BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Koagulasi
intravascular diseminata (KID) merupakan salah satu kedaruratan medis,karena
mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera. Tetapi tidak semua KID
digolongkan dalam darurat medis,hanya KID fulminan atau akut sedang KID derajat
yang terendah atau kompensasi bukan suatu keadaan darurat. Namun perlu di
waspadai bahwa KID derajat rendah dapat berubah menjadi KID fulminan,sehingga
memerlukan pengobatan segera.
Banyak
penyakit yang sudah di kenal dan sering mencetuskn KID. Akibat banyaknya
penyakit yang dapat mencetuskannya gejala klinis KID menjadi sangat bervariasi
pula. Hal ini juga mungkin salah satu penyabab mengapa banyak istilah yang
dipakai untuk KID seperti konsumsi koagulopati,hiperfibrinolisis,defibrinasi
dan sindrom trombohemoragik. Istilah yang paling akhir ini lebih menggambarkan
gejala klinis karena dihubungkan dengan patofisiologis. Istilah yang paling
umum diterima sekarang ini adalah KID. Trombohemoragik menggambarkan terjadinya
thrombosis bersamaan dengan perdarahan. Kedua manifestasi klinik ini dapat
terjadi bersamaan pada KID. Tetapi para dokter lebih sering memperhatikan
perdarahan daripada akibat thrombosis padahal morbiditas dan mortalitas lebih
banyak dipengaruhi thrombosis.
Keberhasilan
pengobatan selain ditentukan keberhasilan mengatasi penyakit dasar yang
mencetuskan KID juga ditentukan oleh akibat KID itu sendiri.
1.2
Rumusan
Masalah
1.2.1
Bagaimana sistem sirkulasi pembekuan
darah?
1.2.2 Apa definisi dari koagulasi intravaskular
desiminata ?
1.2.3 Apa etiologi dari koagulasi intravaskular
desiminata?
1.2.4 Apa saja klasifikasi dari koagulasi
intravaskular desiminata ?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi dari koagulasi
intravaskular desiminata ?
1.2.6 Bagaimana manifestasi klinis dari koagulasi
intravaskular desiminata ?
1.2.7 Bagaimana pemeriksaan penunjang dari
koagulasi intravaskular desiminata ?
1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan medis dari
koagulasi intravaskular desiminata ?
1.2.9 Apa prognosis dari koagulasi intravaskular
desiminata ?
1.2.10 Apa saja Komplikasi dari koagulasi
intravaskular desiminata ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Umum
Untuk
mengetahui tentang koagulasi intravaskular desminta dan mengetahui asuhan
keperatan tentang koagulasi intravaskular desminata.
1.3.2 Khusus
1.3.2.1Mengatahui sistem sirkulasi
pembekuan darah.
1.3.2.2
Mengatahui definisi dari koagulasi intravaskular desiminata
1.3.2.3
Mengetahui etiologi dari koagulasi intravaskular desiminata
1.3.2.4 Mengetahui klasifikasi dari koagulasi
intravaskular desiminata
1.3.2.5 Mengetahui patofisiologi dari koagulasi
intravaskular desiminata
1.3.2.6 Mengetahui manifestasi klinis dari koagulasi
intravaskular desiminata
1.3.2.7 Mengetahui pemeriksaan penunjang dari
koagulasi intravaskular desiminata
1.3.2.8 Mengetahui penatalaksanaan dari koagulasi
intravaskular desiminta
1.3.2.9 Mengetahui prognosis dari koagulasi
intravaskular desiminata
1.3.2.10 Mengeathui komplikasi
dari koagulasi intravaskular desiminata.
1.3
Manfaat
Dari makalah ini diharapkan mahasiswa dan
pembaca dapat memahami pengertian dan asuhan keperawatan dari koagulasi
intravaskular diseminata. Dan dapat mencegah terjadinya penyakit tersebut.Mengetahui
tanda dan gejala sehingga kita sebagai perawat mampu bertindak sesuai dengan asuhan
keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sistem
Pembekuan Darah
2.1.1
Faktor
Pembekuan Darah
Ada 13 faktor pembekuan
darah, yaitu :
Faktor I
Fibrinogen: sebuah faktor koagulasi
yang tinggi berat molekul protein plasma dan diubah menjadi fibrin melalui aksi
trombin. Kekurangan faktor ini menyebabkan masalah pembekuan darah afibrinogenemia
atau hypofibrinogenemia.
Faktor II
Prothrombin: sebuah faktor koagulasi
yang merupakan protein plasma dan diubah menjadi bentuk aktif trombin (faktor
IIa) oleh pembelahan dengan mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari
pembekuan. Fibrinogen trombin kemudian emotong ke bentuk aktif fibrin.
Kekurangan faktor menyebabkan hypoprothrombinemia.
Faktor III
Jaringan Tromboplastin: koagulasi
faktor yang berasal dari beberapa sumber yang berbeda dalam tubuh, seperti otak
dan paru-paru. Jaringan Tromboplastin penting dalam pembentukan prothrombin
ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi ekstrinsik. Disebut
juga faktor jaringan.
Faktor IV
Kalsium: sebuah faktor koagulasi
diperlukan dalam berbagai fase pembekuan darah.
Faktor V
Proaccelerin: sebuah faktor
koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan panas, yang hadir dalam plasma, tetapi
tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik dan ekstrinsik koagulasi jalur.
Proaccelerin mengkatalisis pembelahan prothrombin trombin yang aktif.
Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal, mengarah pada kecenderungan
berdarah yang langka yang disebut parahemophilia, dengan berbagai derajat
keparahan. Disebut juga akselerator globulin.
Faktor VI
Sebuah faktor koagulasi sebelumnya
dianggap suatu bentuk aktif faktor V, tetapi tidak lagi dianggap dalam skema
hemostasis.
Faktor VII
Proconvertin: sebuah faktor
koagulasi penyimpanan yang relatif stabildan panas dan berpartisipasi dalam
Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak dengan kalsium,
dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X. Defisiensi
faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau diperoleh
(yang berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam kecenderungan
perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi faktor akselerator dan
stabil.
Faktor VIII
Antihemophilic faktor, sebuah faktor
koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan berpartisipasi dalam jalur
intrinsik dari koagulasi, bertindak (dalam konser dengan faktor von Willebrand)
sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah resesif terkait-X
sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic globulin dan faktor
antihemophilic A.
Faktor IX
Tromboplastin Plasma komponen,
sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan terlibat dalam
jalur intrinsik dari pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi faktor
X. hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan faktor antihemophilic B.
Faktor X
Stuart faktor, sebuah faktor
koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan berpartisipasi dalam baik intrinsik
dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai jalur umum dari
pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid,
dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal ini dapat membelah dan
mengaktifkan prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan
gangguan koagulasi sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang
diaktifkan disebut juga thrombokinase.
Faktor XI
Tromboplastin plasma yg di atas,
faktor koagulasi yang stabil yang terlibat dalam jalur intrinsik dari
koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX. Lihat juga kekurangan
faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.
Faktor XII
Hageman faktor: faktor koagulasi
yang stabil yang diaktifkan oleh kontak dengan kaca atau permukaan asing
lainnya dan memulai jalur intrinsik dari koagulasi dengan mengaktifkan faktor
XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan kecenderungan trombosis.
Faktor XIII
Fibrin-faktor yang menstabilkan,
sebuah faktor koagulasi yang merubah fibrin monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut dalam urea, fibrin yang memungkinkan untuk membentuk pembekuan
darah. Kekurangan faktor ini memberikan kecenderungan
seseorang hemorrhagic. Disebut juga fibrinase dan protransglutaminase. Bentuk
yang diaktifkan juga disebut transglutaminase.
2.1.2
Mekanisme
Pembekuan Darah
Darah
sangatlah penting untuk kesehatan dalam kehidupan kita. Jika kita terkena luka
bisa menyebabkan kehilangan darah yang parah. Trombosit menyebabkan darah
membeku, menutup luka kecil, tetapi luka besar perlu dirawat dengan segera
untuk mencegah terjadinya kekurangan darah. Kerusakan pada organ dalam bisa
menyebabkan luka dalam yang parah atau hemorrhage.
Kemampuan
untuk meminimalisisasi kehilangan darah melalui pembukaan sistem vaskuler
merupakan persyaratan yang penting. Penutupan yang cepat atas kerusakan pada
pembuluh darah kecil merupakan tugas dari trombosit. Walaupun begitu, tambalan
yang lebih permanen dan kuat merupakan hasil dari generasi fibrin fibriler yang
tidak larut dari prekursor fibrinogen dalam larutan protein plasmanya pada
proses pembekuan darah. Kegagalan dari homesotasis primer akibat gangguan
trombosit atau koagulasi, masing-masing dapat memberikan ancaman hidup akibat
pendarahan. Sebaliknya, pengaktifan trombosit atau pembekuan darah yang tidak
tepat dapat menyebabkan sumbatan vaskuler, iskemia, dan kematian jaringan.
Reaksi pembekuan darah dapat dirangsang melalui jalur intrinsik dan jalur
ekstrinsik
a. Jalur
intrinsik: semua faktor yang dibutuhkan untuk reaksi ini ada di dalam pembuluh
darah
Langkah-langkah jalur intrinsik, yaitu
pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang
terkena trauma, kemudian faktor XII yang teraktivasi ini akan mengaktifkan
faktor XI, kemudian faktor XI yang teraktivasi ini akan mengaktifkan faktor IX,
faktor IX yang teraktivasi bekerja sama dengan faktor VIII terakivasi dan
dengan fosfolipid trombosit dan faktor 3 dari trombosit yang rusak, akan
mengkatifkan faktor X. Disini jelas bahwa bila faktor VIII atau trombosit
kurang maka langkah ini akan terhambat. Faktor VIII adalah faktor yang tidak
dimiliki oleh penderita hemofilia. Trombosit tidak dimiliki oleh penderita
trombositopenia. Faktor X yang teraktivasi akan bergabung dengan faktor V dan
trombosit untuk membentuk suatu kompleks yang disebut aktivator protrombin.
b. Jalur
ekstrinsik : membutuhkan kontak dengan faktor jaringan di luar pembuluh darah
untuk memulai pembekuan darah, faktor yang dibutuhkan adalah jaringan di luar
pembuluh darah.
Langkah-langkah
jalur ekstrinsik, yaitu pelepasan faktor jaringan atau tromboplastin
jaringan, selanjutnya mengaktifasi faktor X yang dibentuk oleh kompleks
lipoprotein dari faktor jaringan dan bergabung dengan faktor VII, kemudian
dengan hadirnya ion Ca2+ akan membentuk faktor X yang teraktivasi. Selanjutnya
faktor X yang teraktivasi tersebut akan segera berikatan dengan fosfolipid
jaringan, juga dengan faktor V untuk membenuk senyawa yang disebut aktivator
protrombin.
Langkah-langkah jalur intrinsik, yaitu
pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang
terkena trauma, kemudian faktor XII yang teraktivasi ini akan mengaktifkan
faktor XI, kemudian faktor XI yang teraktivasi ini akan mengaktifkan faktor IX,
faktor IX yang teraktivasi bekerja sama dengan faktor VIII terakivasi dan
dengan fosfolipid trombosit dan faktor 3 dari trombosit yang rusak, akan
mengkatifkan faktor X. Disini jelas bahwa bila faktor VIII atau trombosit
kurang maka langkah ini akan terhambat. Faktor VIII adalah faktor yang tidak
dimiliki oleh penderita hemofilia. Trombosit tidak dimiliki oleh penderita
trombositopenia. Faktor X yang teraktivasi akan bergabung dengan faktor V dan
trombosit untuk membentuk suatu kompleks yang disebut aktivator protrombin.
Mekanisme pembekuan darah terdiri dari beberapa tahapan :
1. Tromboplastin
(membran lipoprotein) yang dilepas oleh sel-sel jaringan yang rusak.
2. Tromboplastin
mengaktivasi protombin (protein plasma) dengan bantuan ion kalsium untuk
membentuk trombin
3. Trombin
mengubah fibrinogen yang dapat larut, menjadi fibrin yang tidak dapat larut.
4. Benang-benang
fibrin membentuk bekuan, atau jaring-jaring fibrin.
2.2
Definisi
Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-bekuan darah
kecil terbesar di seluruh aliran darah,menyebabkan penyumbatan pada pembuluh
darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk
mengendalikan perdarahan (medicastore.com).
Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu
sindrom yang ditandai dengan adanya perdarahan/kelainan pembekuan darah yang
disebabkan oleh karena terbentuknya plasmin yakni suatu spesifik plasma protein
yang aktif sebagai fibrinolitik yang di dapatkan dalam sirkulasi (Healthy
Cau’s).
Secara
umum Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) didefinisikan sebagai
kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stimulasi yang
berlebihan pada mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap
jejas/injury (Yan Efrata Sembiring, Paul Tahalele).
Disseminated
Intravascular Coagulation adalah penyakit faktor pembekuan dalam tubuh berkurang
sehingga terbentuk bekuan-bekuan darah yang tersebar di seluruh pembuluh darah.(Elizabeth
J. Corwin)
DIC
merupakan suatu keadaan unik yang ditandai oleh pembentukan emboli multipel
diseluruh mikrovaskular.DIC dikarakteristikan oleh skselerasi proses koagulasi
di mana trombosis dan hemorragi terjadi secara simultan.
Pelepasan
materi prokoagulan ke dalam sirkulasi atau kerusakan sel endotel menyebabkan
aktivasi generalisata jalur koagulasi dan fibrinolitik yang menyebabkan
deposisi fibrin yang meluasdalam sirkulasi.
2.3
Etiologi
Koagulasi
Intravascular Desiminatamerupakan mekanisme perantara berbagai penyakit dengan
gejala klinis tertentu. Berbagai penyakit dapat mencetuskan koagulasi
intravascular desiminata fulminan atau derajat rendah seperti dibawah ini :
1.
Penyakit yang disertai
koagulasi intavascular desiminata fulminan
a.
Bidang obstetric :
emboli cairan amnion,abrupsi plasenta,eklamsia,abortus
b.
Bidang hematologi :
reaksi transfusi darah,hemolisis berat,transfuse massif, leukimia M3&
M4.
c.
Infeksi
a)
Septicemia,gram
negative (endotoksin),gram negative (mikro polisakarida).
b)
Viremia :
HIV,hepatitis,varisela,virus sitomegalo,demam dengue.
c)
Parasit : malaria
d)
Trauma
e)
Penyakit hati akut
:gagal hati akut,ikterus obstruktif.
f)
Luka bakar
g)
Kelainan vascular
2.
Penyakit disertai
koagulasi intavascular desiminata
a.
Keganasan
b.
Penyakit kardiovaskuler
c.
Penyakit autoimun
d.
Penyakit ginjal menahun
e.
