BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan jiwa menurut Yosep(2007) adalah
kumpulan dari keadaan – keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan
fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan terbagi dalam dua golongan yaitu :
Gangguan jiwa(Neurosa) dan sakit jiwa (psikosa). Keabnormalan terlihat dalam
berbagai gejala adalah ketegangan(tension), rasa putus asa dan murung, gelisah,
cemas, perbuatan yang terpaksa, hysteria, rasa lemah dan tidak mampu mencapai
tujuan.
Komunikasi terapeutik pada pasien gangguan
jiwa dari berbagai masalah sangatlah penting karena pasien tersebut berbeda
dari pasien biasanya. Pasien yang mengalami gangguan jiwa membutuhkan asuhan
keperawatan yang sangat spesifik dari segi mental atau kejiwaannya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi dari gangguan jiwa ?
1.2.2 Apa penyebab umum gangguan jiwa ?
1.2.3 Bagaimana gejala umum gangguan jiwa ?
1.2.4 Apa
tujuan komunikasi pada pasien jiwa ?
1.2.5 Bagaimana komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa dengan
berbagai masalah?
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengklasifikasikan pasien gangguan jiwa dari berbagai
masalah dan cara berkomunikasi yang baik dengan pasien
1.3.2
Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari gangguan jiwa
1.3.2.2
Mahasiswa dapat mengetahui penyebab umum gangguan jiwa
1.3.2.3
Mahasiswa dapat mengetahui gejala umum gangguan jiwa
1.3.2.4
Mahasiswa dapat mengetahui tujuan komunikasi pada pasien jiwa
1.3.2.5 Mahasiswa dapat mengetahui komunikasi terapeutik pada pasien gangguan
jiwa dengan berbagai masalah
1.4 Manfaat
Mahasiswa dapat berkomunikasi dengan pasien
yang mengalami gangguan jiwa agar dapat memenuhi kebutuhan dasar pasien
BAB 2
ISI
2.1 Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa menurut Yosep(2007) adalah
kumpulan dari keadaan – keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan
fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan terbagi dalam dua golongan yaitu :
Gangguan jiwa(Neurosa) dan sakit jiwa (psikosa). Keabnormalan terlihat dalam
berbagai gejala adalah ketegangan(tension), rasa putus asa dan murung, gelisah,
cemas, perbuatan yang terpaksa, hysteria, rasa lemah dan tidak mampu mencapai
tujuan. Perbedaan neurosa dengan psikosa adalah jika neurosa masih mengetahui
dan mereasakan kesukarannya, serta kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan
masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya sedangkan penderita psikosa tidak
memahami kesukarannya, kepribadiannya(dari segi tanggapan, perasaan/ emosi, dan
dorongan motivasinya sangat terganggu ), tidak ada integritas dan ia hidup jauh
dari alam kenyataan(Zakiah dalam Yosep, 2007).
2.2 Penyebab Umum Gangguan Jiwa
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi
oleh factor-faktor pada ketiga unsur yang terus-menerus saling
mempengaruhi(Yosep,2007) yaitu :
1.
Faktor – factor somatic (somatogenik) atau organobiologis
a.
Neroanatomi
b.
Nerofisiologi
c.
Nerokimia
d.
Tingkat kematangan dan perkembangan organic
2.
Faktor – faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif
a.
Interaksi ibu-anak: normal(rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal
bedasarkan kekurangan, distorsi, dan keadaan yang terputus(perasaan tak percaya
dan kebimbangan)
b.
Peranan ayah
c.
Persaingan antara saudara kandung
d.
Intelegensi
e.
Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
f.
Kehilangan yang menngakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa
salah
g.
Konsep diri, pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak
menentu
h.
Keterampilan, bakat, dan kreatifitas
i.
Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
j.
Tingkat perkembangan emosi
3.
Faktor-faktor sosio-budaya(sosiogenik) atau sosiokultural
a.
Kestabilan keluarga
b.
Pola mengasuh anak
c.
Tingkat ekonomi
d.
Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
2.3 Gejala Umum Gangguan Jiwa
Gejala umum yang
muncul pada seseorang yang mengalami gangguan mental (Sundari,2005) adalah :
1.
Keadaan Fisik
Gejala fisik dapat dirasakan oleh orang yang
bersangkutan, kadang-kadang dapat diketahui oleh orang lain. Beberapa contoh
sebagai berikut :
a.
Suhu badan berubah
Orang normal rata-rata mempunyai suhu badan
sekitar 37 C, bila demam suhu badan berubah. Pada orang yang sedang mengalami
gangguan mental meskipun secara fisik tidak terkena penyakit kadangkala
mengalami perubahan suhu. Seorang anak yang ditinggal tugas keluar kota oleh
ayahnya suhu tubuhnya naik, ketika ayah pulang kembali normal.
b.
Denyut nadi menjadi cepat
Nadi berdenyut berirama, terjadi sepanjang
hayat. Kalau menghadapi kejadian yang tidak menyenangkan, seorang dapat
mengalami denyut nadi semakin cepat, dengan memeriksa nadi pergelangan tangan.
c.
Berkeringat banyak
Orang yang dipermalukan di depan umum,
perasaannya terpukul.karena menahan amarah, malu, keringat bercucuran sehingga
sibuk menyeka keringatnya yang keluar.
d.
Nafsu makan berkurang
Orang yang sedang terganggu mentalnya kadang
gairah makan terganggu, bahkan ada yang hilang terhadap semua makanan atau
beberapa jenis makanan tertentu. Kalu berlarut-larut berat badan menurun yang
berdampak pada kesehatan fisik.
e.
Gangguan system organ dalam tubuh
Kesimbangan system organberdampak pada adanya
ketenangan. Sebaliknya bila terjadi gangguan
mental, misalnya kesedihan yang bertubi-tubi, tiba-tiba napasnya sesak
dan batuk tidak berdahak, hal ini terjadi berlarut-larut pada system organ
paru-paru meskipun tidak ada tanda-tanda penyakit medis. Tekanan darah
tinggi,sakit jantung dan lain-lainnya.
2.
Keadaan mental
Orang yang normal mempunyai kemampuan
berpikir teratur, dapat menarik kesimpulan secara sehat. Bagi orang yang sedang
mengalami kekecewaan yang mendalam. Kemampuan berpikir menjadi kacau karena
diselingi rangsangan-rangsangan lain. Bila berpikir secara baik akan memakan
waktu yang lama. Nampak adanya tanda-tanda :
a.
Ilusi, yang bersangkutan mengalami salah tangkap dalam mengindera
b.
Halusinasi, yang bersangkutan mengalami khayalan tanpa ada rangsang
c.
Obsesi, diliputi pkiran atau perasaan yang terus- menerus, biasanya
mengenai hal yang tidak menyenangkan
d.
Kompulsi, mengalami keragu-raguan mengenai sesuatu yang dikerjakan
hingga terjadi perbuatan yang srupa berulang kali.
e.
Fobia, mengalami ketakutan yang sangat terhadap sesuatu kejadian tanpa
mengetahui lagi penyebabnya
f.
Delusi, mengalami sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan,
pengalaman, sebab pikirannya kurang sehat
3.
Keadaan emosi
Emosi merupakan bagian dari perasaan yang
bergejolak, sehingga dapat disaksikan. penampakan itu berupa perubahan tingkah
laku, sikap sedih atau sebaliknya gembira.
a.
Sering merasa sedih
Nampak gejala emosinya merendah, merasa tidak berguna,
mengalami kehilangan minat dan gairah
b.
Sering merasa tegang
Tidak dapat santai/rileks, maka harus beristirahat. Bila ketegangan
memuncak, Nampak tangannya bergetar, gelisah dan akhirnya lesu.
c.
Sering merasa girang
Bila berbicara, tertawa sulit dihentikan, bahkan menyanyi dan
menari-nari tidak mengingat tempat dan waktu
2.4 Tujuan Komunikasi pada Pasien Jiwa
1.
Perawat dapat memahami ornag lain
2.
Menggali perilaku klien
3.
Memahami perlunya member pujian
4.
Memperoleh informasi klien
2.5 Komunikasi Terapeutik Berdasarkan Masalah pasien
2.5.1 Klien dengan Masalah Perilaku Kekerasan
2.5.1.1
Pengertian perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara
verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku
kekerasan dapat terjadi dalm dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku
kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan.
2.5.1.2
Tanda dan Gejala perilaku Kekerasan
Data perilaku kekerasan dapat diperoleh
melalui observasi atau wawancara tentang perilaku berikut ini :
1)
Muka merah dan tegang
2)
Pandangan tajam
3)
Mengatupkan rahang dengan kuat
4)
Jalan mondar mandir
5)
Bicara kasar
6)
Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7)
Mengancam secara verbal atau fisik
8)
Melempar atau memukul benda/ orang lain
9)
Mengepalkan tangan
10) Merusak barang atau benda
11) Tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol
perilaku kekerasan
2.5.1.3
Tindakan Keperawatan Pasien dengan Perilaku
Kekerasan
1)
Membina hubungan saling percaya dengan klien
a. Beri salam/panggil nama pasien
b. Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
c. Jelaskan hubungan interaksi
d. Jelaskan tentang kontrak yang dibuat
e. Lakukan kontak singkat tapi sering
2)
Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekarasan
a. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
perasaannya
b. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab kesal/jengkel
3)
Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
a. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami
saat marah
b. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda kesal
yang dialaminya
4)
Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
a.
Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
b.
Bicarakan dengan klien apakah cara yang klien lakukan agar masalahnya
selesai
5)
Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang
dilakukan klien
b. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang
dilakukan klien
6)
Klien dapat mengidentifikasi cara konstruksif dalam merespon terhadap kemarahan
a. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin
mempelajari cara baru yang sehat?”
b. Berikan pujian jika klien mengetahui cara
lain yang sehat
c. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat
7)
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
a. Bantu klien memilih cara yang paling tepat
untuk klien
b. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara
memilih
c. Bantu keluarga untuk menstimulasi cara
tersebut
d. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang
telah dipelajari saat marah
8)
Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan
a. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien
dari sikap apa yang telah dilakuakn keluarga terhadap klien selama ini
b. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat
klien
c. Jelaskan cara-cara merawat klien
d. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat
klien
e. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya
setelah melakukan demonstrasi
9)
Klien dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan kegunaannya (jenis,
waktu,dosis dan efek)
a. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien
pada klien keluarga
b. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian
berhenti minum obat tanpa seizin dokter
c. Jelaskan prinsip benar minum obat(baca nama
yang tertera dalam obat, dosis obat,waktu dan cara minum)
d. Ajarkan klien minum dengan tepat waktu
e. Anjurkan klien melaporkan pada perawat/dokter
jika merasakan efek yang tidak menyenangkan
f. Beri pujian,jika klien minum obat dengan
benar
2.5.2 Klien dengan Masalah Harga Diri Rendah
2.5.2.1
Pengertian harga diri rendah
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak
berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negative terhadap
diri sendiri dan kemampuan diri
2.5.2.2
Tanda dan gejala harga diri rendah
1.
Mengkritik diri sendiri
2.
Perasaan tidak mampu
3.
Pandangan hidup yang pesimis
4.
Penurunan produktivitas
5.
Penolakan terhadap kemampuan diri
2.5.2.3
Tindakan keperawatan pasien dengan harga diri
rendah
1.
Membina hubungan saling percaya perawat-klien
a.
Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b.
Perkenalkan diri dengan sopan
c.
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d.
Jelaskan tujuan pertemuan
e.
Jujur dan menepati janji
f.
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g.
Beri perhatian kebutuhan dasar klien
2.
Klien dapat mengidentifikasi aspek yang dimiliki klien dapat menilai
kemampuan yang digunakan
a.
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
b.
Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi nilai negative
c.
Utamakan memeberi pujian realistic
3.
Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
a.
Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama
sakit
b.
Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan
4.
Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
a.
Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
b.
Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien
c.
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan
5.
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
a.
Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
b.
Beri pujian atas keberhasilan klien
c.
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan rumah
6.
Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada
a.
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah
b.
Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
c.
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah
2.5.2.4
Tindakan dan peran keluarga dalam meningkatkan harga diri klien
a.
Meningkatkan harga diri klien
b.
Menjalin hubungan saling percaya
c.
Memberi kegiatan sesuai kemampuan klien
d.
Meningkatkan kontak dengan orang lain
e.
Dorong mengungkapkan pikiran dan perasaannya
f.
Bantu melihat prestasi dan kemampuan klien
g.
Bantu mengenal harapan
h.
Membantu klien mengungkapkan upaya yang bisa digunakan dalam menghadapi
masalah
i.
Menetapkan tujuan yang nyata
j.
Bantu klien mengungkapkan beberapa rencana menyelsaikan masalah
k.
Membantu memilih cara yang sesuai untuk klien
l.
Sikap keluarga : empati, mengontrol klien, member pujian pada klien
2.5.3
Klien dengan Masalah Halusinasi
2.5.3.1 Pengertian halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan
jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.
Menurut Varcarolis,
halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang,
dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah
halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman dan pengecapan. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada. Pasien merasa ada suara padahal tidak ada
stimulus suara. Melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal
tidak ada bayangan tersebut. Membaui bau-bauan tertentu padahal orang lain
tidak mersakan hal yang serupa. Merasakan mengecap sesuatu padahal orang lain
tidak sedang makan sesuatu apapun. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada
apapun dalam permukaan kulit.
2.5.3.2 Faktor Penyebab Halusinasi
1) Predisposisi
a.
Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya
rendahnya control dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri
sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap
stress.
b.
Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
kecil akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya
c.
Faktor Biokimia
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di
dalam tubuh akan menghasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase(DMP). Akibat bekepanjangan
menyebabkan teraktifasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi
ketidakseimbangan acetylcholine dan dopamine.
d.
Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya.
Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam
hayal.
e.
Faktor genetic dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang
diasuh oleh orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.
2)
Faktor Presipitasi
Menurut
Rawlins dan heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan
atas hakikatkeberadaan seseorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas
dasar unsure-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat
dari 5 dimensi yaitu :
a.
Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa
kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama.
b.
Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar
problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi
dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c.
Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan
bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol
semua perilaku klien.
d.
Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial
dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah
ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi social, control
diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi
dijadikan system control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah
halusinasi berupa ancaman dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu.
e.
Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sirkandiannya
terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun saat siang. Saat
terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir
tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang
lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.
2.5.3.3 Tindakan
keperawatan pasien dengan halusinasi
1)
Membina hubungan saling percaya perawat-klien
a. Sapa klien dengan ramah dan baik verbal
maupun nonverbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien
adanya
g. Beri perhatian kebutuhan dasar klien
2)
Klien dapat mengenali halusinasi
a. Adakan kontak yang sering dan singkat secara
bertahap
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan
halusinasinya, bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri/ke kanan/
ke depan seolah-olah ada teman bicara
c. Bantu klien mengenal halusinasinya
d. Jika menemukan klien yang sedang halusinasi,
tanyakan apakah ada suara yang didengar
e. Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang
dikatakan
f. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar
suara itu, namun perawat sendiri tidak mendengarnya
g. Katakan bahwa klien lain juga ada seperti
klien
h. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
i. Diskusikan dengan klien :
- Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan
halusiansi
-
Waktu dan frekuensi terjadinya halusiansi(pagi, siang, sore, dan malam
atau jika sendiri sedih, jengkel/sedih)
-
Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi(marah/takut,senang,sedih) beri kesempatan
mengungkapkan perasaannya
3)
Klien dapat mengontrol halusinasinya
a.
Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi(tidur, marah, menyibukkan diri)
b.
Diskusikan manfaat cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat beri
pujian
c.
Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
-
Katakan “saya tidak mau dengar kamu”(pada saat halusinasi terjadi)
-
Menemui orang lain(perawat/teman/anggota keluarga) untuk bercakap-cakap
atau mengatakan halusinasi yang terdengar
-
Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sampai muncul
-
Meminta keluarga/teman/perawat menyapa klien jika tampak berbicara
sendiri
d.
Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap
e.
Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasil
dan beri pujian jika berhasil
f.
Anjurkan klien mengikuti terapi aktifitas kelompok orientasi realita,
stimulasi persepsi
4)
Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi
a.
Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
b.
Diskusikan dengan keluarga(pada saat kunjungan berkunjung/kunjungan
rumah) :
-
Gejala halusinasi yang dialami klien
-
Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi
-
Cara merawat anggota yang halusinasi di rumah, beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
-
Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol, risiko menciderai orang
5)
Klien memanfaatkan obat yang baik
a.
Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi, dan
manfaat obat
b.
Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
c.
Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
obat yang dirasakan
d.
Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
e.
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip yang benar
2.5.3.4
Tindakan keperawatan keluarga pasien dengan halusinasi
a.
Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b.
Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialmi pasien, tanda dan gejala halusinasi
c.
Beri kesempatan pada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien
dengan halusinasi langsung di depan pasien
d.
Buat perencanaan pulang bersama keluarga
2.5.4
Klien dengan Masalah Isolasi Sosial
2.5.4.1
Pengertian Isolasi Sosial
Isolasi social adalah
keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain.
2.5.4.2 Tanda dan gejala isolasi social
1.
Gejala subjektif
-
Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh
orang lain
-
Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
-
Respons verbal kurang dan sangat singkat
-
Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang
lain
-
Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
-
Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
-
Klien merasa tidak berguna
-
Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
-
Klien merasa ditolak
2.
Gejala objektif
-
Klien banyak diam dan tidak mau berbicara
-
Tidak mengikutu kegiatan
-
Banyak berdiam diri di kamar
-
Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang
yang terdekat
-
Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
-
Kontak mata kurang
-
Kurang spontan
-
Apatis(acuh terhadap lingkungan)
-
Ekspresi wajah kurang berseri
-
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan
diri
-
Mengisolasi diri
-
Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
-
Masukan makanan dan minuman terganggu
-
Retensi urine dan feses
-
Aktivitas menurun
-
Kurang energi(tenaga)
-
Rendah diri
2.5.4.3 Tindakan keperawatan
terhadap pasien isolasi sosial
1.
Membina hubungan saling percaya
Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi
sosial kadang perlu waktu yang tidak singkat. Perawat harus konsisten bersikap
terapeutik pada pasien.Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan
saling percaya adalah :
a.
Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b.
Berkenalan dengan pasien
c.
Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini
d.
Buat kontrak asuhan : apa yang akan dilakukan bersama
klien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana
e.
Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh demi kepentingan terapi
f.
Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien
g.
Penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi
2.
Membantu klien menyadari perilaku isolasi sosial
Hal pertama yang harus
dilakukan adalah menyadarkan klien bahwa isolasi sosial merupakan masalah dan
perlu diatasi : hal tersebut dapat digali dengan menanyakan :
a.
Pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan
orang lain
b.
Menayakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin
berinteraksi dengan orang lain
c.
Diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman
dan bergaul akrab dengan mereka
d.
Diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan
tidak bergaul dengan orang lain
e.
Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik
klien
3.
Melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain
secara bertahap
a.
Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain
b.
Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain
c.
Beri kesempatan klien mempraktikkan cara berinteraksi
dengan orang lain yang dilakukan di hadapan perawat
d.
Mulialah bantu klien berinteraksi dengan satu orang
teman/ anggota keluarga
e.
Bila klien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah
interaksi dengan dua,tiga,empat orang dan seterusnya
f.
Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah
dilakukan oleh klien
g.
Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien dengan orang
lain. Beri dorongan terus menerus agar klien tetap semangat meningkatkan
interaksinya.
4.
Diskusikan dengan klien tentang kekurangan dan kelebihan
yang dimiliki
5.
Inventarisir kelebihan klien yang dapat dijadikan
motivasi unutk membangun kepercayaan diri klien dalam pergaulan
6.
Ajarkan kepada klien koping mekanisme yang konstruktif
7.
Libatkan klien dalam interaksi dan terapi kelompok secara
bertahap
8.
Diskusikan dengan keluarga pentingnya interaksi klien
yang dimulai dengan keluarga terdekat
9.
Eksplorasi keyakinan agama klien dalam menumbuhkan sikap
pentingnya sosialisasi dengan lingkungan sekitar
2.5.4.4
Tindakan keperawatan keluarga pasien dengan isolasi sosial
Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di rumah
adalah :
1.
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
2.
Menjelaskan tentang :
a.
Masalah sosial dan dampaknya pada pasien
b.
Penyebab isolasi sosial
c.
Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial antara
lain :
-
Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara
bersikap peduli dan tidak ingkar janji
-
Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa
melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu tidak mencela kondisi
pasien dan memberikan pujian yang wajar
-
Tidak membiarkan pasien dirumah
-
Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien
3.
Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
4.
Membantu keluarga mempraktikkan cara merawat yang telah
dipelajari, mendiskusikan yang dihadapi
5.
Menyusun perencanaan pulang bersam keluarga
2.5.5
Klien dengan masalah
waham
2.5.5.1 Pengertian Waham
Waham adalah suatu
keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah, keyakinan
yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya,
ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses
interaksi/informasi secara akurat.
Seseorang yang mengalami
waham berpikir bahwa ia memiliki banyak kekuatan dan bakat serta tidak merasa
terganggu jiwanya atau ia merasa sangat kuat dan sangat terkenal. Waham adalah
keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh
orang lain dan bertentangan dengan realita normal (Smart dan Sundeen,1998).
2.5.5.2 Tanda dan gejala waham
1.
Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuia dengan kenyataan. Contoh : “ saya ini pejabat di Departemen lo,,,”
2.
Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/ menciderai dirinya, diucapkan berulang kali tapi tidak
sesuai kenyataan.Contoh : “saya tahu
seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan
kesuksesan saya”
3.
Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama yang
berlebihan, diucapkan berulang kali tapi tidak sesuai kenyataan.Contoh: “kalau saya masuk surga, saya harus
menggunakan pakaian setiap hari”
4.
Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu/ terserang penyakit, diucapkan berulang kali tapi tidak sesuai
kenyataan.Contoh : “saya sakit kanker”,
setelah diperiksa laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien
terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
5.
Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/
meninggal, diucapkan berulang kali tapi tidak sesuai kenyataan.Contoh : “inikan alam kubur ya, semua yang ada disini
roh-roh”
2.5.5.3 Tindakan keperawatan
terhadap pasien waham
1.
Membina hubungan saling percaya dengan klien
2.
Jangan membantah dan mendukung klien
3.
Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindung
4.
Observasi pengaruh waham terhadap kehidupan sehari-hari,
personal hygiene, kebutuhan tidur, makan, interaksi sosial.
5.
Diskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak
terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut dan marah, misalnya yang
menyangkut masalah-masalah kecil, di rumah, di kantor, hubungan dengan keluarga
6.
Berikan pujian bila penampilan dan orientasi klien sesuai
dengan realitas serta bila klien mampu memperlihatkan kemampuan positifnya
7.
Diskusikan dengan klien untuk melakukan aktifitas sesuai
kemmapuan yang dimilikinya
8.
Libatkan dalam kegiatan sehari-hari di rumah sakit
9.
Jelaskan pada klien tentang pengobatannya
2.5.4.4
Tindakan keperawatan keluarga pasien dengan waham
1.
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien di rumah
2.
Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang di alami
pasien
3.
Diskusikan dengan keluarga tentang :
a.
Cara merawat pasien waham di rumah
b.
Follow up dan keteraturan pengobatan
c.
Lingkungan yang tepat untuk pasien
4.
Mendiskusikan dengan keluarga tentang obat pasien
5.
Diskusikan dengan keluarga kondisi pasien yang memerlukan
konsultasi segera
6.
Latih cara merawat
7.
Menyusun rencana pulang apsien dengan keluarga
2.5.6
Klien dengan Masalah
Risiko Bunuh Diri
2.5.6.1 Pengertian Bunuh Diri
2.5.6.2
Penyebab Bunuh diri
1. Faktor genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh
diri pada keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat
menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
2. Teori sosiologi
Emile
Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak
terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan suicide untuk
kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide karena kesulitan dalam berhubungan
dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
3. Teori psikologi
Sigmund
Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah
yang diarahkan pada diri sendiri.
4. Penyebab lain
-
Adanya harapan untuk reuni dan fantasy
-
Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan
-
Tangisan untuk minta bantuan
-
Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan yang lebih
baik
2.5.6.3
Tindakan keperawatan
terhadap pasien risiko bunuh diri
1. Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang
diarahkan pada diri sendiri, dengan cara :
- Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi,
sedang, rendah
- Kaji level Long-Term Risk yang meliputi
: Lifestyle/ gaya hidup, dukungan social yang tersedia, rencana tindakan
yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.
2. Berikan lingkungan yang aman ( safety)
berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien yang memiliki resiko
tinggi;
-
Orang
yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang
perawatan yang mudah di monitor oleh perawat
-
Mengidentifikasi
dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan klien misalnya : pisau,
gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya
-
Membuat
kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan tindakan
yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di
RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap
perawat.”
-
Makanan
seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan :
o Yakinkan intake makanan dan
cairan adekuat
o Gunakan piring plastik atau
kardus bila memungkinkan.
o Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan
pasien kembali pada tempatnya
-
Ketika
memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum
-
Rancang
anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu
-
Batasi
orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli
-
Instruksikan
pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan
makanan dalam tas plastic)
-
Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai
pakaian rumah sakit.
-
Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat
diperlukan
-
Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak
menggunakan pakaian yang menutup seluruh tubuhnya.Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya
-
Individu
yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya
komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.
3. Membantu meningkatkan harga diri klien
-
Tidak menghakimi dan
empati
-
Mengidentifikasi
aspek positif yang dimilikinya
-
Mendorong berpikir
positip dan berinteraksi dengan orang lain
-
Berikan jadual
aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang rendah
-
Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila
diindikasikan.
4. Bantu
klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan social
-
Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan
dukungan social yang adekuat
-
Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk
jejaring sosial yang bisa di akses
5. Membantu klien
mengembangkan mekanisme koping yang positip.
-
Mendorong ekspresi
marah dan bermusuhan secara asertif
-
Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri
-
Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum
anda memiliki pikiran bunuh diri’
-
Memfasilitasi uji
stress kehidupan dan mekanisme koping
-
Explorasi perilaku
alternative
-
Gunakan modifikasi
perilaku yang sesuai
-
Bantu klien untuk mengidentifikasi
pola piker yang negative dan mengarahkan secara langsung untuk merubahnya yang
rasional.
7. Initiate
Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikan
-
Memberikan pembelajaran yan menyiapkan orang mengatasi stress (relaxation,
problem-solving skills).
-
Mengajari keluarga
technique limit setting
-
Mengajari keluarga
ekspresi perasaan yang konstruktif
-
Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan resiko :
perubahan perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, menarik diri, tanda depresi.
2.5.7
Klien dengan Masalah Depresi
2.5.7.1
Pengertian Depresi
Depresi adalah
suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik : rasa
susah, murung, sedih, putus asa -dan tidak bahagia, serta komponen somatik:
anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut
nadi sedikit menurun.
Depresi
merupakan gangguan alam perasaan yang berat dan dimanifestasikan dengan
gangguan fungsi social dan fungsi fisik yang hebat, lama dan menetap pada
individu yang bersangkutan.
Depresi
disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor heriditer dan genetik,
faktor konstitusi, faktor kepribadian pramorbid, faktor fisik, faktor
psikobiologi, faktor neurologik, faktor biokimia dalam tubuh, faktor
keseimbangan elektrolit dan sebagainya.
Depresi
biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi, pembedahan,
kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti kehilangan
kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.
Depresi
merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan
adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan
faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang
bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas
dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
2.5.7.2 Tanda Dan Gejala
• Data
subyektif:
Tidak mampu mengutarakan pendapat dan
malas berbicara.Sering mengemukakan keluhan somatic seperti ; nyeri abdomen dan
dada, anoreksia, sakit punggung,pusing. Merasa dirinya sudah tidak berguna
lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung
bunuh diri. Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.
• Data
obyektif:
Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh
yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah
murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret.Kadang-kadang dapat
terjadi stupor. Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur
dan sering menangis. Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong,
konsentrasi terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak
mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah
yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan
halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility),
mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga
mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan psikomotor.
• Koping
maladaptif
• DS :
Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
• DO : Nampak
sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
Mekanisme
koping yang digunakan adalah denial dan supresi yang berlebihan .
2.5.7.3 Tindakan keperawatan terhadap pasien depresi
1.
Perkenalkan
diri dengan klien dengan cara menyapa klien dengan ramah, baik verbal dan non
verbal, selalu kontak mata selama interaksi dan perhatikan kebutuhan dasar
klien.
2.
Lakukan
interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati
3.
Dengarkan
pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non
verbal. Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.
4.
Perhatikan
pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan keinginannya
5.
Bicara
dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan mudah dimengerti
6.
Terima
pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.
7.
Klien
dapat menggunakan koping adaptif
8.
Beri
dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa perawat memahami
apa yang dirasakan pasien.
9.
Tanyakan
kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan sedih/menyakitkan
10.
Diskusikan
dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan
11.
Bersama
pasien mencari berbagai alternatif koping.
12.
Beri
dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat
diterima
13.
Beri
dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih
14.
Anjurkan
pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah.
15.
Klien
terlindung dari perilaku mencederai diri
16.
Klien
dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
- Bantu untuk memahami bahwa klien dapat
mengatasi keputusasaannya.
- Kaji dan kerahkan sumber-sumber
internal individu.
- Bantu mengidentifikasi sumber-sumber
harapan (misal: hubungan antar sesama, k eyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
17.
Klien
dapat menggunakan dukungan sosial
Tindakan:
-
Kaji
dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim
pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).
-
Kaji
sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan,
kepercayaan agama).
-
Lakukan
rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).
18.
Klien
dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Tindakan:
-
Diskusikan
tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
-
Bantu
menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara,
waktu).
-
Anjurkan
membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
-
Beri
reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Gangguan
jiwa menurut Yosep(2007) adalah kumpulan dari keadaan – keadaan yang tidak
normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Ada tiga faktor penyebab gangguan jiwa yaitu : Faktor somatic (somatogenik) atau
organobiologis, faktor psikologik
(psikogenik) atau psikoedukatif dan faktor sosio-budaya(sosiogenik) atau sosiokultural. Gejala umum yang muncul pada seseorang yang
mengalami gangguan mental (Sundari,2005) adalah : keadaan fisik, keadaan mental dan keadaan emosi. Tujuan komunikasi pada pasien jiwa yaitu perawat dapat memahami orang lain, menggali perilaku klien, memahami perlunya member pujian dan memperoleh informasi klien.
3.2
Saran
Calon perawat harus mengetahui cara
berkomunikasi dengan baik pada pasien terutama pada pasien yang mengalami
gangguan kejiwaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Damayanti, mukhripah.Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.2008. Bandung.
Redika Aditama
Yosep,iyus. Keperawatan
Jiwa.2009.Bandung. Redika Aditama
http://perawatpskiatri.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-klien-dengan-risiko.html . Diakses pada tanggal 30 desember 2011 pukul 19.00
http://tenreng.wordpress.com/2009/02/19/asuhan-keperawatan-dengan-pasien-depresi/. Diakses pada tanggal 30 desember
2011 pukul 19.34