BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Penyakit
infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit kedalam
tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab
kesakitan dan kematian di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bagi
penderita, selain menyebabkan penderitaan fisik, infeksi juga menyebabkan
penurunan kinerja dan produktifitas, yang pada gilirannya akan mengakibatkan
kerugian materil yang berlipat-lipat. Bagi Negara, tingginya kejadian infeksi
di masyarakat akan menyebabkan penurunan produktifitas nasional secara umum,
sedangkan dilain pihak juga menyebabkan peningkatan pengeluaran yang berhubungan
dengan upaya pengobatannya.
Sebagaimana
diketahui, infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, maupun jamur, dan
dapat terjadi di masyarakat (community acquired) maupun di rumah sakit
(hospital acquired). Pasien yang sedang dalam perawatan di rumah sakit memiliki
resiko tertular infeksi lebih besar dari pada di luar rumah sakit. Lingkaran
infeksi dapat terjadi antara pasien, lingkungan/vektor, dan mikroba.
Sebagaimana
uraian diatas, maka dalam makalah ini kami akan membahas mengenai salah satu
masalah yang diakibatkan oleh terjadinya inveksi terhadap jaringan otak oleh virus,
bakteri, cacing, protozoa, jamur, atau ricketsia, yang biasa disebut dengan
ensefalitis.
Ensefalitis
adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa,
jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000). Ada banyak tipe-tipe dari ensefalitis,
kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi yang disebabkan oleh
virus-virus. Ensefalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang
menyebabkan peradangan dari otak.
Dengan gejala-gejala
seperti panas badan meningkat, sakit kepala,
muntah-muntah lethargi, kaku kuduk, gelisah, serta gangguan pada penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang. Virus atau
bakteri memasuki tubuh melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna, setelah masuk ke dalam tubuh, virus dan bakteri akan menyebar ke
seluruh tubuh dengan beberapa cara. Salah satunya adalah pada jaringan otak
yang nantinya akan menyebabkan ensefalitis.
Berdasarkan faktor penyebab yang
sering terjadi maka ensefalitis diklasifikasikan menjadi enam tipe, yaitu :
ensefalitis supurativa, ensefalitis siphylis, ensefalitis virus, ensefalitis
karena fungus, ensefalitis karena parasit, dan riketsiosa serebri. Adapun
pelaksanaan yang bisa dilakukan untuk menangani masalah ensefalitis adalah
dengan pemberian antibiotik, isolasi untuk mengurangi stimuli dari luar, terapi
anti mikroba, mengontrol terjadinya kejang dan lain-lain.
Encephalitis
Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV ( Herpes Simplek Virus )
yang mempunyai mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama pada neonates.
EHS (Encephalitis Herpes Simplek ) yang tidak diobati sangat buruk dengan
kematian 70-80% setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan.
Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala
sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati.
Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk,
demikian juga koma, pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh
sengan gejala sisa yang berat
1.2
Rumusan
Masalah
a. Apa
yang dimaksud dengan ensefalitis ?
b. Apa
saja yang bisa menjadi faktor penyebab, tanda dan gejala, serta proses terjadinya ensefalitis ?
c. Bagaimana
penatalaksanaan terhadap pasien dengan masalah ensefalitis ?
d. Asuhan
keperawatan apa saja yang bisa dilakukan terhadap pasien dengan masalah
ensefalitis ?
e. Apa
yang dimaksud dengan legal etis dalam keperawatan serta prinsip-prinsip apa
saja yang harus dipegang sebagai seorang perawat?
1.3
Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
a. Menambah
pengetahuan mahasiswa mengenai ensefalitis serta mampu menerapkan asuhan
keperawatan yang dilakukan pada masalah ensefalitis.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa
mampu mengetahui definisi dari ensefalitis.
b. Mahasiswa
mampu mengetahui faktor penyebab, tanda dan gejala, serta proses terjadinya
ensefalitis.
c. Mahasiswa
mampu mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan masalah
ensefalitis.
d. Mahasiswa
mampu mengetahui asuhan keperawatan yang bisa dilakukan terhadap pasien dengan
masalah ensefalitis.
e. Mahasiswa
mampu memahami pengertian dari legal dan etis dalam keperawatan serta
mengetahui prinsip-prinsip yang harus dipegang sebagai seorang perawat
profesional.
