Belakangan,
sering kita melihat banyak orang yang menuliskan “Ukhuwah itu semanis
coklat”, atau bahkan mungkin “Surga itu selezat coklat”. Mungkin,
kalimat-kalimat itu berasal dari mereka yang memang gemar makan coklat.
Dengan segala makna kalimat-kalimat tersebut, sebenarnya ada makna lain
yang dapat kita ambil dari kata coklat itu sendiri.
Di sebuah
film romantis dari barat, di kisahkan ada seorang dokter yang enggan
memakan kacang berbalut coklat dengan wujud yang berwarna-warni,
sehingga perilaku unik ini menggelitik tokoh utama perempuan pada saat
jumpa pertamanya, sampai memunculkan pertanyaan mengapa? “karena coklat
itu warnanya coklat..” sesederhana itu jawab si dokter yang akhirnya
nanti menikah dengan perempuan tersebut. Sekilas, jawaban “karena coklat
itu coklat” menarik untuk di perhatikan. Satu hal yang dapat kita petik
mungkin dari segi kesehatan. Makanan yang tidak di beri zat pewarna
tentu relatif lebih sehat di bandingkan dengan makanan yang di beri
pewarna. Simpelnya, tentu coklat lebih sehat dan orisinil ketika ia
tetap seperti awalnya, berwarna coklat. Bukan di selimuti pewarna
kuning, merah ataupun warna lain.
Di sisi
lain, bukankah coklat mengajari kita untuk jujur? Jujur terhadap apa
adanya diri kita. Tidak perlu mencari-cari warna lain untuk menutupi
“ke-coklat-an” yang kita miliki. Kita mestinya memahami, bahwa coklat
itu di gemari bukan karena warnanya, bukan karena bentuknya. Coklat di
gemari karena rasanya, ya, rasanya, bukan yang lain. Warna, bentuk, itu
hanyalah pemanis yang ternyata tidak seluruh penikmat coklat
memperhatikan atau bahkan tidak tertarik dengan pemanis tersebut. Coklat
yang murni hadir dengan segala kesederhanaan. Manisnya pun memiliki
sedikit rasa pahit. Seakan mengajari, seorang insan yang solih tetap
saja insan, bukan malaikat yang Allah ciptakan tanpa pernah akan berbuat
dosa. Insan, tetap saja insan yang merupakan tempatnya alpa dan
kesalahan. Maka, bukankah lebih baik biarkan saja coklat tetap berwarna
coklat?
Tak perlu menjadi
orang lain, jadi diri sendiri.. sebab coklat itu coklat. Siapa tahu,
manisnya surga yang seperti coklat justru terasa lewat keorisinilan
setiap pribadi-pribadi kita..
Semoga Bermanfaat ..
Semoga Bermanfaat ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar