktor X. Disini jelas bahwa bila faktor VIII atau trombosit kurang maka langkah ini akan terhambat. Faktor VIII adalah faktor yang tidak dimiliki oleh penderita hemofilia. Trombosit tidak dimiliki oleh penderita trombositopenia. Faktor X yang teraktivasi akan bergabung dengan faktor V dan trombosit untuk membentuk suatu kompleks yang disebut aktivator protrombin.
Mekanisme pembekuan darah terdiri dari beberapa tahapan :




1.      Tromboplastin (membran lipoprotein) yang dilepas oleh sel-sel jaringan yang rusak.
2.      Tromboplastin mengaktivasi protombin (protein plasma) dengan bantuan ion kalsium untuk membentuk trombin
3.      Trombin mengubah fibrinogen yang dapat larut, menjadi fibrin yang tidak dapat larut.
4.      Benang-benang fibrin membentuk bekuan, atau jaring-jaring fibrin.




2.2    Definisi
            Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-bekuan darah kecil terbesar di seluruh aliran darah,menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan (medicastore.com).
            Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu sindrom yang ditandai dengan adanya perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan oleh karena terbentuknya plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif sebagai fibrinolitik yang di dapatkan dalam sirkulasi (Healthy Cau’s).
Secara umum Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) didefinisikan sebagai kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stimulasi yang berlebihan pada mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap jejas/injury (Yan Efrata Sembiring, Paul Tahalele).
Disseminated Intravascular Coagulation adalah penyakit faktor pembekuan dalam tubuh berkurang sehingga terbentuk bekuan-bekuan darah yang tersebar di seluruh pembuluh darah.(Elizabeth J. Corwin)
DIC merupakan suatu keadaan unik yang ditandai oleh pembentukan emboli multipel diseluruh mikrovaskular.DIC dikarakteristikan oleh skselerasi proses koagulasi di mana trombosis dan hemorragi terjadi secara simultan.
Pelepasan materi prokoagulan ke dalam sirkulasi atau kerusakan sel endotel menyebabkan aktivasi generalisata jalur koagulasi dan fibrinolitik yang menyebabkan deposisi fibrin yang meluasdalam sirkulasi.
2.3         Etiologi
Koagulasi Intravascular Desiminatamerupakan mekanisme perantara berbagai penyakit dengan gejala klinis tertentu. Berbagai penyakit dapat mencetuskan koagulasi intravascular desiminata fulminan atau derajat rendah seperti dibawah ini :
1.        Penyakit yang disertai koagulasi intavascular desiminata fulminan
a.    Bidang obstetric : emboli cairan amnion,abrupsi plasenta,eklamsia,abortus
b.    Bidang hematologi : reaksi transfusi darah,hemolisis berat,transfuse massif, leukimia M3& M4.
c.    Infeksi
a)      Septicemia,gram negative (endotoksin),gram negative (mikro polisakarida).
b)      Viremia : HIV,hepatitis,varisela,virus sitomegalo,demam dengue.
c)      Parasit : malaria
d)     Trauma
e)      Penyakit hati akut :gagal hati akut,ikterus obstruktif.
f)       Luka bakar
g)      Kelainan vascular
2.        Penyakit disertai koagulasi intavascular desiminata
a.    Keganasan
b.    Penyakit kardiovaskuler
c.    Penyakit autoimun
d.   Penyakit ginjal menahun
e.    Peradangan
f.     Penyakit hati menahun
2.4    Patofisiologi
Apabila sistem koagulasi diaktifkan oleh berbagai hal,misalnya tromboplastin yang dikeluarkan akibat kerusakan jaringan,trombin dan plasma beredar dalam sirkulasi darah.Trombin memecahkan fibrinogen hingga terbentuk fibrinopeptida A dan B dan fibrin monomer.Fibrin monomer mengalami polimerisasi membentuk fibrin yang beredar dalam sirkulasi membentuk trombus dalam mikrovaskular dan makrovaskular,sehingga mengganggu aliran darah dan menyebabkan terjadi iskemia perifer dan berakhir dengan kerusakan organ.Karena fibrin dideposit di dalam mikrosirkulasi,trombosit terperangkap dan diikuti trombositopenia.
Selain itu plasmin juga beredar dalam sirkulasi dan memecahkan akhir terminal karboksi fibrinogen menjadi fibrinogen degradation product (FDP/hasil degradasi fibrinogen),membentuk framen yang dikenal dengan fragmen X,Y,D dan E. Hasil degradasi fibrinogen(FDP) dapat bergabung dengan fibrin monomer.Kompleks FDP dan fibrin monomer ini disebut fibrinogen monomer larut.Fibrin monomer larut ini merupakan dasar reaksi parakoagulasi untuk uji gelas etanol,dan uji protamin sulfat.
Apabila protamin sulfat atau etanol ditambahkan pada plasma pasien yang berisikan fibrin monomer larut,etanolatau protamin sulfat akan membersihkan FDP dari fibrin monomer,dan fibrin monomer mengalami polimerasi dan membentuk benang fibrin dalam tabung dan inilah yang diartikan sebagai protamin sulfat atau tes gelation positif.Jadi FDP dalam sirkulasi sistemis akan menggangu pembekuan dan menyebabkan perdarahan.Fragmen D dan E mempunyai afinitas terhadap membran trombosit terganggu.Hal ini akan menyebabkan atau memperberat perdarahan yang sudah ada pada KID.