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Ensefalitis
adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000).
Encephalitis
adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis,
kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering
infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga
disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.
Ensefalitis adalah infeksi yang
mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non
purulent.
Ensefalitis
adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang
ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau
komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau
sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti
toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic meningoencephalitis juga dapat
menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya kurang.
Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan menyebabkan
kematian.
2.2 Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat
menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri
penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus
aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis
bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000).
Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari
thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang
terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus
langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau
vaksinasi terdahulu.
Klasifikasi encephalitis berdasar
jenis virus serta epidemiologinya ialah:
a. Infeksi virus yang bersifat endemik
1) Golongan enterovirus :
Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
2) Golongan virus Arbo : Western equine
encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B
encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadik
: Rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic
choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi
belum jelas.
c. Encephalitis pasca-infeksi :
pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-vaksinia,
pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi
traktus respiratorius yang tidak spesifik. (Robin cit. Hassan, 1997).
2.3 Patogenesis Ensefalitis
Virus masuk kedalam tubuh klien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna, setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh
dengan beberapa cara:
a.
Setempat: virus alirannya terbatas menginfeksi
selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
b. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan
berkembang biak di organ tersebut.
c. Penyebaran melalui saraf-saraf :
virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
2.4 Manifestasi Klinis
Adapun gejala-gejala yang mungkin timbul pada masalah
ensefalitis adalah :
a.
Panas badan meningkat.
b.
Sakit kepala.
c.
Muntah-muntah lethargi.
d.
Kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
e.
Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.
f.
Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang.
2.5 Klasifikasi
Ensefalitis
diklasifikasikan menjadi :
a.
Ensefalitis
Supurativa
a. Patogenesis
Peradangan
dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media, mastoiditis, sinusitis, atau
dari piema yang berasal dari radang, abses di dalam paru, bronkiektasi,
empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam
otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang
adalah edema, kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses.
Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit
yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk
ventrikel.
b. Manifestasi
Klinis
Secara
umum gejala yang timbul dapat berupa trias ensefalitis seperti :
1) Demam.
2) Kejang.
3) Kesadaran menurun.
4) Bila ensefalitis berkembang menjadi
abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya
tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala yang kronik dan progresif, muntah,
penglihatan kabur, kejang, dan kesadaran menurun.
5) Pada pemeriksaan mungkin terdapat
edema papil.
6) Tanda-tanda defisit neurologis
tergantung pada lokasi dan luas abses.
c. Terapi pada ensefalitis supurativa
adalah dengan pemberian:
1)
Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.
2)
Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.
b.
Ensefalitis Siphylis
a. Patogenesis
Disebabkan
oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya
sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium yang terluka,
kuman tiba di sistem limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah
sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga
menginvasi susunan saraf pusat. Treponema pallidum akan tersebar diseluruh
korteks serebri dan bagian-bagian lain susunan saraf pusat.
b. Manifestasi
Klinis
Adapun
gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian yaitu :
1) Gejala-gejala neurologis
a) Kejang-kejang yang datang dalam
serangan-serangan.
b) Afasia.
c) Apraksia.
d) Hemianopsia.
e) Penurunan kesadaran
f) Pupil Agryll- Robertson.
g) Nervus opticus dapat mengalami
atrofi.
h) Pada stadium akhir timbul
gangguanan-gangguan motorik yang bersifat progresif.
