BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ginjal
merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan
cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang
melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta
mengekskresi kelebihannya sebagai kemih.
Fungsi
primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel
dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol
oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus. Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit,
suatu volume yang sama dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per
menit). Lebih 90% darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan
sisanya dialirkan ke medulla.
Di negara
maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases)
terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit
ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases)
sebagai masalah kesehatan masyarakat utama.
Gangguan
fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat
membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami
komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal
ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Pada
penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi
pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik biasanya
desertai berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran
napas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia.
Selama ini,
pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis dan pengobatan
terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit ginjal
kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal
ginjal. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak
bergantung pada etiologi, dapat dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan
secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah diagnosis
dini dan pencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini
dimungkinkan karena berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat
dikendalikan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana anatomi dan fisiologi perkemihan ?
1.2.2
Apa definisi dari gagal ginjal kronik ?
1.2.3
Apa etiologi dari gagal ginjal kronik ?
1.2.4
Apa patofisiologi dari gagal ginjal kronik ?
1.2.5
Apa manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik ?
1.2.6
Bagaimana pemeriksaan penunjang dari gagal ginjal kronik
?
1.2.7
Bagaimana penetalaksanaan medis dari gagal ginjal kronik ?
1.2.8
Apa komplikasi dari gagal ginjal kronik ?
1.2.9
Bagaimana cara mencegah gagal ginjal kronik ?
1.2.10 Bagaimana legal etisnya
?
1.2.11 Bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik ?
1.3 Tujuan
1.3.1
Umum
1.3.1.1
Untuk mengetahui gagal ginjal kronik dan asuhan keperawatan pada pasien gagal
ginjal kronik.
1.3.2
Khusus
1.3.2.1
Mengetahui anatomi dan fisiologi dari sistem perkemihan.
1.3.2.2
Mengetahui definisi dari gagal ginjal kronik.
1.3.2.3
Mengetahui etiologi dari gagal ginjal kronik.
1.3.2.4
Mengetahui patofisiologi dari gagal ginjal kronik.
1.3.2.5
Mengetahui manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik.
1.3.2.6
Mengetahui pemeriksaan penunjang dari gagal ginjal kronik.
1.3.2.7
Mengetahui penetalaksanaan medis dari gagal ginjal kronik.
1.3.2.8
Mengetahui komplikasi dari gagal ginjal kronik.
1.3.2.9
Mengetahui cara mencegah gagal ginjal kronik.
1.3.2.10 Mengetahui legal etis.
1.3.2.11 Mengetahui asuhan
keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik.
1.4 Manfaat
Dari makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca
dapat memahami pengertian dan asuhan keperawatan dari gagal ginjal kronik. Dan
dapat mencegah terjadinya penyakit tersebut. Mengetahui tanda dan gejala
sehingga kita sebagai perawat mampu bertindak sesuai dengan asuhan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Anatomi dan Fisiologi
Sistem perkemihan atau
sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air
kemih).
Susunan Sistem
Perkemihan atau Sistem Urinaria :
Kedudukan
ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang peritonium
pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding
abdomen.
Bentuknya
seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan
kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat
ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari pada
ginjal wanita.
Satuan
struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap – tiap
nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri
atas pembuluh – pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang
mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus
– tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus
pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada medula.
Kapsula
Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral
(langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak
juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk
kapiler secara teratur sehingga celah – celah antara pedikel itu sangat
teratur.
Kapsula
bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar
dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya
yang berbelok – belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal
kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat
lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut
sebagai tubulus kontortus distal.
a.
Bagian – Bagian Ginjal
Bila
sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari
tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian
rongga ginjal (pelvis renalis).
a)
Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit
ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang
disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak mengandung kapiler –
kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal disebut glomerolus. Tiap
glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus
dengan simpai bownman disebut badan malphigi. Penyaringan
darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai
bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai bownman.
Dari sini maka zat – zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan
lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.
b)
Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal
terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan
dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis,
mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di
dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris
– garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus
koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan
kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan
lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang
merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami
berbagai proses.
c)
Rongga Ginjal (Pelvis
Renalis)
Pelvis Renalis
adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sabelum
berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga
disebut kaliks mayor, yang masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks
minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini
menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk
ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung
kemih (vesikula urinaria).
b.