Peradangan
f.
Penyakit hati menahun
2.4
Patofisiologi
Apabila
sistem koagulasi diaktifkan oleh berbagai hal,misalnya tromboplastin yang
dikeluarkan akibat kerusakan jaringan,trombin dan plasma beredar dalam
sirkulasi darah.Trombin memecahkan fibrinogen hingga terbentuk fibrinopeptida A
dan B dan fibrin monomer.Fibrin monomer mengalami polimerisasi membentuk fibrin
yang beredar dalam sirkulasi membentuk trombus dalam mikrovaskular dan
makrovaskular,sehingga mengganggu aliran darah dan menyebabkan terjadi iskemia
perifer dan berakhir dengan kerusakan organ.Karena fibrin dideposit di dalam
mikrosirkulasi,trombosit terperangkap dan diikuti trombositopenia.
Selain
itu plasmin juga beredar dalam sirkulasi dan memecahkan akhir terminal karboksi
fibrinogen menjadi fibrinogen degradation
product (FDP/hasil degradasi fibrinogen),membentuk framen yang dikenal
dengan fragmen X,Y,D dan E. Hasil degradasi fibrinogen(FDP) dapat bergabung
dengan fibrin monomer.Kompleks FDP dan fibrin monomer ini disebut fibrinogen
monomer larut.Fibrin monomer larut ini merupakan dasar reaksi parakoagulasi
untuk uji gelas etanol,dan uji protamin sulfat.
Apabila
protamin sulfat atau etanol ditambahkan pada plasma pasien yang berisikan
fibrin monomer larut,etanolatau protamin sulfat akan membersihkan FDP dari
fibrin monomer,dan fibrin monomer mengalami polimerasi dan membentuk benang
fibrin dalam tabung dan inilah yang diartikan sebagai protamin sulfat atau tes
gelation positif.Jadi FDP dalam sirkulasi sistemis akan menggangu pembekuan dan
menyebabkan perdarahan.Fragmen D dan E mempunyai afinitas terhadap membran
trombosit terganggu.Hal ini akan menyebabkan atau memperberat perdarahan yang
sudah ada pada KID.
Berbeda
dengan trombin,plasmin adalah suatu enzim proteolitik global,dan mempunyai
afinitas yang sama terhadap fibrinogen dan trombin.Plasmin juga efektif menghancurkan
(biodegradasi) F V,VIII,IX dan X dan protein plasma lain. Termasuk hormon
pertumbuhan,kortikotropin dan insulin.Plasmin menghancurkan fibrin ikat silang
(cross-linked fibrin) dan menghasilkan D-Dimer.Fibrin ikat silang merupakan
hasil akhir sistem koagulasi yaitu fibrin yang tidak larut karena diaktifkan
oleh F XIIIa.Jadi bila D-Dimer positif berarti terjadi fibrinolisis sekunder
yang secara klinis menunjukkan ada trombosis atau KID.
Plasmin
juga mengaktifkan,komplemen C1 sampai C8-9 dan aktivasi
komplemen ini akan meningkatkan permeabilitas vaskular yang dapat menyebabkan
hipotensi dan renjatan.Selain itu F XIIa mengubah prekalikrein menjadi
kalikrein dan kalikrein mengubah kininogen berat molekul tinggi menjadi
kinin.Kinin beredar dalam sirkulasi akan meningkat kan permeabilitas vaskular
sehingga dapat menyebabkan hipotensi dan renjatan. Sebagai kesimpulan pada
KID,trombin yang beredar dalam sistem sirkulasi darah dalam tubuh menyebabkan
terjadi deposit fibrin monomer dan fibrin ikat silang yang membentuk trombosis
pada mikrosirkulasi dan kadang dalam pembuluh besar sehingga terjadi hipoksia
atau kerusakan organ,sedangkan plasmin yang beredar dalam sistem sirkulasi
darah dalm tubuh menyebabkan terbentuknya FDP yang mengganggu polimerisasi
fibrin monomer dan fungsi trombosit,sehingga terjadi gangguan pembekuan yang
menyebabkan perdarahan.
Selain
itu plasmin juga menyebabkan lisis faktor pembekuan F V,VIII, dan X sehingga
terjadi defisiensi faktor pembekuan yang menyebabkan perdarahan.
Dari
konsep patofisiologi ini dapat dimengerti mengapa pasien dengan KID dapat terjadi
trombosis dan perdarahan dalam waktu bersamaan.Para klinikus sering lebih
menaruh perhatian pada gejala perdarahan tetapi,kurang perhatian pada
trombosis.Padahal morbiditas dan mortalitas lebih banyak ditentukan oleh
trombosis.Untuk mencapai hasil pengobatan yang optimal perlu memperhatikan
kedua gejala ini yaitu perdarahan yang nyata maupun trombosis yang difus.Dari
penjelasan patofisiologi KID sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pada KID
terjadi :
1. Aktivisi
sistem koagulan
2. Aktivasi
sistem fibrinolisis,dan
3. konsumsi
penghambat
4. hipoksia
atau kerusakan organ .
Keempat
patofisiologi tersebut perlu diingat dan dicatat sebagai tolak ukur
laboratorium yang tepat untuk suatu diagnosis KID secara obyektif.
2.5
Manifestasi
Klinis
Gejala yang sering
timbul pada klien DIC adalah sebagai berikut :
1.
Perdarahan dari
tempat-tempat pungsi,luka,dan membaran mukosa pada klien dengan banyak
syok,komplikasi persalinan,sepssis atau kanker.
2.
Perubahan kesadaran
yang mengidentifikasikan trombus serebrum.
3.
Distensi abdomen yang menandakan
adanya perdarahan saluran cerna.
4.
Sianosis dan takipnea
akibat buruknya perfusidan oksigenasi jaringan.
5.
Heamaturia akibat
perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal.
2.6
Pemeriksaan
Penunjang
Hasil
pemeriksaan darah menunjukkan hipofibrigenemia,peningkatan produk hasil
degradasi fibrin (D-dimer yang paling sensitif),trombositopenia dan waktu
protrombin yang memanjang.
Pemeriksaan Hemostasispada DIC
a. MasaProtombin
Masa protrombin bisa abnormal pada
DIC, dapat disebabkan beberapa hal. Karena masa protrombin yang memanjang bisa
karena hipofibrinogenemia, gangguan FDP pada polimerisasi fibrin monomer dan
karena plasmin menginduksi lisis faktor V dan faktor IX. Masa protrombin
ditemukan memanjang pada 50-75% pasien DIC sedang pada kurang 50% pasien bisa dalam batas normal atau memendek. Normal atau memendeknya masa protrombin
ini terjadi karena
1. Beredarnya faktor koagulasi aktif seperti trombin atau F Xa yang dapat
mempercepat pembentukan fibrin,
2. Hasil degradasi awal dapat mempercepat pembekuan oleh thrombin atau sistem
pembekuan gel yang cepat. Masa protrombin umumnya kurang bermanfaat dalam evaluasi
DIC.
b.
Partial
Thrombin Time (PTT)
PTT diaktifkan
seharusnya juga memanjang pada DIC fulminan karena berbagai sebab sehingga
parameter ini lebih berguna pada masa protrombin. Plasmin menginduksi
biodegradasi F V, VIII, IX dan XI, yang seharusnya juga menyebabkan PTT
memanjang. Selain itu sama halnya dengan masa protrombin, PTT juga akan
memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg%.
PTT juga
memanjang pada DIC Karena pada FDP menghambat polimerisasi fibrin monomer.
Namun PTT yang memanjang dapat ditemukan pada 50-60% pasien DIC, dan oleh sebab
itu PTT yang normal tak dapat dipakai menyingkirkan DIC. Mekanisme terjdinya
PTT normal atau memendek pada 40-50% pasien DIC sama seperti pada masa
protrombin.
c.
Kadar Faktor
Pembekuan
Pemeriksaan
kadar faktor pada pembekuan memberikan sedikit informasi yang berarti pada
pasien DIC. Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya pada kebanyakan pasien DIC
fulminan faktor pembekuan yang aktif beredar dalam sirkulasi terutama F Xa, IXa
dan trombin. Pemeriksaan faktor yang didasarkan atas standar PTT dan masa
protrombin dengan teknik menggunakan difisiensi substrat akan memberikan hasil
yang tidak dapat diinterpretasi. Sebagai contoh jika F VIII diperiksa dengan
pasien DIC dengan disertai peningikata F Xa, jelas F VIII yang dicatat akan
tinggi karena dalam uji sistem F Xa melintas kebutuhan F VIII sehingga terjadi
perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan cepat dengan waktu yang dicatat
dalam kurva standar pendek, dan ini akan diinterpretasi sebagai kadar F VIII
yang tinggi.
d.
FDP
Kadar FDP akan
meningkat pada 85-100% kasus DIC. Hasil degradasi ini akibat biodegradasi
fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, jadi secara tidak langsung menunjukkan
bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah. Tes protamin sulfat
atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin monomer
soluble. Tetapi sama sepert FDP, tes ini bukan sebagai sarana diagostik, karena
fibrin monomer soluble juga terlihat pada situasi klinis lain, sama seperti
pada situasi klinis lain, seperti pada wanita dengan kontrasepsi oral, pasien
dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark miokard, pasien dengan penyakit
ginjal tertentu, pasien dengan thrombosis vena atau arteri, dan pasien dengan
tromboemboli.
e.
D- Dimer
Suatu test
terbaru untuk DIC adalah D-Dimer.D-Dimer merupakan hasil degradasi fibrin ikat
silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin kemudian diaktifkan oleh
factor XIII. Dari periksaan atau tes yang paling banyak dilakukan untuk menilai
KID. D-Dimer tamapaknya merupakan tes yang paling dapat dipercaya untuk menilai
kemungkinan DIC, Menunjukkan adanya D-Dimer apnormal pada 93% kasus, kadar AT
III apnorml pada 89% kasus, kadar fibri nopeptida apnormal pada 88% kasus, dan
titer FDP abnormal pada 75 % kasus.
Kadang-kadang
titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat negative pada DIC. Hal ini disebabkan
pada DIC akut jumlah plasmin yang beredar sngat banyak dan fibrinolisis
sekunder mengakibatkan degradasi Fragmen D & E, padahal fragmen inilah yang
dideteksi sebagai FDP. Selain itu penglepasan protease granulosid, kolagenase
dan elastase yang berlebihan dapat juga mengakibatkan dekradasi pada semua sisa
fragmen D & E dan akhirnya memberikan hasil FDP negative. Jadi FDP yang
negative belum dapat menyingkirkan diagnosis DIC. Dengan tersedianya
pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas
perannya dalam mendiagnosis DIC.
2.7
Penatalaksanaan
Medis
1) Atasi
penyakit primer yang dapat menimbulkan koagulasi intravaskular desiminata.
2) Pemberian
heparin.Heparin dapat diberikan 200 U/kg BB iv tiap 4-6 jam.Kenaikan kadar
fibrinogen plasma nyata dalam 6-8 jam,setelah 24-48 jam sesudah mencapai harga
normal.
3) Terapi
pengganti.Darah atau packed red cell diberikan untuk mengganti darah yang
keluar.Bila dengan pengobatan yang baik jumlah trombosit tetap rendah dalam
waktu sampai seminggu,berarti tatap mungkin terjadi perdarahan terus atau
ulangan,sehingga dalam keadaan ini perlu diberikan platelet concentrate.
4) Obat
penghambat fibrinotitik.Pemakaian Epsilon Amino Caproic Acid (EACA)
atau asam traneksamat untuk menghambat fibrinolisis sama sekali tidak boleh
dilakukan,karena akan menyebabkan trombosis.Bila perlu sekali,baru boleh
deberikan setelah heparin sudah disuntikan.Lama pengobatan tergantung dari
perjalanan penyakit primernya. Bila penyakit primernya dapat diatasi cepat
misalnya komplikasi kehamilan dan sepsis,pengobatan koagulasi intravsakular
desiminata hanya perlu untuk 1-2 hari.Pada keganasan leukimia dan
penyakit-penyakit lain dimana pengobatan tidak efektif,heparin perlu lebih lama
diberikan.Pada keadaan ini sebaiknya diberikan heparin subkutan secara
berkala.Antikoagulan lain jarang diberikan.Sodium warfarin kadang-kadang
memberikan hasil baik.
5) Penghilang
faktor pencetus.
6) Dapat
diberikan plasma yang mengandung faktor 8,sel darah merah,dan trombosit.
2.8
Komplikasi
Bekuan
yang banyak terbentuk akan menyebabkan hembatan aliran darah di semua organ
tubuh.Dapat terjadi kegagalan organ yang luas.Angka kematian lebih dari 50%.
1. Solusio
placenta
2. Preklamsia
dan eklamsia
3. Emboli
cairan amniotik
4. Perdarahan
obstrektif masif
5. Tertinggalnya
janin yang sudah meninggal dalam tubuh ibu.
2.9
Asuhan
Keperawatan
A.
Pengkajian
Pengkajian dengan
KID, meliputi :
1. Identitas
Identitas
pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
2. Keluhan
utama
Keluhan yang
sering menyebabkan klien dengan KID meminta pertolongan dari tim kesehatan,
yaitu :
-
Nyeri
-
Demam dengan suhu tinggi
-
Terdapat petekie
-
Kesadaran yang menurun sampai koma
3.
Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian
ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam melengkapi
pengkajian.
Provoking
Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab
nyeri, apakah nyeri berkurang apabila beristirahat?
Quality of
Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien? Region: di mana rasa nyeri itu timbul?
Severity of
Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien?
Time: berapa
lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada malam hari atau siang
hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga,
apakah timbul gejala secara terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa
yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan
gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
4.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian
yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah atau
sedang menderita menderita penyakit menahun. Tanyakan mengenai obat-obat yang
biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat yang meliputi penghilang
rasa nyeri tersebut.
5.
Riwayat Penyakit Keluarga
Secara
patologi KID tidak diturunkan, tetapi hanya merupakan
mekanisme perantara berbagai penyakit dengan gejala klinis tertentu.
6.
Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of
System )
Pemeriksaan
fisik pada klien dengan KID meliputi pemerikasaan fisik umum per system dari
observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2
(Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
B1
(Breathing)
-
Takipnea
B2 (Blood)
-
Petekie
-
Peningkatan suhu tubuh
-
Ekimosis
-
Hemoptisis
-
Sianosis
B3 (Brain)
-
Kesadaran : koma
B4 (Bladder)
-
Oliguria
B5 (Bowel)
-
Distensi abdomen
B6 (Bone)
-
Lemah
B.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan penurunan curah jantung.
2.
Perubahan perfusi
jaringan berhubungan dengan iskemia perifer.
3.
Hipertermi tubuh
berhubungan dengan proses inflamasi.
4.
Nyeri berhubungan
dengan pelepasan endotoksin oleh toksin.
5.
Gangguan eliminasi uri
berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal
6.
Nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan distensi abdomen.
7.
Intoleransi aktvitas
berhubungan dengan penurunan suplai O2dan nutrisi.
8.
Ansietas berhubungan
dengan ancaman kematian
C.
Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan yang b/d
iskemia perifer
Tujuan :
-
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x 24 jam, perfusi jaringan dapat adekuat.
Kriteria
Hasil :
-
Warna kulit : tidak cyanosis
-
Suhu : 36,5 – 37,50C
-
Nadi : 60-100 x/menit
-
Frekwensi nafas 16-24 x/menit
-
Aritmia (-)
-
CRT <2 detik
-
TD : 120/80 mmHg
-
Akral HKM
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Pantau Hasil pemeriksaan koagulasi,
tanda-tanda vital dan perdarahan baru.
2.
Waspadai perdarahan.
3.
Jelaskan tentang semua tindakan
yang diprogramkan dan pemeriksaan yang akan dilakukan
4.
Lakukan pendekatan secara tenang
dan beri dorongan untuk bertanya serta berikan informasi yang dibutuhkan
dengan bahasa yang jelas.
5.
Kolaborasi pemberian
-
Terapi heparin : perhatikan
pembentukan tanda-tanda antibodi antitrombosit oleh penurunan tiba-tiba dari
jumlah trombosit
-
Berikan transfusi darah sesuai
dengan prosedur dan evaluasi dengan ketat terhadap menifestasi reaksi
transfusi. Hentikan transfusi bila terjadi reaksi.
|
1.
Untuk mengidentifikasi indikasi
kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2.
Untuk meminimalkan potensial
perdarahan lanjut.
3.
Pengetahuan tentang apa yang
diharapkan membantu mengurangi ansietas.
4.
Pemecahan masalah sulit untuk
orang yang cemas, karena ansietas merusak belajar dan persepsi. Penjelasan
yang jelas dan sederhana paling baik untuk dipahami. Istilah medis dan
keperawatan dapat membingungkan klien dan meningkatkan ansietas.
5.
Bila penyakit primer diatasi,
tujuan tindakan tambahan adalah untuk mengontrol perdarahan dan memperbaiki
kadar faktor pembekuan yang normal. Transfusi darah mungkin diperlukan untuk
menggantikan faktor- faktor pembekuan dan memperbaiki anemia yang dapat
terjadi pada kehilangan darah berlebihan.
|
2. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan gangguan difusi O2& CO2.
Tujuan :
–
Dalam
waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan, tidak terjadi
gangguan pertukaran gas.
Kriteria hasil :
-
Pasien
dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs
normal :
·
PH =
7,35 -7,45
·
PO2 = 80-100 mmHg
·
Saturasi O2 = > 95 %
·
PCO2 = 35-45 mmHg
·
HCO3 = 22-26mEq/L
·
BE (kelebihan basa) =
-2 sampai +2
-
Bebas
dari gejala distress pernafasan
Intervensi
|
Rasional
|
Independen :
1.
Kaji status pernafasan, catat
peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas.
2.
Catat ada tidaknya suara nafas dan
adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing.
3.
Kaji adanya cyanosis.
4.
Observasi adanya somnolen,
confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat
5.
Berikan istirahat yang cukup dan
nyaman
Kolaboratif
:
6.
Berikan humidifier oksigen dengan
masker CPAP jika ada indikasi.
7.
Berikan pencegahan IPPB
8.
Review X-ray dada.
9.
Berikan obat-obat jika ada
indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan ekspektorant.
|
1.
Takipneu adalah mekanisme
kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas.
2.
Suara nafas mungkin tidak sama
atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di
permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran
alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus
pada jalan nafas
3.
Selalu berarti bila diberikan
oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis
dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik,
cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
4.
Hipoksemia dapat menyebabkan
iritabilitas dari miokardium
5.
Menyimpan tenaga pasien,
mengurangi penggunaan oksigen.
6.
Memaksimalkan pertukaran oksigen
secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai
7.
Peningkatan ekspansi paru
meningkatkan oksigenasi
8.
Memperlihatkan kongesti paru yang
progresif
9.
Untuk mencegah ARDS
|
3. Hipertermi b/d proses inflamasi
Tujuan :
Dalam waktu
3x24 jam, hipertermi dapat diatasi.
Kriteria
hasil :
-
Pasien melaporkan tubuhnya tidak
panas lagi
-
Suhu tubuh 36,5 – 37,50C
-
Akral tidak teraba panas
-
Mukosa lembab
-
Turgor elastis
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji suhu tubuh pasien.
2.
Beri kompres air hangat.
3.
Berikan/anjurkan pasien untuk
banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi).
4.
Anjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat.
5.
Observasi intake dan output, tanda
vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi.
6.
Kolaborasi : pemberian cairan
intravena dan pemberian obat sesuai program.
|
1. Mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi.
2. Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat
mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau
menggigil.
3. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi
4. Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat
dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
5. Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
6. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang
tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
|
4.
Intoleransi
Aktivitas b/d penurunan suplai O2
Tujuan :
-
Dalam waktu 3x24 jam pasien dapat
kembali normal
Kriteria
Hasil :
-
Dapat mlakukan aktifitas sehari-hari
-
Tidak menunjukkan kelemahan
-
TD 120/80 mmHg
-
Nadi 60-100 kali/menit
-
Frekwensi pernafasan 16-24
kali/menit
-
Suhu 36,5-37,50C
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji kemampuan pasien untuk
melakukan tugas.
2.
Awasi TD, nadi, pernafasan, selama
dan sesudah aktivitas.
3.
Berikan lingkungan tenang.
Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
4.
Rencanakan kemajuan aktivitas
dengan pasien.
|
1.
Mempengaruhi pilihan
intervensi/bantuan
2.
Manifestasi kardiopulmonal dari
upaya jantung dan paru utnuk membawa jumlah O2 adekuat ke
jaringan.
3.
Meningkatkan istirahat untuk
menurunkan kebutuhan oksigen tubuh.
4.
Meningkatkan secara bertahap
aktivitas sampai normal.
|
5.
Nyeri b.d
trauma jringan
Tujuan :
-
Dalam waktu 1x24 jam,nyeri berkurang atau terkontrol.
Kriteria Hasil :
-
Klien mengatakan merasa nyaman
-
Postur tubuh dan wajah relaks
-
Mengungkapkan nyeri berkurang/
terkontrol
-
Menyatakan metode yang memberikan
pengurangan.
-
Skla nyeri 0-3
-
TD 120/80 mmHg
-
Nadi 60-100 kali/menit
-
Frekwensi pernafasan 16-24
kali/menit
-
Suhu 36,5-37,50C
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Observasi karakteristik nyeri.
Misalnya: tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan karakter
/lokasi/intensitas nyeri.
2.
Pantau TTV.
3.
Berikan tindakan nyaman. Misalnya:
pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang, relaksasi/latihan nafas.
4.
Tawarkan pembersihan mulut dengan
sering.
5.
Anjurkan dan bantu pasien dalam
teknik menekan dada selama episode batukikasi.
6.
Kolaborasi dalam pemberian
analgesik sesuai indikasi
|
10.
Nyeri
merupakan respon subjekstif yang dapat diukur.
11.
Perubahan
frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila
alasan untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
12.
Tindakan
non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan
ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
13.
Pernafasan
mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa,
potensial ketidaknyamanan umum.
14.
Alat
untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan
upaya batuk.
15.
Obat
ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif, meningkatkan
kenyamanan
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Disseminated Intravascular
Coagulation adalah penyakit faktor pembekuan dalam tubuh berkurang sehingga
terbentuk bekuan-bekuan darah yang tersebar di seluruh pembuluh darah.
DIC merupakan suatu keadaan unik
yang ditandai oleh pembentukan emboli multipel diseluruh mikrovaskular.DIC
dikarakteristikan oleh skselerasi proses koagulasi di mana trombosis dan
hemorragi terjadi secara simultan.
Pelepasan materi prokoagulan ke
dalam sirkulasi atau kerusakan sel endotel menyebabkan aktivasi generalisata jalur
koagulasi dan fibrinolitik yang menyebabkan deposisi fibrin yang meluasdalam
sirkulasi.
3.2
Saran
Kepada
para calon perawat sebaiknya kita lebih memahami dan mempelajari tentang kasus
kasus yang terjadi pada klien kita nanntinya ketika di rumah sakit.Agar kita
nantinya dapat menangani klien kita dengan asuhan keperawatan yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Danu. 2010. Koagulasi Intravascular desiminata. http://kid.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 18 November 2012 pada pukul 19.30 WIB
Handayani, Wiwik. 2008. Asuhan Keperawatn pada Klien dengan Gangguan
Sistem Hematologi. Jagakarsa, Jakarta: Salemba Medika.
Jo, Dwi. 2011. 13 Faktor Pembekuan
Darah. http://dwi-jo.blogspot.com/2011/12/13-faktor-pembekuan-darah.html
. Diakses pada tanggal 22November 2012 Pukul 12.10 WIB
Kurniawan, Ricky. 2012. Alur Pembekuan Darah dan Faktor Pembekuan Darah. http://ricky-kurniawan-20-12-1993.blogspot.com/2012/06/alur-pembekuan-darah-dan-faktor.html
. Diakses tanggal 22 November 2012 Pukul 12.17 WIB
Laila, lestari. 2011. Askep
KID/DIC. http://lezz-cahaya.blogspot.com/2011/03/askep-kiddic.html diakses pada tanggal 22 November Pukul 18.27 WIB
Mehta,
Atul. 2008. At a Glance Hematologi.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Nn.2012. ASKEP Disseminated
Intravaskular Coagulation (DIC). http://phariztt.blogspot.com/2012/01/askep-disseminated-intravaskular.html. Diakses pada
tanggal 22 November 2012 Pukul 12.33 WIB