2) Gejala-gejala mental
a) Timbulnya proses dimensia yang
progresif.
b) Intelgensia yang mundur
perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang efektifnya kerja.
c) Daya konsentrasi mundur.
d) Daya ingat berkurang.
e) Daya pengkajian terganggu.
c. Terapi pada ensefalitis siphylis
1)
Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14
hari.
2)
Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskular +
probenesid 4x500mg oral 14 hari.
3)
Bila alergi pada penisilin, maka bisa diberikan :
a) Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral
selama 30 hari.
b) Eritromisin 4 x 500 mg per oral
selama 30 hari.
c) Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena
selama 6 minggu.
d) Seftriaxon 2 g intra vena/intra
muscular selama 14 hari.
c.
Ensefalitis
Virus
Adapun virus yang dapat menyebabkan
radang otak pada manusia adalah sebagai berikut :
a. Virus RNA
1)
Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili.
2)
Rabdovirus : virus rabies.
3)
Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis
Jepang B, virus dengue).
4)
Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A, B,
echovirus).
5)
Arenavirus: virus koriomeningitis limfositoria.
b. Virus DNA
1)
Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes
simpleks, sitomegalivirus, virus Epstein-barr Poxvirus : variola, vaksinia.
2)
Retrovirus: AIDS.
c. Manifestai Klinis
1)
Demam.
2)
Nyeri kepala
3)
Vertigo.
4)
Nyeri badan.
5)
Nausea.
6)
Kesadaran menurun.
7)
Kejang-kejang.
8)
Kaku kuduk.
9)
Hemiparesis dan paralysis bulbaris.
d. Terapi pada ensefalitis karena virus
1)
Pengobatan simtomatis
a) Analgetik dan antipiretik : Asam
mefenamat 4 x 500 mg.
b) Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml
intravena 2 x sehari.
2)
Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan
penyebab herpes zoster-varicella.
3)
Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari
atau 200 mg peroral tiap 4 jam selama 10 hari.
d.
Ensefalitis
Karena Parasit
a. Malaria
Serebral
Plasmodium falsifarum penyebab
terjadinya malaria serebral. Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah
mengenai parasit. Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan
melekat satu sama lainnya sehingga menimbulkan penyumbatan-penyumbatan.
Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus ditemukan
pada selaput otak dan jaringan otak.
Gejala-gejala yang timbul adalah
demam tinggi, kesadaran menurun hingga koma. Kelainan neurologik tergantung
pada lokasi kerusakan-kerusakan yang terjadi.
b. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa
biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala kecuali dalam keadaan dengan daya
imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk
kista terutama di otot dan jaringan otak.
c. Amebiasis
Amuba
genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air yang
terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis akut.
Gejala-gejalanya
adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran
menurun.
d. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva
menembus mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan.
Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan
parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam
sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya.
Gejala-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan yang
terjadi.
e. Terapi pada ensefalitis karena parasit
1)
Malaria serebral : Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4
jam, setiap 8 jam hingga tampak perbaikan.
2)
Toxoplasmosi
a) Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral
selama 1 bulan.
b) Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral
selama 1 bulan.
c) Spiramisin 3 x 500 mg/hari.
3)
Amebiasis : Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.
e.
Ensefalitis
Karena Fungus
Fungus yang dapat menyebabkan radang
antara lain : candida albicans, Cryptococcus neoformans, Coccidiodis,
Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi
fungus pada sistem saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang
memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun.
a. Terapi pada ensefalitis karena
fungus
1) Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari
intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu.
2) Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena
selama 6 minggu.
f.
Riketsiosis
Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh
melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding
pembuluh darah timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear,
yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam
pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis.
Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala,
demam, sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala
neurologik menunjukan lesi yang tersebar.
a. Terapi pada riketsiosis serebri
1) Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena
selama 10 hari.
2) Tetrasiklin 4x 500 mg per oral
selama 10 hari.