Berbeda dengan trombin,plasmin adalah suatu enzim proteolitik global,dan mempunyai afinitas yang sama terhadap fibrinogen dan trombin.Plasmin juga efektif menghancurkan (biodegradasi) F V,VIII,IX dan X dan protein plasma lain. Termasuk hormon pertumbuhan,kortikotropin dan insulin.Plasmin menghancurkan fibrin ikat silang (cross-linked fibrin) dan menghasilkan D-Dimer.Fibrin ikat silang merupakan hasil akhir sistem koagulasi yaitu fibrin yang tidak larut karena diaktifkan oleh F XIIIa.Jadi bila D-Dimer positif berarti terjadi fibrinolisis sekunder yang secara klinis menunjukkan ada trombosis atau KID.
Plasmin juga mengaktifkan,komplemen C1 sampai C8-9 dan aktivasi komplemen ini akan meningkatkan permeabilitas vaskular yang dapat menyebabkan hipotensi dan renjatan.Selain itu F XIIa mengubah prekalikrein menjadi kalikrein dan kalikrein mengubah kininogen berat molekul tinggi menjadi kinin.Kinin beredar dalam sirkulasi akan meningkat kan permeabilitas vaskular sehingga dapat menyebabkan hipotensi dan renjatan. Sebagai kesimpulan pada KID,trombin yang beredar dalam sistem sirkulasi darah dalam tubuh menyebabkan terjadi deposit fibrin monomer dan fibrin ikat silang yang membentuk trombosis pada mikrosirkulasi dan kadang dalam pembuluh besar sehingga terjadi hipoksia atau kerusakan organ,sedangkan plasmin yang beredar dalam sistem sirkulasi darah dalm tubuh menyebabkan terbentuknya FDP yang mengganggu polimerisasi fibrin monomer dan fungsi trombosit,sehingga terjadi gangguan pembekuan yang menyebabkan perdarahan.
Selain itu plasmin juga menyebabkan lisis faktor pembekuan F V,VIII, dan X sehingga terjadi defisiensi faktor pembekuan yang menyebabkan perdarahan.
Dari konsep patofisiologi ini dapat dimengerti mengapa pasien dengan KID dapat terjadi trombosis dan perdarahan dalam waktu bersamaan.Para klinikus sering lebih menaruh perhatian pada gejala perdarahan tetapi,kurang perhatian pada trombosis.Padahal morbiditas dan mortalitas lebih banyak ditentukan oleh trombosis.Untuk mencapai hasil pengobatan yang optimal perlu memperhatikan kedua gejala ini yaitu perdarahan yang nyata maupun trombosis yang difus.Dari penjelasan patofisiologi KID sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pada KID terjadi :
1.      Aktivisi sistem koagulan
2.      Aktivasi sistem fibrinolisis,dan
3.      konsumsi penghambat
4.      hipoksia atau kerusakan organ .
Keempat patofisiologi tersebut perlu diingat dan dicatat sebagai tolak ukur laboratorium yang tepat untuk suatu diagnosis KID secara obyektif.
2.5    Manifestasi Klinis
Gejala yang sering timbul pada klien DIC adalah sebagai berikut :
1.         Perdarahan dari tempat-tempat pungsi,luka,dan membaran mukosa pada klien dengan banyak syok,komplikasi persalinan,sepssis atau kanker.
2.         Perubahan kesadaran yang mengidentifikasikan trombus serebrum.
3.         Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna.
4.         Sianosis dan takipnea akibat buruknya perfusidan oksigenasi jaringan.
5.         Heamaturia akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal.
2.6    Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipofibrigenemia,peningkatan produk hasil degradasi fibrin (D-dimer yang paling sensitif),trombositopenia dan waktu protrombin yang memanjang.
Pemeriksaan Hemostasispada DIC
a.       MasaProtombin
Masa protrombin bisa abnormal pada DIC, dapat disebabkan beberapa hal. Karena masa protrombin yang memanjang bisa karena hipofibrinogenemia, gangguan FDP pada polimerisasi fibrin monomer dan karena plasmin menginduksi lisis faktor V dan faktor IX. Masa protrombin ditemukan memanjang pada 50-75% pasien DIC sedang pada kurang 50% pasien bisa dalam batas normal atau memendek. Normal atau memendeknya masa protrombin ini terjadi karena
1.    Beredarnya faktor koagulasi aktif seperti trombin atau F Xa yang dapat mempercepat pembentukan fibrin,
2.    Hasil degradasi awal dapat mempercepat pembekuan oleh thrombin atau sistem pembekuan gel yang cepat. Masa protrombin umumnya kurang bermanfaat dalam evaluasi DIC.
b.      Partial Thrombin Time (PTT)
PTT diaktifkan seharusnya juga memanjang pada DIC fulminan karena berbagai sebab sehingga parameter ini lebih berguna pada masa protrombin. Plasmin menginduksi biodegradasi F V, VIII, IX dan XI, yang seharusnya juga menyebabkan PTT memanjang. Selain itu sama halnya dengan masa protrombin, PTT juga akan memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg%.
PTT juga memanjang pada DIC Karena pada FDP menghambat polimerisasi fibrin monomer. Namun PTT yang memanjang dapat ditemukan pada 50-60% pasien DIC, dan oleh sebab itu PTT yang normal tak dapat dipakai menyingkirkan DIC. Mekanisme terjdinya PTT normal atau memendek pada 40-50% pasien DIC sama seperti pada masa protrombin.

c.       Kadar Faktor Pembekuan
Pemeriksaan kadar faktor pada pembekuan memberikan sedikit informasi yang berarti pada pasien DIC. Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya pada kebanyakan pasien DIC fulminan faktor pembekuan yang aktif beredar dalam sirkulasi terutama F Xa, IXa dan trombin. Pemeriksaan faktor yang didasarkan atas standar PTT dan masa protrombin dengan teknik menggunakan difisiensi substrat akan memberikan hasil yang tidak dapat diinterpretasi. Sebagai contoh jika F VIII diperiksa dengan pasien DIC dengan disertai peningikata F Xa, jelas F VIII yang dicatat akan tinggi karena dalam uji sistem F Xa melintas kebutuhan F VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan cepat dengan waktu yang dicatat dalam kurva standar pendek, dan ini akan diinterpretasi sebagai kadar F VIII yang tinggi.

d.      FDP
Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus DIC. Hasil degradasi ini akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, jadi secara tidak langsung menunjukkan bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah. Tes protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin monomer soluble. Tetapi sama sepert FDP, tes ini bukan sebagai sarana diagostik, karena fibrin monomer soluble juga terlihat pada situasi klinis lain, sama seperti pada situasi klinis lain, seperti pada wanita dengan kontrasepsi oral, pasien dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark miokard, pasien dengan penyakit ginjal tertentu, pasien dengan thrombosis vena atau arteri, dan pasien dengan tromboemboli.

e.       D- Dimer
Suatu test terbaru untuk DIC adalah D-Dimer.D-Dimer merupakan hasil degradasi fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin kemudian diaktifkan oleh factor XIII. Dari periksaan atau tes yang paling banyak dilakukan untuk menilai KID. D-Dimer tamapaknya merupakan tes yang paling dapat dipercaya untuk menilai kemungkinan DIC, Menunjukkan adanya D-Dimer apnormal pada 93% kasus, kadar AT III apnorml pada 89% kasus, kadar fibri nopeptida apnormal pada 88% kasus, dan titer FDP abnormal pada 75 % kasus.
Kadang-kadang titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat negative pada DIC. Hal ini disebabkan pada DIC akut jumlah plasmin yang beredar sngat banyak dan fibrinolisis sekunder mengakibatkan degradasi Fragmen D & E, padahal fragmen inilah yang dideteksi sebagai FDP. Selain itu penglepasan protease granulosid, kolagenase dan elastase yang berlebihan dapat juga mengakibatkan dekradasi pada semua sisa fragmen D & E dan akhirnya memberikan hasil FDP negative. Jadi FDP yang negative belum dapat menyingkirkan diagnosis DIC. Dengan tersedianya pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas perannya dalam mendiagnosis DIC.
2.7    Penatalaksanaan Medis
1)      Atasi penyakit primer yang dapat menimbulkan koagulasi intravaskular desiminata.
2)      Pemberian heparin.Heparin dapat diberikan 200 U/kg BB iv tiap 4-6 jam.Kenaikan kadar fibrinogen plasma nyata dalam 6-8 jam,setelah 24-48 jam sesudah mencapai harga normal.
3)      Terapi pengganti.Darah atau packed red cell diberikan untuk mengganti darah yang keluar.Bila dengan pengobatan yang baik jumlah trombosit tetap rendah dalam waktu sampai seminggu,berarti tatap mungkin terjadi perdarahan terus atau ulangan,sehingga dalam keadaan ini perlu diberikan platelet concentrate.
4)      Obat penghambat fibrinotitik.Pemakaian Epsilon Amino Caproic Acid (EACA) atau asam traneksamat untuk menghambat fibrinolisis sama sekali tidak boleh dilakukan,karena akan menyebabkan trombosis.Bila perlu sekali,baru boleh deberikan setelah heparin sudah disuntikan.Lama pengobatan tergantung dari perjalanan penyakit primernya. Bila penyakit primernya dapat diatasi cepat misalnya komplikasi kehamilan dan sepsis,pengobatan koagulasi intravsakular desiminata hanya perlu untuk 1-2 hari.Pada keganasan leukimia dan penyakit-penyakit lain dimana pengobatan tidak efektif,heparin perlu lebih lama diberikan.Pada keadaan ini sebaiknya diberikan heparin subkutan secara berkala.Antikoagulan lain jarang diberikan.Sodium warfarin kadang-kadang memberikan hasil baik.
5)      Penghilang faktor pencetus.
6)      Dapat diberikan plasma yang mengandung faktor 8,sel darah merah,dan trombosit.
2.8    Komplikasi
Bekuan yang banyak terbentuk akan menyebabkan hembatan aliran darah di semua organ tubuh.Dapat terjadi kegagalan organ yang luas.Angka kematian lebih dari 50%.
1.      Solusio placenta
2.      Preklamsia dan eklamsia
3.      Emboli cairan amniotik
4.      Perdarahan obstrektif masif
5.      Tertinggalnya janin yang sudah meninggal dalam tubuh ibu.

2.9    Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
Pengkajian dengan KID, meliputi :

1.    Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.

2.    Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan KID meminta pertolongan dari tim kesehatan, yaitu :
-            Nyeri
-            Demam dengan suhu tinggi
-            Terdapat petekie
-            Kesadaran yang menurun sampai koma


3.    Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam melengkapi pengkajian.
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri, apakah nyeri berkurang apabila beristirahat?
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien? Region: di mana rasa nyeri itu timbul?
Severity of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien?
Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah timbul gejala secara terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).

4.    Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah atau sedang menderita menderita penyakit menahun. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat yang meliputi penghilang rasa nyeri tersebut.

5.    Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi KID tidak diturunkan, tetapi hanya merupakan mekanisme perantara berbagai penyakit dengan gejala klinis tertentu. 

6.    Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan KID meliputi pemerikasaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).

B1 (Breathing)
-       Takipnea

B2 (Blood)
-       Petekie
-       Peningkatan suhu tubuh
-       Ekimosis
-       Hemoptisis
-       Sianosis
B3 (Brain)
-       Kesadaran : koma
B4 (Bladder)
-       Oliguria
B5 (Bowel)
-       Distensi abdomen
B6 (Bone)
-       Lemah

B.     Diagnosa Keperawatan
1.         Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan curah jantung.
2.         Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemia perifer.
3.         Hipertermi tubuh berhubungan dengan proses inflamasi.
4.         Nyeri berhubungan dengan pelepasan endotoksin oleh toksin.
5.         Gangguan eliminasi uri berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal
6.         Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan distensi abdomen.
7.         Intoleransi aktvitas berhubungan dengan penurunan suplai O2dan nutrisi.
8.         Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian



C.    Intervensi
1.      Perubahan perfusi jaringan yang b/d iskemia perifer
Tujuan :
-          Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam, perfusi jaringan dapat adekuat.
Kriteria Hasil :
-          Warna kulit : tidak cyanosis
-          Suhu : 36,5 – 37,50C
-          Nadi : 60-100 x/menit
-          Frekwensi nafas 16-24 x/menit
-          Aritmia (-)
-          CRT <2  detik
-          TD : 120/80 mmHg
-          Akral HKM
Intervensi
Rasional
1.     Pantau Hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital dan perdarahan baru.
2.     Waspadai perdarahan.
3.     Jelaskan tentang semua tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan yang akan dilakukan
4.     Lakukan pendekatan secara tenang dan beri dorongan untuk bertanya serta berikan informasi yang dibutuhkan dengan bahasa yang jelas.
5.     Kolaborasi pemberian
-       Terapi heparin : perhatikan pembentukan tanda-tanda antibodi antitrombosit oleh penurunan tiba-tiba dari jumlah trombosit
-       Berikan transfusi darah sesuai dengan prosedur dan evaluasi dengan ketat terhadap menifestasi reaksi transfusi. Hentikan transfusi bila terjadi reaksi.
1.    Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2.    Untuk meminimalkan potensial perdarahan lanjut.
3.    Pengetahuan tentang apa yang diharapkan membantu mengurangi ansietas.
4.    Pemecahan masalah sulit untuk orang yang cemas, karena ansietas merusak belajar dan persepsi. Penjelasan yang jelas dan sederhana paling baik untuk dipahami. Istilah medis dan keperawatan dapat membingungkan klien dan meningkatkan ansietas.
5.    Bila penyakit primer diatasi, tujuan tindakan tambahan adalah untuk mengontrol perdarahan dan memperbaiki kadar faktor pembekuan yang normal. Transfusi darah mungkin diperlukan untuk menggantikan faktor- faktor pembekuan dan memperbaiki anemia yang dapat terjadi pada kehilangan darah berlebihan.

2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan difusi O2& CO2.
Tujuan :
      Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan, tidak terjadi gangguan pertukaran gas.
Kriteria hasil :
-       Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs normal :
·         PH                           = 7,35 -7,45
·         PO2                         = 80-100 mmHg
·         Saturasi O2              = > 95 %
·         PCO2                      = 35-45 mmHg
·         HCO3                      = 22-26mEq/L
·         BE (kelebihan basa) = -2 sampai +2
-       Bebas dari gejala distress pernafasan

Intervensi
Rasional
Independen :
1.    Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas.

2.    Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing.





3.    Kaji adanya cyanosis.





4.    Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat

5.    Berikan istirahat yang cukup dan nyaman

Kolaboratif :
6.    Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi.
7.    Berikan pencegahan IPPB

8.    Review X-ray dada.

9.    Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan ekspektorant.

1.    Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas.
2.    Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas
3.    Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
4.    Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium
5.    Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen.


6.    Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai
7.    Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi
8.    Memperlihatkan kongesti paru yang progresif
9.    Untuk mencegah ARDS

3.      Hipertermi b/d proses inflamasi
Tujuan :
Dalam waktu 3x24 jam, hipertermi dapat diatasi.
Kriteria hasil :
-          Pasien melaporkan tubuhnya tidak panas lagi
-          Suhu tubuh 36,5 – 37,50C
-          Akral tidak teraba panas
-          Mukosa lembab
-          Turgor elastis


Intervensi
Rasional
1.    Kaji suhu tubuh pasien.
2.    Beri kompres air hangat.
3.    Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi).
4.    Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat.
5.    Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi.
6.    Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
1.  Mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi.
2.  Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
3.  Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi
4.  Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
5.  Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
6.  Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.

4.      Intoleransi Aktivitas b/d penurunan suplai O2
Tujuan :
-          Dalam waktu 3x24 jam pasien dapat kembali normal
Kriteria Hasil :
-          Dapat mlakukan aktifitas sehari-hari
-          Tidak menunjukkan kelemahan
-          TD 120/80 mmHg
-          Nadi 60-100 kali/menit
-          Frekwensi pernafasan 16-24 kali/menit
-          Suhu 36,5-37,50C
Intervensi
Rasional
1.    Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas.
2.    Awasi TD, nadi, pernafasan, selama dan sesudah aktivitas.
3.    Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
4.    Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien.
1.         Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
2.         Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru utnuk membawa jumlah O2 adekuat ke jaringan.
3.         Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh.
4.         Meningkatkan secara bertahap aktivitas sampai normal.

5.      Nyeri b.d trauma jringan
Tujuan :
-          Dalam waktu 1x24 jam,nyeri berkurang atau terkontrol.
Kriteria Hasil :
-          Klien mengatakan merasa nyaman
-          Postur tubuh dan wajah relaks
-          Mengungkapkan nyeri berkurang/ terkontrol
-          Menyatakan metode yang memberikan pengurangan.
-          Skla nyeri 0-3
-          TD 120/80 mmHg
-          Nadi 60-100 kali/menit
-          Frekwensi pernafasan 16-24 kali/menit
-          Suhu 36,5-37,50C
Intervensi
Rasional
1.    Observasi karakteristik nyeri. Misalnya: tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.
2.    Pantau TTV.
3.    Berikan tindakan nyaman. Misalnya: pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang, relaksasi/latihan nafas.
4.    Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
5.    Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batukikasi.
6.    Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
10.             Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur.
11.             Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital telah terlihat. 
12.             Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
13.             Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
14.             Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
15.             Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif, meningkatkan kenyamanan



BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Disseminated Intravascular Coagulation adalah penyakit faktor pembekuan dalam tubuh berkurang sehingga terbentuk bekuan-bekuan darah yang tersebar di seluruh pembuluh darah.
DIC merupakan suatu keadaan unik yang ditandai oleh pembentukan emboli multipel diseluruh mikrovaskular.DIC dikarakteristikan oleh skselerasi proses koagulasi di mana trombosis dan hemorragi terjadi secara simultan.
Pelepasan materi prokoagulan ke dalam sirkulasi atau kerusakan sel endotel menyebabkan aktivasi generalisata jalur koagulasi dan fibrinolitik yang menyebabkan deposisi fibrin yang meluasdalam sirkulasi.

3.2    Saran
Kepada para calon perawat sebaiknya kita lebih memahami dan mempelajari tentang kasus kasus yang terjadi pada klien kita nanntinya ketika di rumah sakit.Agar kita nantinya dapat menangani klien kita dengan asuhan keperawatan yang benar.



DAFTAR PUSTAKA
Danu. 2010. Koagulasi Intravascular desiminata. http://kid.blogspot.com. Diakses pada tanggal 18 November 2012 pada pukul 19.30 WIB
Handayani, Wiwik. 2008. Asuhan Keperawatn pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jagakarsa, Jakarta: Salemba Medika.
Jo, Dwi. 2011. 13 Faktor Pembekuan Darah. http://dwi-jo.blogspot.com/2011/12/13-faktor-pembekuan-darah.html . Diakses pada tanggal 22November 2012 Pukul 12.10 WIB
Kurniawan, Ricky. 2012. Alur Pembekuan Darah dan Faktor Pembekuan Darah. http://ricky-kurniawan-20-12-1993.blogspot.com/2012/06/alur-pembekuan-darah-dan-faktor.html . Diakses tanggal 22 November 2012 Pukul 12.17 WIB
Laila, lestari. 2011. Askep KID/DIC. http://lezz-cahaya.blogspot.com/2011/03/askep-kiddic.html diakses pada tanggal 22 November Pukul 18.27 WIB
Mehta, Atul. 2008. At a Glance Hematologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Nn.2012. ASKEP Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC). http://phariztt.blogspot.com/2012/01/askep-disseminated-intravaskular.html. Diakses pada tanggal 22 November 2012 Pukul 12.33 WIB