Fungsi Ginjal:
1.
Mengekskresikan zat –
zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogennitrogen, misalnya amonia.
2.
Mengekskresikan zat –
zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan berbahaya
(misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna).
3.
Mengatur keseimbangan
air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4.
Mengatur tekanan darah
dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.
c.
Peredaran Darah dan
Persyarafan Ginjal
Peredaran
Darah
Ginjal mendapat
darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, yang
berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian
menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal
bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan
dikelilingi leh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi
penyadangan pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman kemudian
menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
Persyarafan
Ginjal
Ginjal mendapat
persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini berfungsi untuk mengatur
jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf inibarjalan bersamaan dengan
pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat
di atas ginjal yang merupakan senuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua)
macam hormon yaitu hormone adrenalin dan hormn kortison.
2.
URETER
Terdiri
dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih
(vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga
pelvis. Lapisan
dinding ureter terdiri dari :
a.
Dinding luar jaringan
ikat (jaringan fibrosa)
b.
Lapisan tengah otot
polos
c.
Lapisan sebelah dalam
lapisan mukosa
Lapisan
dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali
yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Gerakan
peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan
disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam
kandung kemih.
Ureter
berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi
oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada
tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh
sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
3.
VESIKULA URINARIA (
Kandung Kemih )
Kandung
kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang
simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut
yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis
medius. Bagian
vesika urinaria terdiri dari :
a.
Fundus, yaitu bagian
yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh
spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika
seminalis dan prostate.
b.
Korpus, yaitu bagian
antara verteks dan fundus.
c.
Verteks, bagian yang
maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari
beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar), tunika muskularis,
tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
4.
URETRA
Uretra
merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan
air kemih keluar.
Pada
laki- laki uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat
kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya
± 20 cm. Uretra
pada laki – laki terdiri dari :
a.
Uretra Prostaria
b.
Uretra membranosa
c.
Uretra kavernosa
Lapisan
uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan
lapisan submukosa. Uretra
pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah
atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika
muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena –
vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita
terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini
hanya sebagai saluran ekskresi.
2.2
Definisi
Gagal ginjal
kronik (GGK) adalah suatu sindroma klinis yang disebab kan oleh penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun berlangsung progresif dan cukup lanjut. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir
(ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia ( Smaltzer, 2001).
Gagal ginjal
kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan inrevesibel.
(Arif Mansjoer, 2001).
Gagal ginjal
kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible. Di mana kemampuan tubuh gagal untuk memepertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddart, 2001).
Gagal ginjal
kronis ( chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan anemia (urea dan limbah nitrogen yang
berada dalam darah). (Nursalam, 2008).
2.3
Etiologi
Gagal ginjal
kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun sebabnya, dapat
menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif. Dibawah ini terdapat beberapa penyebab gagal ginjal
kronik.
a.
Tekanan
Darah Tinggi
Hipertensi
yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan – perubahan stuktur pada
arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis)
di dinding pembuluh darah. Organ
sasaran utama organ ini adalah jantung, otak, ginjal dan mata.
Pada ginjal
adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama menyebabkan
nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat langsung dari iskemia
renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang – lubang dan
berglanula. Secara histology lesi yang esensial adalah sklerosis arteri arteri
kecil serta
arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen. Penyumbatan arteri dan
arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga
seluruh nefron rusak (price, 2005:933).
b.
Glomerulonefritis
Glomerulonefritis
terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang diakibatkan karena adanya
pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi peradangan diglomerulus
menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi peningkatan aliran darah
dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan filtrasi glomerulus.
Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui glomerulus.
Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:
a)
Gomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah
peradangan glomerulus secara mendadak.
b)
Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan
yang lama dari sel-sel glomerulus. (Price, 2005. 924)
c.
Lupus
Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis
lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang terperangkap dalam
membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan. Perubahan yang paling
dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai glomerulus atau hanya mengenai
beberapa glomerulus
yang tersebar. (Price, 2005:925)
d.
Penyakit
Ginjal Polikistik
Penyakit
ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral, dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan
menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi
ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price, 2005:937)
e.
Pielonefritis
Pielonefritis
adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis itu sendiri
dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi melalui
infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi
berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu,
obstruksi lain, atau repluks vesikoureter. (Price, 2005: 938)
f.
Diabetes
Melitus
Diabetes
mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah 30% hingga 40%
dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam
bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi
diginjal pada diabetes mellitus (Price, 2005:941). Riwayat perjalanan nefropati
diabetikum dari awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi lima fase atau
stadium:
a)
Stadium 1 (fase
perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan hiperfentilasi
ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang disebabkan oleh
banyak factor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi, glucagon yang abnormal
hormone pertumbuhan, efek rennin, angiotensin II danprostaglandin.
b)
Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai
dengan penebalan membrane basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit
demi sedikit penumpukan matriks mesangial.
c)
Stadium 3 (Nefropati
insipient)
d)
Stadium 4 (nefropati
klinis atau menetap)
e)
Stadium 5
(Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)
2.4
Patofisiologi
Gagal ginjal
kronik disebabkan karena adanya penyakit yang terdapat pada ginjal, sehingga
mengakibatkan kegagalan ginjal. Maka lama kelamaan jumlah nefron mengalami
kerusakan bertambah. Dengan adanya peran dan fungsi ginjal maka hasil
metabolisme protein akan berkumpul didalam tubuh, penurunan fungsi ginjal
mengakibatkan pembuangan
hasil sisa metabolisme gagal yang dimulai dengan pertukaran didalam pembuluh
darah tidak adekuat karena ketidak mampuan ginjal sebagai penyaring,
Nitrogen) menumpuk dalam darah. Akibatnya ginjal tidak dapat melakukan
fungsinya lagi yang menyebabkan peningkatan kadar serum dan kadar nitrogen
ureum, kreatin, asam urat, fosfor meningkat dalam tubuh dan menyebabkan
terganggunya fungsi ginjal dan organ organ tubuh lain.
Perjalanan
umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium satu
dinamakan penurunan cadangan ginjal . Pada stadium ini kreatin
serum dan BUN dalam keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa gejala).
Gangguan fungsi ginjal akan dapat diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua
dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap ini BUN
baru mulai stadium insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria diakibatkan
kegagalan pemekatan. Nokturia (berkemih pada malam hari) sebanyak 700 ml
atau berkemih lebih dari beberapa kali. Pengeluaran urine normal sekitar
1500 ml perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang diminum.
Stadium ke
tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia . sekitar 90%
dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai GFR
nya hanya 10% dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10 ml/menit.
Penderita biasanya ologuri (pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari) karena
kegagalan glomelurus uremik. Fungsi
ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh.
2.5
WOC
Terlampir
2.6
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Suyono
(2001) adalah sebagai berikut:
1.
Sistem kardiovaskuler
a.
Hipertensi
b.
Pitting edema
c.
Edema periorbital
d.
Pembesaran vena leher
e.
Friction sub pericardial
2.
Sistem
Pulmoner
a.
Krekel
b.
Nafas dangkal
c.
Kusmaull
d.
Sputum kental dan liat
3.
Sistem gastrointestinal
a.
Anoreksia, mual dan muntah
b.
Perdarahan saluran GI
c.
Ulserasi dan pardarahan mulut
d.
Nafas berbau ammonia
4.
Sistem musculoskeletal
a.
Kram otot
b.
Kehilangan kekuatan otot
c.
Fraktur tulang
5.
Sistem Integumen
a.
Warna kulit abu-abu mengkilat
b.
Pruritis
c.
Kulit kering bersisik
d.
Ekimosis
e.
Kuku tipis dan rapuh
f.
Rambut tipis dan kasar
6.
Sistem Reproduksi
a.
Amenore
b.
Atrofi testis
2.7
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
:
a.
Laju Endap Darah : Meninggi yang
diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia. Anemia normositer
normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
b.
Ureum dan kreatini : Meninggi,
biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin kurang lebih 20 : 1.
Perbandingat meninggi akibat pendarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini
berkurang ketika ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
c.
Hiponatremi : Umumnya karena
kelebihan cairan. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut
bersama dengan menurunya dieresis
d.
Hipokalemia dan hiperfosfatemia:
terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3 pada GGK.
e.
Phosphate alkaline : meninggi akibat
gangguan metabolisme tulang, terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
f.
Hipoalbuminemia dan
hipokolesterolemia : umunya disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah
protein.
g.
Peninggian gula darah, akibat
gangguan metabolism karbohidrat pada gagal ginjal ( resistensi terhadap
pengaruh insulin pada jaringan perifer ).
h.
Hipertrigliserida, akibat gangguan
metabolisme lemak, disebabkan peninggian hormone insulin dan menurunnya
lipoprotein lipase.
i.
Asidosis metabolic dengan kompensasi
respirasi menunjukan Ph yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang
menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.
2. Radiology
Foto polos abdomen untuk menilai
bentuk dan besar ginjal ( adanya batu atau adanya suatu obstruksi ). Dehidrasi
karena proses diagnostic akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
3. IIntra Vena
Pielografi (IVP)
Untuk menilai system
pelviokalisisdan ureter.
4. USG
Untuk menilai besar dan bentuk
ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system
pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi
ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit
(hiperkalemia)
2.8
Penatalaksanaan
Untuk
mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami CKD maka penatalaksanaan
pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi, penatalaksanan
keperawatan dan penatalaksanaan diet. Dimana tujuan penatalaksaan adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.
1.
Penatalaksanaan medis
a.
Cairan yang diperbolehkan adalah 500
sampai 600 ml untuk 24 jam atau dengan menjumlahkan urine yang keluar dalam 24
jam ditamnbah dengan IWL 500ml, maka air yang masuk harus sesuai dengan
penjumlahan tersebut.
b.
Pemberian
vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak cukup
memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
c.
Hiperfosfatemia
dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung alumunium atau kalsium
karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
d.
Hipertensi ditangani dengan berbagai
medikasi antihipertensif dan control volume intravaskuler.
e.
Asidosis metabolik pada gagal ginjal
kronik biasanya tampa gejala dan tidak memerlukan penanganan, namun demikian
suplemen makanan karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi
asidosis metabolic jika kondisi ini memerlukan gejala.
f.
Hiperkalemia biasanya dicegah dengan
penanganan dialisis yang adekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan
yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun
intravena. Pasien harus diet rendah kalium
kadang – kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
g.
Anemia pada
gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia rekombinan).
Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
h.
Transplantasi ginjal.
2.
Penatalaksanaan Keperawatan
a.
Hitung intake dan output yaitu
cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya cairan dengan cara lain (kasat
mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya.
b.
Elektrolit yang perlu diperhatikan
yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24
jam.
3.
Penatalaksanaan Diet
a.
Kalori harus cukup : 2000 – 3000
kalori dalam waktu 24 jam.
b.
Karbohidrat minimal 200 gr/hari
untuk mencegah terjadinya katabolisme protein
c.
Lemak diberikan bebas.
d.
Diet uremia dengan memberikan
vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat.
e.
Diet rendah protein karena urea,
asam urat dan asam organik, hasil pemecahan makanan dan protein jaringan akan
menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gagguan pada klirens ginjal.
Protein yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur,
daging sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.
2.9
Komplikasi
1. Hiperkalemia
Tingginya
kandungan kalium di dalam darah. Dan tingginya kandungan kalium di dalam darah
dapat menimbulkan kematian mendadak, jika tidak ditangani dengan serius.
2. Perikarditis, efusi pericardial
Akibat retensi produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit
tulang
Akibat kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal
6.
Dehidrasi
7.
Kulit : gatal gatal
8.
Gastrointestinal : mual, muntah,
anoreksia, dan dada seperti terbakar, bau nafas menyerupai urin
9.
Endokrin
-
Laki laki : kehilangan libido,
impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma
-
Wanita :
kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilisasi
-
Anak anak: retardasi pertumbuhan
-
Dewasa :
kehilangan massa otot
10. Neurologis
dan Pisikatri : kelelahan,kehilangan kesadaran, koma, iritasi neurologis
(tremor, ateriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot bkejang)
2.10
Pencegahan
Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronis. Untuk dapat menghindari dan
mengurangi resiko gagal ginjal kronis ini, perlu menerapkan beberapa tips
berikut ini :
1.
Jika pengkonsumsi minuman beralkohol, minumah dengan tidak
berlebihan. Namun alangkah lebih baik jika anda menghindari minuman tersebut
2.
Jika menggunakan obat tanpa resep yang dijual bebas, ikutilah
petunjuk penggunaan yang tertera pada kemasan. Penggunaan obat dengan dosis
yang terlalu tinggi dan berlebihan akan dapat merusak ginjal. Jika mempunyai sejarah
keturunan berpenyakit ginjal, konsultasikan pada dokter tentang obat apa yang
sesuai.
3.
Jagalah berat badan dengan selalu berolahraga secara teratur
4.
Jangan merokok dan jangan pernah berniat untuk mencoba
merokok
5.
Selalu kontrol kondisi medis dengan bantuan dokter ahli
untuk mengetahui kemungkinan peningkatan resiko gagal ginjal agar segera
diatasi.
2.11
Legal Etis
a.
Nilai
Keyakinan (beliefs) mengenai arti dari suatu ide, sikap, objek,
perilaku, dll yang menjadi standar dan mempengaruhi prilaku seseorang.
Nilai menggambarkan cita-cita dan harapan-harapan ideal
dalam praktik keperawatan.
b. Etik
Kesepakatan tentang praktik moral, keyakinan, sistem
nilai, standar perilaku individu dan atau kelompok tentang penilaian terhadap
apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, apa yang
merupakan kebajikan dan apa yang merupakan kejahatan, apa yang dikendaki dan
apa yang ditolak.
c. Etika Keperawatan
Kesepakatan/peraturan tentang penerapan nilai moral dan
keputusan- keputusan yang ditetapkan untuk profesi keperawatan (Wikipedia,
2008).
d. Prinsip Etik
1. Respect (Hak untuk dihormati)
Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien
2. Autonomy (hak pasien memilih)
Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya
3. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang
lain/pasien)
Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/
orang lain dan secara aktif berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan
pasiennya
4. Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain).
kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan
kerugian atau cidera
Prinsip :
Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan
menyebabkab nyeri atau penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain
berdaya dan melukai perasaaan orang lain.
5. Confidentiality (hak kerahasiaan)
Menghargai
kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang dipercayakan
pasien kepada perawat.
6. Justice (keadilan)
Kewajiban
untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil sendiri berarti tidak
memihak atau tidak berat sebelah.
7. Fidelity (loyalty/ketaatan)
-
Kewajiban
untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawab terhadap kesepakatan yang
telah diambil
-
Era
modern , pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidak hanya pada satu
profesi). 80% kebutuhan pt dipenuhi perawat
-
Masing-masing
profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku
-
Memiliki
keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yang disepakati.
8.
Veracity (Truthfullness
& honesty)
-
Kewajiban untuk
mengatakan kebenaran.
-
Terkait
erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent
-
Prinsip
veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu mengutarakan kebenaran.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian
dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :
1.
Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya:
nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin,
status perkawinan, dan penanggung biaya.
2.
Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya,
apakah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan
untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai
dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan
kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering,
rasa lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
3.
Riwayat penyakit saat ini
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada
saat di anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region,
radiaton, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan
urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik,
adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan
nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi
masalahnya dan mendapat pengobatn apa.
4.
Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi
saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign
prostatic hyperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu
saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus,
dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi
penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu
dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
5.
Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang
mengalami penyakit yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam
keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan
riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
6.
Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of
System )
A.
Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
-
Keadaan umum
: Klien lemah dan terlihat sakit berat.
-
Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai
dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat.
-
TTV : Sering didapatkan adanya
perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan
sampai berat.
B.
Pemeriksaan
Fisik :
1.
Pernafasan B1 (breath)
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon
uremia didapatkan adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam
merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di
sirkulasi.
2.
Kardiovaskuler B2
(blood)
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial.
Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral
dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama
jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder dari penurunan curah
jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya
anemia. Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah,
biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari
trombositopenia.
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau
peningkatan aktivitas system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan
sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner
akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan
cairan dan hipertensi.
3.
Persyarafan
B3 (brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi
serebral, seperti perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering
didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome,
restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
4.
Perkemihan B4 (bladder)
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri,
terjadi penurunan libido berat.
5.
Pencernaan B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan
diare sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus
saluran cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan.
6.
Musculoskeletal/integument
B6 (bone)
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram
otot, nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya
infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada
kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan
sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan
adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi
perifer dari hipertensi.
C.
Diagnosa Keperawatan
- Gangguan pertukaran gas berhbungan dengan peningkatn bendungan atrium kiri
- Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan menurun
- Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium.
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
- Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic, sirkulasi, sensasi, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit.
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur.
- Gangguan konsep diri berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh, tindakan dialysis, koping maladaptive.
- Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
D.
Intervensi
Keperawatan
1.
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan peningkatan bendungan atrium kiri.
Tujuan :
–
Dalam
waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan, tidak terjadi
gangguan pertukaran gas.
Kriteria hasil :
-
Pasien
dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs
normal :
·
PH =
7,35 -7,45
·
PO2 = 80-100 mmHg
·
Saturasi O2 = > 95 %
·
PCO2 = 35-45 mmHg
·
HCO3 = 22-26mEq/L
·
BE (kelebihan basa) =
-2 sampai +2
-
Bebas
dari gejala distress pernafasan
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
1.
Kaji status pernafasan, catat
peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas.
2.
Catat ada tidaknya suara nafas dan
adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing.
3.
Kaji adanya cyanosis.
4.
Observasi adanya somnolen,
confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat
5.
Berikan istirahat yang cukup dan
nyaman
Kolaboratif :
6.
Berikan humidifier oksigen dengan
masker CPAP jika ada indikasi.
7.
Berikan pencegahan IPPB
8.
Review X-ray dada.
9.
Berikan obat-obat jika ada
indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan ekspektorant.
|
1.
Takipneu adalah mekanisme
kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas.
2.
Suara nafas mungkin tidak sama
atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di
permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran
alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus
pada jalan nafas
3.
Selalu berarti bila diberikan
oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis
dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik,
cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
4.
Hipoksemia dapat menyebabkan
iritabilitas dari miokardium
5.
Menyimpan tenaga pasien,
mengurangi penggunaan oksigen.
6.
Memaksimalkan pertukaran oksigen
secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai
7.
Peningkatan ekspansi paru
meningkatkan oksigenasi
8.
Memperlihatkan kongesti paru yang
progresif
9.
Untuk mencegah gngguan pola napas
|
2.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan
menurun
Tujuan : setelah
diberikan intervensi selama 3 x 24 jam mempertahankan sirkulasi perifer
tetap normal.
Kriteria Hasil :
-
Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
-
Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
-
Kulit sekitar luka teraba hangat.
-
Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah
parah.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Ajarkan pasien untuk melakukan
mobilisasi
2.
Ajarkan tentang faktor-faktor
yang dapat meningkatkan aliran darah : Tinggikan kaki sedikit lebih
rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ),
hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal,
di belakang lutut dan sebagainya.
3.
Ajarkan tentang modifikasi
faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik
relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
4.
Kerja sama dengan tim kesehatan
lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan
terapi oksigen ( HBO ).
|
1.
dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi
darah.
2.
meningkatkan melancarkan aliran darah balik
sehingga tidak terjadi oedema.
3.
kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya
arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi
pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4.
pemberian vasodilator akan meningkatkan
dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan
pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan
pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
|
3.
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet berlebih dan
retensi cairan dan natrium.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan
keperawaan selama 3 x 24 jam klien dapat mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria Hasil :
a.
Haluaran urine
tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.
b.
BB stabil.
c.
TTV dalam batas normal (RR: 16-24 x/menit; N: 60-100 x/menit; TD: 120/80; T: 36,5-37,5 0C)
d.
Tidak ada edema
e.
Turgor kulit baik
f.
Membran mukosa lembab
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri :
a.
Identifikasi faktor penyebab
b.
Batasi masukan cairan
c.
Anjurkan klien untuk melakukan
aktifitas pergerakan seperti berdiri, meninggikan kaki
d.
Kurangi asupan garam,
pertimbangkan penggunaan garam pengganti
5.
HE :
e.
Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang pembatasan cairan.
f.
Bantu pasien dalam menghadapi
ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
Kolaborasi :
g.
Berikan diuretic
g.
furosemide, spironolakton,
hidronolakton
h.
Adenokortikosteroid, golongan prednisone
Observasi :
h.
Kaji status cairan dengan
menimbang berat badan perhari, keseimbangan masukan dan pengeluaran, turgor kulit dan adanya edema, distensi vena leher.
i.
Kaji tanda tanda vital
|
a.
Untuk menentukan tindakan keperawatan
b.
Pembatasan cairan akan menentukan
berat tubuh ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi.
c.
Agar tidak terjadi imobilitasi
d.
Agar tidak terjadi peningkatan
natrium
e.
Pemahaman meningkatkan kerjasama
pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
f.
Kenyamanan pasien meningkatkan
kepatuhan terhadap pembatasan diet.
g.
Diuretic bertujuan untuk
menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga
menurunkan resiko terjadinya
edema paru. Adenokortikosteroid,
golongan predison digunakan untuk menurunkan proteinuri.
h.
Pengkajian merupakan dasar dan
data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi.
i.
Untuk mengetahui kondisi pasien
|
4.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah,
pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
Tujuan :
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat mempertahankan
masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil :
-
Nafsu makan meningkat
-
Tidak ada keluhan anoreksia, nausea.
-
Porsi makan dihabiskan
-
BB meningkat
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri :
a.
Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
b.
Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi
protein
HE :
c.
Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk
memberikan makanan yang disukai
d.
Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk
menghindari makanan yang mengandung gas/asam, pedas
Kolaborasi :
e.
Berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
Observasi :
f.
Kaji kemampuan makan klien
|
a.
Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa
mual dan muntah
b.
Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
c.
Menambah selera makan dan dapat menambah asupan
nutrisi yang dibutuhkan klien
d.
Dapat meningkatkan asam lambung
yang dapat memicu mual dan muntah dan menurunkan asupan nutrisi
e.
Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang
dapat memicu mual/muntah
f. Untuk
mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi
selanjutnya
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
-
Gangguan fungsi ginjal yang menahun
bersifat progresif dan irreversibel, dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
-
Penyebab : Infeksi misalnya pielonefritis kronik, Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis, Penyakit vaskuler hipertensif, Gangguan jaringan penambung, Gangguan kongenital dan herediter, Penyakit metabolic dan Nefropati
toksik.
-
Tanda dan gejala : Wajah terlihat pucat, oedema
anasarka, malaise, nafas terasa
sesak, gatal-gatal, keluar darah
dari hidung, turgor kulit kering, rambut kusam dan kemerahan dan tremor.
-
Komplikasi : Hiperkalemia dan Asidosis
metabolic.
-
Transplantasi ginjal merupakan
terapi pengganti yang paling baik, akan tetapi mempunyai beberapa kendala
seperti keterbatasan donor, biaya mahal, efek samping obat-obatan imunosupresi
dan rejeksi kronik yang belum bisa diatasi. Keuntungan transplantasi ginjal
ialah menghasilkan rehabilitas paling baik dibandingkan dialysis.
4.2 Saran
Diharapkan
mahasiswa dapat memahami materi yang telah kami susun ini, dan dapat
menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam praktik,
khususnya pada pasien yang menagalami gangguan sistem urinari dan mampu memberikan
asuhan keperawatan yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Ayi, Dian. 2013. Askep Gagal
Ginjal Kronik. http://smilebeautyfull.blogspot.com/2013/01/askep-gagal-ginjal-kronik.html . Diakses pada tanggal 17 September 2013 pukul 12.05 WIB
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Hendra. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik. http://riwayataskep.blogspot.com/2013/02/askep-gagal-ginjal-kronik.html . Diakses
pada tanggal 17 September 2013 pukul 12.02 WIB
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konep Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Ridho Muhammad. 2012. Asuhan Keperawatan
pada Pasien Gagal Ginjal Kronik. http://ridhoinhealthy.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-pada-penderita-gagal_31.html
. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2013 pada pukul 12.11 WIB
Sibuea, Dr.W.Herdin. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Rineka
Cipta
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare.
(2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Tollen, Zainal. 2013. Askep Gagal Ginjal
Kronik. http://zallien.blogspot.com/2013/06/asykep-gagal-ginjal.html
. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2013 pada pukul 12.17 WIB
Yusuf, David. 2011. Asuhan Keperawatan
Gagal Ginjal Kronik (CKD). http://askep-topbgt.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-gagal-ginjal-kronik.html
. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2013 pada pukul 12.09 WIB