2.6
WOC
Ensefalitis
Virus / Bakteri
|
Mengenai CNS
|
Ensefalitis
|
TIK
|
Kejaringan
Susunan Saraf Pusat
|
Panas/sakit
kepala
|
Disfungsi
hipotalamus
|
Hipertermi
|
Kerusakan
Susunan Saraf Pusat
|
- Gangguan
penglihatan
- Kejang
spastik
- Gangguan
bicara
- Gangguan
pendengaran
- Kelemahan
gerak
|
Resiko
cedera
|
Gangguan
rasa nyaman
|
Inflamatorykepala
|
Hipertemi
|
Hipermetabolik
|
Gangguan
sensorik dan motorik
|
2.7
Pemeriksaan
Penunjang
a. Biakan :
1) Dari darah : viremia berlangsung
hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang positif.
2) Dari likuor serebrospinalis atau
jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran jenis kuman dan
sensitivitas terhadap antibiotika.
3) Dari feses, untuk jenis enterovirus
sering didapat hasil yang positif .
4) Dari swap hidung dan tenggorokan,
akan didapat hasil kultur positif.
b. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi
komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan
serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit
timbul.
c. Pemeriksaan darah : terjadi
peningkatan angka leukosit.
d. Punksi lumbal Likuor
serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit
peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
e. EEG/ Electroencephalography
EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan
kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf,
bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik
berbeda dari pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer, 2002).
f. CT scan Pemeriksaan CT scan
otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat hasil edema
diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus
inferomedial temporal dan lobus frontal (Victor, 2001).
2.8
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
yang dilakukan pada ensefalitis antara lain :
a. Isolasi
: isolasi
bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter
:
1)
Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
2)
Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
3)
Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen
antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis
30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan
(Victor, 2001).
4)
Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika
secara polifragmasi.
c. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak
1)
Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan
jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
2)
Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari
disuntikkan dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
3)
Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga
digunakan untuk menghilangkan edema otak.
d. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas
kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
1)
Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
2)
Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan
dosis yang sama.
3)
Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang,
berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
e. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan
(2-3l/menit).
f. Penatalaksanaan shock septik.
g. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
h. Untuk mengatasi hiperpireksia,
diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya
pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di
atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari
dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3
kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau
parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral (Hassan,
1997).
2.9
Asuhan
Keperawatan Masalah Ensefalitis
2.9.1
Pengkajian
a. Identitas
: Ensefalitis
dapat terjadi pada semua kelompok umur.
b. Keluhan
Utama, berupa panas
badan meningkat, kejang, dan kesadaran menurun.
c. Riwayat
Penyakit Sekarang : Mula-mula
anak rewel, gelisah, muntah-muntah, panas badan meningkat kurang lebih 1-4
hari, sakit kepala.
d. Riwayat
Penyakit Dahulu : Klien
sebelumnya menderita batuk, pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita
penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan.
e. Riwayat
Penyakit Keluarga : Keluarga
ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dan
lain-lain. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus, E, Coli, dan
lain-lain.
f. Imunisasi
: Kapan
terakhir diberi imunisasi DTP, karena ensefalitis dapat terjadi pada post
imunisasi pertusis.
a.
Pola-pola
Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi
dan tata laksana hidup sehat.
a) Kebiasaan : sumber air yang
dipergunakan dari PAM atau sumur, kebiasaan buang air besar di WC, lingkungan
penduduk yang berdesaan (daerah kumuh).
b) Status Ekonomi: Biasanya menyerang
klien dengan status ekonomi rendah.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
a)
Menyepelekan anak yang sakit, tanpa pengobatan yang
semestinya.
b)
Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makanan dan cairan
dalam jumlah kurang dari kebutuhan tubuh.
c)
Pada klien dengan Ensefalitis biasanya ditandai dengan
adanya mual, muntah, kepala pusing, dan kelelahan.
d) Status Gizi yang berhubungan dengan
keadaan tubuh. Postur tubuh biasanya kurus, rambut merah karena kekurangan
vitamin A, berat badan kurang dari normal.
3) Pola eliminasi
a)
Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada klien
Ensefalitis karena klien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi
obstivasi.
b)
Kebiasaan BAK sehari-hari. Biasanya pada klien Ensefalitis
kebiasaan miksi normal frekuensi normal.
c)
Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi urine
akan menurun, konsentrasi urine pekat.
4) Pola tidur dan istirahat. Biasanya
pola tidur dan istirahat pada klien Ensefalitis biasanya tidak dapat dikaji
karena klien sering mengalami apatis sampai koma.
5) Pola Aktivitas
a)
Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan
karena klien Ensefalitis mengalami kelemahan penurunan kesadaran.
b)
Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka
latihan gerak dilakukan latihan positif.
c)
Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada klien
gizi buruk maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM.
d) Kekuatan otot berkurang karena klien
Ensefalitis dengan gizi buruk .
e)
Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung
,ginjal ,mudah terkena infeksi, anemia berat, aktifitas fagosit turun, Hb
turun, punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan.
6) Pola hubungan dengan peran.
Interaksi dengan keluarga atau orang lain biasanya pada klien dengan
Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai
koma.
7) Pola
persepsi dan pola diri. Pada klien Ensenfalitis umur > 4, pada persepsi dan
konsep diri yang meliputi Body Image, self Esteem, identitas deffusion deper
sonalisasi belum bisa menunjukkan perubahan.
8) Pola
sensori dan kuanitif. Daya
penciuman, rasa, raba, penglihatan, pendengaran tidak dapat dievaluasi.
9) Pola
reproduksi seksual. Bila
anak laki-laki apakah testis sudah turun, fimosis ada/tidak.
10) Pola
penanggulangan stres. Pada
klien Ensefalitis karena terjadi gangguan kesadaran :
a)
Stress fisiologi ( anak hanya dapat mengeluarkan air mata
saja , tidak bisa menangis dengan keras (rewel) karena terjadi afasia.
b)
Stress Psikologi tidak di evaluasi.
11) Pola
tata nilai dan kepercayaan. Anak umur 18 bulan belum bisa dikaji.
2.9.2
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah
pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan
(Boedihartono, 1994). Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada masalah ensefalitis adalah :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d sakit
kepala mual.
b. Hipertemi
b/d reaksi inflamasi.
c. Gangguan sensorik motorik
(penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
d. Resiko terjadi kontraktur b/d
spastik berulang.
2.9.3
Intervensi
Keperawatan
Intervensi
adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994).
Intervensi keperawatan pasien dengan masalah ensefalitis adalah :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d sakit
kepala mual.
Tujuan
: Nyeri teratasi.
Kriteria
hasil :
1) Melaporkan nyeri hilang atau
terkontrol.
2) Menunjukkan postur rileks dan mampu
tidur/istirahat dengan tepat.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri :
Berikan tindakan nyaman.
|
Tindakan non analgetik dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memeperbesar efek terapi analgetik.
|
Berikan lingkungan yang tenang,
ruangan agak gelap sesuai indikasi.
|
Menurunkan reaksi terhadap stimulasi
dari luar atau sensitivitas terhadap cahaya dan meningkatkan
istirahat/relaksasi.
|
Kaji intensitas nyeri.
|
Untuk menentukan tindakan yang
akan dilakukan kemudian.
|
Tingkatkan tirah baring, bantu
kebutuhan perawatan diri pasien.
|
Menurunkan gerakan yang dapat
meningkatkan nyeri.
|
Berikan latihan rentang gerak
aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher/bahu.
|
Dapat membantu merelaksasikan
ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman
tersebut.
|
Kolaborasi
:
Berikanan
algesik sesuai indikasi.
|
Obat ini dapat digunakan untuk
meningkatkan kenyamanan /istirahat umum.
|
b. Hipertermi
b/d reaksi inflamasi.
Tujuan : Suhu tubuh normal.
Kriteria
hasil : Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri :
Pantau suhu
pasien, perhatikan menggigil/ diaforesis.
|
Suhu
38,9-41,1 C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
|
Pantau suhu lingkungan, batasi /
tambahkan linen tempat tidur sesuai
indikasi.
|
Suhu
ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal.
|
Berikan
kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.
|
Dapat membantu mengurangi
demam.
|
Kolaborasi :
Berikan
antipiretik sesuai indikasi.
|
Digunakan untuk mengurangi
demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
|
c. Gangguan sensorik motorik
(penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
Tujuan : Memulai/mempertahankan
tingkat kesadaran dan fungsi perseptual.
Kriteria hasil : Mengakui perubahan
dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual.
Mendemonstrasikan perilaku untuk
mengkompensasi terhadap hasil.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri :
Lihat kembali proses patologis
kondisi individual.
|
Kesadaran akan tipe/daerah yang terkena membantu. dalam
mengkaji/ mengantisipasi defisit spesifik dan keperawatan
|
Evaluasi adanya gangguan penglihatan
|
Munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak negatif
terhadap kemampuan pasien untuk menerima lingkungan.
|
Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang
membahayakan.
|
Menurunkan/ membatasi jumlah stimuli yang mungkin dapat
menimbulkan kebingungan bagi pasien.
|
d. Resiko terjadi kontraktur b/d
spastik berulang.
Tujuan :
Tidak terjadi kontraktur.
Ktiteria
hasil : Tidak terjadi kekakuan sendi.
Dapat menggerakkan anggota tubuh.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri: Berikan penjelasan
pada keluarga klien tentang penyebab terjadinya spastik dan terjadi kekacauan
sendi.
|
Dengan
diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program perawatan.
|
Lakukan
latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap.
|
Melatih
melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.
|
Lakukan
perubahan posisi setiap 2 jam.
|
Dengan
melakukan perubahan posisi diharapkan perfusi ke Jaringan lancar,
meningkatkan daya pertahanan tubuh.
|
Kolaborasi
untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi.
|
Diberi
dilantin / valium , kejang / spastik hilang.
|
2.9.4
Implementasi
Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Implementasi keperawatan pasien dengan masalah ensefalitis meliputi :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d sakit
kepala mual.
NO
|
IMPLEMENTASI
|
1
|
Memberikan tindakan nyaman.
|
2
|
Memberikan lingkungan yang tenang,
ruangan agak gelap sesuai indikasi.
|
3
|
Mengkaji intensitas nyeri.
|
4
|
Meningkatkan tirah baring, bantu
kebutuhan perawatan diri pasien.
|
5
|
Memberikan latihan rentang gerak
aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher/bahu.
|
6
|
Berkolaborasi
untuk pemberian analgesik sesuai indikasi.
|
b. Hipertermi b/d reaksi inflamasi
NO
|
IMPLEMENTASI
|
1
|
Memantau suhu
pasien, perhatikan menggigil/ diaforesis.
|
2
|
Memantau suhu lingkungan, batasi /
tambahkan linen tempat tidur sesuai
indikasi.
|
3
|
Memberikan
kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.
|
4
|
Berkolaborasi
untuk pemberian antipiretik sesuai indikasi.
|
c. Gangguan sensorik motorik
(penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
NO
|
IMPLEMENTASI
|
1
|
Melihat kembali proses patologis
kondisi individual.
|
2
|
Mengevaluasi adanya gangguan penglihatan
|
3
|
Menciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot
yang membahayakan.
|
d. Resiko terjadi kontraktur b/d
spastik berulang.
NO
|
IMPLEMENTASI
|
1
|
Memberikan penjelasan pada
keluarga klien tentang penyebab terjadinya spastik dan terjadi kekacauan
sendi.
|
2
|
Melakukan
latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap.
|
3
|
melakukan
perubahan posisi setiap 2 jam.
|
4
|
Berkolaborasi
untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi.
|
2.9.5
Evaluasi
Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28) Evaluasi pada pasien dengan masalah ensefalitis
adalah :
a. Pemenuhan nutrisi pasien adekuat.
b. Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.
c. Tidak mengalami kejang atau cedera
lainnya.
2.10Aspek Dan Etis
Etik adalah studi tentang prilaku,
karakter dan motif yang baik, serta ditekankan pada penetapan apa yang
baik dan berharga bagi semua orang (fundamental).
a.
Etik dalam
keperawatan
Untuk menjadi perawat yang profesional
perawat tersebut harus mampu secara aktif berpartisipasi dengan
klien dalam menjalankan praktik keperawatan, yaitu dengan cara bertanggung
jawab dan tanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukan.
b.
Cara
pengambilan keputusan yang etis
1. Menunjukkan
maksud dan tujuan yang baik.
2. Mengidentifikasi
semua orang penting.
3. Mengumpulkan
informasi yang relevan.
4. Mengidentifikasi
prinsip etis yang penting.
5. Mengusulkan
tindakan alternatif.
6. Melakukan
tindakan.
c.
Prinsip-prinsip
Etika Keperawatan
Etika berkenaan dengan pengkajian
kehidupan moral secara sistematis dan dirancang untuk melihat apa yang harus
dikerjakan, apa yang harus dipertimbangkan sebelum tindakan tersebut dilakukan,
dan ini menjadi acuan untuk melihat suatu tindakan benar atau salah secara
moral. Terdapat beberapa prinsip etik dalam pelayanan kesehatan dan keperawatan
yaitu :
a. Otonomi
(penentu pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi
menghargai hak klien untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak
autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara holistik.
b. Beneficience
(do good)
Beneficence berarti melakukan yang baik.
Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik, yaitu mengimplemtasikan
tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.
c. Justice
(perlakuan adil)
Perawat hendaknya mengambil keputusan
dengan menggunakan rasa keadilan.
d. Non
maleficience (do no harm)
Non Maleficence berarti tugas yang
dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah
prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti
dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.
e. Fidelity
(setia)
Fidelity berarti setia terhadap
kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang.
f. Veracity
(kebenaran)
Veracity mengacu pada mengatakan
kebenaran. Sebagian besar anak-anak diajarkan untuk selalu berkata jujur,
tetapi bagi orang dewasa, pilihannya sering kali kurang jelas.
g. Moral
right
Hak-hak klien harus dihargai dan
dilindungi. Hak-hak tersebut menyangkut kehidupan, kebahagiaan, kebebasan,
privacy, self-determination, perlakuan adil dan integritas diri.
BAB
3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ensefalitis
adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000). Ensefalitis
disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, fungus dan riketsia. Ensefalitis
diklasifikasikan menjadi :
a.
Ensefalitis supurativa.
b.
Ensefalitis siphylis.
c.
Ensefalitis virus.
d.
Ensefalitis karena
parasit : malaria serebral, toxoplasmosis, amebiasis dan sistiserkosis.
e.
Ensefalitis karena
fungus.
f.
Riketsiosis serebri.
Penatalaksaan
pada masalah ini dilakukan sesuai dengan penyebab terjadinya ensefalitis
tersebut, antara lain seperti : pemberian antibiotik, antifungi, antiparasit,
antivirus dan pengobatan simptomatis berupa pemberian analgetik antipiretik serta
antikonvulsi.
3.2 Saran
Sehat merupakan sebuah keadaan yang
sangat berharga, sebab dengan kondisi fisik yang sehat seseorang mampu
menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga
kesehatan seluruh organ yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat
betapa berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta
aktifitas seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
2011. Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Ensefalitis. (online). http://bkp2011. blogspot.
com /2011/03/asuhan-keperawatan-pada-pasien_24.html,
diakses tanggal 16 Oktober 2011 pukul 10.00
Arif, Mansur. (2000). Kapita Selekta
Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Doengoes, Marilynn.E. (1999). Rencana
Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC